97. Saling Usil

14.7K 1K 33
                                    

Lily tertawa sampao terpingkal-pingkal. Ia merasa wajah Joe sangat lucu.

"Hahaha, gimana sih? Masa badan gede tapi naik kayak gitu aja mabok?" ledek Lily.

Ternyata tadi mereka naik wahana extreme. Bahkan lebih extreme dari roller coaster. Di wajaha tersebut mereka diangkat ke atas jungkir balik, kemudian diturunkan lagi ke bawah.

Setelah itu mereka naik wahanya yang naik ke atas, dan diluncurkan ke bawah dengan sangat cepat sambil diputar. Hal itu pun sukses membuat Joe mual dan lemas.

Joe sangat kesal pada Lily. Tadi ia sempat menolak. Namun Lily malah meledeknya. Akhirnya Joe pun merasa tertantang.

"Puas?" tanya Joe, kesal.

"Belum! Ini belum seberapa. Aku masih mau nyoba yang lain. Ayo!" ajak Lily.

"No! Aku gak sanggup. Kamu aja sana yang naik!" ucap Joe, tegas. Ia tidak ingin dirinya tumbang.

"Payah banget sih? Masa gitu aja gak berani," ledek Lily.

"Kalau kamu masih mau mengerjai aku, lebih baik aku pulang!" ancam Joe, tegas.

"Yaelah, gitu aja ngambek. Ya udah kita naik yang lain deh. Yang santai-santai aja biar kamu gak mabok lagi," ucap Lily, manja. Ia pun merangkul lengan Joe dan mengajaknya ke wahana lain.

"Naik apa ya, Joe?" tanya Lily.

Joe sendiri memang pemberani. Namun ia baru kali ini menaiki wahana tersebut. Sehingga dirinya sangat lemas. Apalagi ia belum sempat sarapan karena tadi terburu-buru menjemput Lily.

Joe tidak menjawab. Ia yakin Lily sengaja ingin mengerjainya.

"Ke rumah hantu aja!" ajak Joe.

Lily mengerutkan keningnya. "Enggak ah! Aku gak mau," ucapnya.

"Terserah. Aku maunya ke rumah hantu," sahut Joe. Kemudian ia meninggalkan Lily.

"Joe, tunggu!" Lily pun mengejarnya. Ia lebih takut berada di luar sendirian dari pada harus masuk ke rumah hantu. Setidaknya di sana ada Joe yang ia yakini bisa melindunginya.

"Yakin mau ikut?" tanya Joe saat mereka sudah berada di depan rumah hantu.

"Iya!" jawab Lily, ketus.

"Oke! Tapi di dalam nanti jangan nangis, ya!" pinta Joe, kemudian mereka pun masuk.

Saat memasuki pintu rumah hantu, auranya langsung berbeda. Suasana di sana begitu gelap dan menyeramkan.

"Joe, jangan jauh-jauh, ya!" ucap Lily dengan suara gemetar. Bahkan ia memegangi lengan Joe dengan begitu erat.

Joe tidak menjawab. Ia tetap berjalan sambil melihat-lihat. Ia ingin menghukum gadis itu.

Di tengah jalan, Joe menarik hantu dan memindahkan tangan Lily. Sehingga saat ini Lily berpegangan pada hantu tersebut.

"Joe! Kamu kok diem aja, sih?" keluh Lily. Padahal ini bukan kali pertama Joe diam. Namun Lily merasa ada yang aneh.

Ia sudah sangat gemetar. Beberapa kali Lily berteriak karena dikejutkan oleh hantu di sana. Namun ia belum menoleh ke depan.

Hingga kemudian Lily melihat ke depan dan hantu itu menoleh ke arahnya dengan menyorot wajahnya dari bawah menggunakan senter. Sontak saja Lily terkejut bukan main.

"Aaaaaaaaaaa!" teriakannya menggelegar, bahkan sampai terdengar ke luar rumah hantu itu.

Joe tidak menyangka reaksi Lily sampai seperti itu. Akhrinya ia keluar dari persembunyian dan ternyata Lily sudah pingsan.

"Lily!" ucapnya, kaget. Ia merasa bersalah pada anak majikannya itu.

Joe langsung menggendong Lily dan membawanya keluar dari bangunan tersebut.

Di luar, Joe mencari kursi untuk mendudukan gadis itu. Saat melihat sebuah kursi, Joe menaruh Lily di sana. Kemudian ia pun berusaha menyadarkannya.

"Ly, bangun!" ucapnya. Ia sangat panik. Jika terjadi sesuatu pada Lily, sudah pasti dirinya yang akan dimarahi.

"Ya Tuhan, bagaimana ini," gumam Joe. Ia meminta air mineral serta minyak angin pada pedagang yang ada di sana. Kemudian Joe pun masih berusaha membangunkan Lily lagi.

Tempat itu begitu luas, Joe bingung hendak membawa Lily ke mana. Jika masih belum sadar, mungkin ia akan langsung membawanya ke rumah sakit.

Beberapa staf taman hiburan melihat ada yang pingsan. Mereka pun menawarkan bantuan. Sehingga Lily dibawa ke unit kesehatan.

Tiba di unit kesehatan, Lily diberikan pertolongan pertama oleh tim medis. Beberapa saat kemudian gadis itu pun sadar. Saat membuka matanya, yang disebut pertama oleh Lily adalah nama Joe.

"Joe!" ucapnya dengan mata berapi-api.

Joe pun mendekat dan berdiri di samping tempat tidur Lily. "Aku minta maaf. Tadi aku cuma ...." Joe khawatir Lily akan mengadu pada orang tuanya.

"Jahat! Aku hampir mati gara-gara kamu, huhuhu." Gadis itu malah menangis. Padahal Joe pikir Lily akan mengamuk.

"Aku gak bermaksud begitu. Tadi kamu juga keterlaluan, makanya aku cuma mau kasih sedikit pelajaran ke kamu," ucap Joe, jujur. Ia salah tingkah melihat Lily menangis begitu.

Namun siapa sangka gadis itu tiba-tiba menarik Joe dan memeluknya.

Greb!

"Jahat! Awas kamu ya kalau begitu algi. Aku aduin ke Mami dan Papi. Aku aduin ke Kak Nick juga!" ancam Lily. Anehnya meski kesal pada Joe, ia malah memeluk erat pria itu.

"Iya, aku janji itu gak akan terulang. Tapi tolong lepas dulu!" ucap Joe, ia berusaha melepaskan pelukan Lily.

Joe sangat tidak nyaman dipeluk seperti itu oleh seorang gadis. Apalagi saat ini posisi Joe sedang mengungkung Lily yang masih terbaring di tempat tidur itu.

Joe biasanya sangat irit dalam bicara. Namun kini dirinya lebih banyak bicara karena sedang merasa bersalah.

"No! Ini hukuman buat kamu karena sudah mencelakai aku!" ucap Lily. Ia mempererat pelukannya sampai dapat merasakan debaran jantung Joe.

Lily pun tersenyum. Ia berniat untuk mengusili Joe.

"Joe!" panggilnya, manja.

Joe yang sedang memalingkan wajah pun menoleh.

Cup!

Joe terbelalak kala bibirnya dicium oleh Lily. Ia pun langsung melepaskan pelukan gadis itu dan menjauh darinya. "Kamu!" sentaknya.

"Sampai kamu berani ngerjain aku lagi. Aku akan hukum yang lebih dari itu!" ancam Lily. Ia tahu betul bahwa Joe tidak akan berani menyentuhnya. Lily sengaja melakukan hal itu supaya Joe yang dingin tersebut takluk padanya.

Para tenaga medis di sana pun salah tingkah melihat mereka. Orang itu berpikir bahwa mereka adalah pasangan kekasih.

'Hahaha, mampus kau, Joe! Pasti setelah ini kamu bakalan terbayang-bayang sama aku terus. Emang enak,' batin Lily.

Gadis itu pun duduk dan turun dari tempat tidur. "Terima kasih, ya," ucapnya pada tim medis. Kemudian ia keluar dari ruangan tersebut.

Di tempat lain, Nick dan Ima sedang bersiap untuk menghadiri acara yang dibuat Nick secara mendadak.

"Mas gak bilang sih kalau mau ada makan bareng staf. Tau gitu kan aku pakai baju yang lebih pantas," ucap Ima.

"Emang baju ini kenapa? Bagus, kok. Lagi pula kamu pingin dilihat siapa, sih?' sahut Nick.

"Lho, bukan begitu. Aku itu hanya ingin memantaskan diri. Aku gak mau nanti orang-orang menganggap aku tidak pantas untukmu," ucap Ima.

Nick tersenyum. "Aku gak peduli pendapat orang lain. Bagiku tidak ada yang lebih pantas mendampingiku selain kamu, Sayang," ucap Nick, sambil menatap istrinya.

"Gombaall," ucap Ima, manja. Ia malu tetapi senang mendengarnya.

"Ya udah kita ke aula sekarang, yuk!" ajak Nick.

Ustadzah Dinikahi Mafia TampanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang