78. Iri pada Nick

13.9K 1.1K 66
                                    

"Ada apa, Mas?" tanya Ima.

Ia langsung keluar rumah saat mendengar ada suara motor Nick. Namun ia heran karena Nick tidak langsung masuk dan malah berdiri di depan pintu.

"Kamu pesan makanan?" tanya Nick sambil menunjukkan paper bag yang ada di tangannya.

"Enggak. Emang itu punya siapa?" Ima balik bertanya.

"Ini pasti dari orang itu lagi. Ya udah biar aku buang aja!" ucap Nick, kesal.

"Tunggu, Mas!" Ima menghentikan Nick.

"Kenapa?" tanya Nick, heran.

"Jangan buang makanan! Sayang di luar sana masih banyak orang kelaparan," ucap Ima.

Nick kecewa mendengar ucapan istrinya itu. "Terus kamu mau makan makanan dari pria brengsek ini? Kamu mau ngasih dia lampu hijau buat deketin kamu?" tuduh Nick.

"Hem ... jangan suudzon! Maksud aku, makanan itu kan bisa kita kasih ke orang lain. Coba Mas lihat di depan sana siapa tau ada pemulung atau orang yang sekiranya butuh makanan. Kasih ke mereka aja!" usul Ima.

Nick lega mendengarnya. "Ooohh, kirain apa," ucapnya.

"Nah, coba kasih ke Bapak itu aja, Mas!" ucap Ima saat melihat ada pria paruh baya yang sedang melintas.

Akhirnya Nick pun menuruti saran istrinya. Ia memberikan makanan tersebut pada pria paruh baya itu.

"Permisi, Pak. Ini ada sedikit makanan untuk Bapak," ucap Nick, kemudian ia memberikan paper bag tersebut.

"MasyaaAllah, kebetulan sekali saya sedang lapar. Terima kasih banyak ya, Nak. Semoga rizkinya semakin mengalir deras," ucap pria itu. Kemudian ia pun mendoakan Nick.

Nick tak menyangka ternyata responnya sampai seperti itu. Ia pun senang karena telah membuat orang lain bahagia.

"Iya sama-sama, Pak. Semoga sehat selalu," ucap Nick, kemudian ia kembali ke rumahnya.

"Gimana, Mas?" tanya Ima.

"Alhamdulillah dia senang. Untung istriku ini selalu berpikir panjang," puji Nick. Ia sangat bangga pada Ima.

"Ya udah, kita makan, yuk!" ajak Ima. Ia tahu suaminya itu pulang untuk makan.

"Gimana tadi kerjanya, Mas?" tanya Ima.

"Alhamdulillah aku dapat posisi general manager," jawab Nick.

"Serius?" Ima terkejut mendengarnya. Ia tak menyangka Nick akan langsung mendapatkan posisi sebagus itu.

"Iya, Sayang. Makanya doakan Mas supaya semuanya lancar, ya! Biar kita bisa segera pindah dari rumah dan lingkungan ini," ujar Nick.

"MasyaaAllah alhamdulillah. Suamiku memang luar biasa. Aku bangga sama kamu, Mas," ucap Ima. Kemudian ia mengecup pipi Nick.

Nick tersenyum. "Masa hadiahnya itu doang?" tanyanya.

Ima menyipitkan matanya. "Tenang aja! Nanti malam aku kasih hadiah spesial," ucap Ima, genit.

Senyuman Nick pun semakin lebar. "Nah, gitu dong! Kan aku jadi makin semangat kalau begitu," ucapnya, senang.

"Ya udah makan dulu!"

Mereka makan lesehan di ruang tengah seperti biasa.

"Sayang, kamu bosan gak tinggal di rumah ini?" tanya Nick.

"Enggak, Mas. Kan aku tetap ada kegiatan. Ngecek laporan dari toko. Tadarus, terus bikin konten islami seperti yang pernah kamu sarankan," jelas Ima.

"Syukurlah kalau begitu. Aku cuma khawatir kalau kamu bosan. Soalnya kan ini rumahnya kecil banget," ujar Nick.

"Bagaimana pun kondisinya, selama kita bisa mensyukuri, insyaaAllah akan selalu nyaman, Mas," ucap Ima.

Nick tersenyum. Ia jadi ingat bagaimana wanita yang ia temui hari ini. Semuanya tidak ada yang semenarik Ima.

"Kamu memang yang terbaik, Sayang," puji Nick.

Hari berlalu, karier Nick pun semakin cemerlang. Namun hal itu membuat banyak rekan kerja Nick yang sudah lama bekerja di perusahaan tersebut iri padanya.

"Sebanrnya ini tidak adil. Masa pegawai baru seperti dia langsung mendapatkan jabatan yang bagus. Padahal kita yang sudah bekerja lama di sini saja harus berjuang dulu untuk mencapai posisi ini," keluh salah seorang manager bernama Pras.

"Entah Pak Jamal bisa kenal dia dari mana. Tapi setahuku dia bukan saudara atau keluarga beliau."

"Pasti dia pintar menjilat. Aku hanya khawatir jika terlalu dimanjakan oleh Pak Jamal, nanti yang ada dia besar kepala dan semakin menguasai perusahaan ini."

Pras dan manager yang lain sibuk menggunjing Nick. Mereka iri dengan pencapaian GM baru itu. Mereka tidak tahu bahwa apa yang Nick miliki sesungguhnya jauh lebih besar dari sekadar perusahaan tempat mereka bekerja itu.

"Selamat siang, semua!" ucap Nick saat memasuki ruangan tersebut.

Siang itu mereka akan mengadakan rapat bulanan. Kali ini Pras dan yang lainnya sedang berusaha menjatuhkan Nick. Mereka akan mencecar Nick dengan berbegai pertanyaan yang menjebak ketika pria itu melakukan presentasi nanti.

Setelah rapat itu dimulai dan para menager menyampaikan presentasinya, kini giliran Nick yang maju. Ia pun sudah siap dengan segala materi yang ia punya.

Para menager pun saling melirik. Mereka sudah menyiapkan pertanyaan masing-masing.

Mereka semua menyimak presentasi Nick dengan seksama. Hal itu dilakukan untuk mencari celah kekurangan Nick untuk menjatuhkannya. Hingga akhirnya satu per satu dari mereka mengajukan pertanyaan yang menyudutkan.

Beruntung Nick jenius. Sehingga semua pertanyaan bisa ia jawab dengan baik.

"Jadi apa Anda yakin cara seperti itu akan berhasil? Bagaimana jika ternyata prediksi Anda salah dan justru akan merugikan perusahaan?" tanya Pras.

"Tentu yakin. Sebab saya bicara berdasarkan analisa. Sebelumnya saya pun sudah melakukan survey pasar sehingga bisa mendapatkan kesimpulan seperti itu. Saya bukan orang yang asal bicara hanya berdasarkan prediksi belaka. Namun semua yang saya katakan sudah ada analisanya," jelas Nick.

Pras pun tercekat. Ia bingung bagaimana cara menjatuhkan Nick. Sebab semua jawaban Nick justru membuat Jamal semakin terkesan padanya.

Setelah menyerang Nick dengan berbagai pertanyaan, akhirnya rapat pun ditutup dengan penuh kekecewaan. Terlebih ketika mereka mendengar Jamal memuji Nick.

"Saya memang tidak salah memilih orang. Pak Nick ini sangat kompeten dan bisa diandalkan," puji Jamal.

"Terima kasih banyak, Pak. Saya hanya mengusahakan yang terbaik untuk perusahaan ini," jawab Nick.

"Tapi apa yang saya katakan ini memang benar. Buktinya Pak Nick selalu mampu menjawab dan menjelaskan semua pertanyaan dengan tenang. Coba kalau orang yang tidak kompeten, pasti sudah ketar-ketir saat mendapat tekanan seperti itu."

Jamal sengaja menyindir para manager lain. Sebenarnya ia tahu apa yang ingin mereka lakukan terhadap Nick. Namun ia hanya memantau karena yakin Nick pasti mampu menghadapi mereka semua.

"Jika bekerja dengan tulus dan penuh persiapan matang, maka tidak ada yang perlu ditakuti lagi, Pak. Sebagai manusia kita ini kan dibekali akal. Akal itu digunakan untuk berpikir. Jadi tergantung bagaimana kita ingin menggunakan akal tersebut," ucap Nick.

"Entah mau digunakan secara maksimal sehingga fokus bekerja untuk mendapat pencapaian. Atau digunakan separuh dan sisanya sibuk memikirkan hal lain," lanjut Nick. Ia sengaja menyindir orang-orang itu.

Nick tersenyum simpul. Sebab ia tahu betul bagaimana mereka berusaha menjatuhkannya. Bagi Nick orang-orang seperti Pras hanya bagaikan debu. Sebab jauh dibawah levelnya yang memang merupakan pebisnis hebat.

"Kalau begitu besok Pak Nick harus ikut saya. Besok saya ada janji dengan Pak Haris. Pemilik perusahaan ini," ucap Jamal, bangga.

Nick terkesiap mendengar nama itu. 'Hah? Ini perusahaan Papih?' batinnya.

Ustadzah Dinikahi Mafia TampanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang