52. Lepas yang Haram!

20.8K 1.4K 53
                                    

Nick terdiam sejenak. Satu sisi ia ingin berhijrah demi istrinya. Namun, di sisi lain ia tidak mungkin mengabaikan anak buahnya yang banyak itu.

"Bos! Anak buah bos itu ada ratusan orang. Apa Bos tega mau memutus mata pencaharian mereka begitu saja?" tanya Joe.

"Tapi mau sampai kapan kita makan uang haram, Joe? Jujur aku sudah lelah dengan semua ini. Lagi pula gajiku sebagai CEO di perusahaan orang tuaku lebih dari cukup. Aku pun yakin gaji kamu juga cukup," jelas Nick.

"Iya, aku paham itu. Tapi bagaimana dengan yang lain?" tanya Joe lagi.

"Untuk yang lain, mungkin nanti perusahaannya bisa aku jual supaya mereka bisa tetap memiliki pekerjaan. Jadi setelah perusahaan itu aku jual, aku akan membangun perusahaan baru yang benar," ucap Nick.

"Membangun perusahaan baru itu tidak mudah, Bos," ucap Joe.

"Ya sudah. Kalau begitu kita lanjutkan di perusahaan lama. Tapi pakai cara yang legal."

Gluk!

"Kalau begitu, artinya keuntungan kita akan berkurang banyak," lirih Joe.

"So? Katanya kamu ingin bertahan hanya karena mereka? Lagi pula aku hanya akan mengambil usaha yang halal. Untuk barang-barang yang tidak halal (Obat terlarang, senjata terlarang dan lainnya) akan aku lepas."

"Kalau saingan Bos tahu hal ini, mereka akan sangat senang dan bertepuk tangan."

"Tidak masalah. Toh, aku masih punya perusahaan," jawab Nick.

Joe bingung bagaimana cara memengaruhi bosnya lagi. Ia sedikit kesal karena pengaruh Ima terhadap Nick begitu besar.

Namun ia tidak bisa menyalahkan Ima sepenuhnya. Sebab, hal ini terjadi karena ulah Amber. Jika Amber tidak mengusik Ima, mungkin kejadiannya tak akan seperti ini.

"Aku tidak mau tau. Pilihannya hanya dua. Pertahankan dan ambil yang halal, atau bubarkan!" ucap Nick, tegas.

"Baik, Bos. Aku akan urus semuanya. Tapi bagaimana jika ada yang protes?" tanya Joe.

"Bukan urusanku. Jika mereka masih mau ikut denganku, silakan! Jika tidak, tak masalah," ucap Nick.

'Maaf, aku harus egois. Saat ini pernikahanku yang jadi prioritas,' gumam Nick.

Sebenarnya ia pun tidak tega melepas bisnisnya begitu saja. Namun Nick tidak memiliki pilihan lain.

"Baiklah kalau begitu. Aku permisi dulu," ucap Joe.

"Hem!" sahut Nick.

Nick mengembuskan napas sambil mengusap wajahnya. "Ya Allah, semoga niatku ini tidak mendapat kendala," gumam Nick.

Setelah itu, Nick membaca buku yang diberikan oleh Zaki tadi. Ia pun menghafal semuanya dengan seksama. Nick terlihat begitu serius. Seperti santri yang hendak setoran hafalan.

Tak lama kemudian, azan dzuhur berkumandang. Nick pun menyudahi hafalannya, kemudian ia bersiap untuk pergi ke masjid.

"Alhamdulillah aku sudah mulai hafal sedikit-sedikit," ucap Nick.

Ia cukup jenius. Sehingga tidak sulit bagi Nick untuk menghafal. Asalkan ia bersungguh-sungguh, maka Nick mampu melakukannya.

Nick masuk ke kamarnya untuk mengambil pakaian. Saat ia membuka pintu, Nick melihat Ima sudah terbangun.

"Maaf, aku mau ambil pakaian," ucap Nick. Ia seperti maling yang tertangkap basah.

"Silakan!" sahut Ima. Ia tetap duduk di tempat tidur sambil menunggu Nick keluar dari kamar itu.

Nick pun berjalan menuju lemari, sambil melirik ke arah Ima tanpa menoleh. Rasanya begitu berat ketika melihat istri tetapi tak bisa menyentuhnya. Apalagi semalam ia tidak mendapat jatah.

Setelah mengambil pakaian, Nick keluar dari kamar itu. "Jangan lupa makan, ya!" ucap Nick sebelum menutup pintu. Setelah itu ia langsung menutup pintu dan pergi ke kamar tamu.

"Kamu itu terlalu baik untuk mengkhianatiku, Mas," gumam Ima. Ia kesal karena Nick sangat baik tetapi berselingkuh.

Tiba di kamar tamu, Nick melepaskan pakaiannya. Setelah itu ia mengambil wudhu dan mengenakan pakaian yang bersih.

Saat ia sudah rapih, Nick bercermin. Kemudian ia mengingat apa yang Zaki katakan.

Nick menatap dirinya yang ada di dalam cermin. Seketika pikirannya kosong. Ia seolah tak mengenal dirinya sendiri.

"Astaghfirullah, dosamu terlampau banyak, Nick," gumam pria itu. Entah mengapa hatinya merasa bersalah. Namun kali ini ia tidak memiliki banyak waktu. Nick pun bergegas pergi ke masjid untuk melaksanakan shalat dzuhur.

Kali ini ia sudah hafal niat shalat. Sehingga Nick bisa shalat dengan lebih khusuk meski belum begitu hafal bacaan yang lain.

Beberapa saat kemudian, ia pulang dari masjid. "Assalamualaikum," ucap Nick.

"Waalaikumsalam," sahut Ima. Kali ini ia tidak menyambut suaminya itu. Ima yang sedang duduk di meja makan pun tak beranjak.

Nick sadar akan kesalahannya. Ia pun menghampiri Ima dan mengulurkan tangannya.

Meski sedang marah, Ima tetap meraih tangan Nick dan menciumnya. Setelah itu ia menyendok makanan untuk dirinya sendiri.

Saat Nick hendak menarik kursi untuk duduk, Ima langsung menoleh ke arahnya. Dilihat oleh Ima seperti itu, Nick jadi salah tingkah.

"Ya udah, kalau begitu kamu aja yang makan duluan!" ucap Nick. Ia pikir Ima tidak mau makan bersamanya.

Melihat Nick seperti itu, Ima jadi tidak tega. "Duduk aja, Mas!" ucapnya.

Nick langsung menoleh ke arah Ima. "Aku boleh duduk?" tanyanya. Ia khawatir salah dengar.

Ima mengangguk. Kemudian ia menyendokkan makanan untuk Nick tanpa bertanya.

Nick senang karena Ima tetap melayaninya. Setelah itu mereka pun makan bersama dalam diam.

Sesekali Nick melirik ke arah Ima. Ia sangat ingin berbicara, tetapi takut salah ucap.

"Ini kamu yang masak?" tanya Nick, basa-basi.

"Bukan," sahut Ima, singkat.

'Duh! Bodoh sekali, aku. Sudah tau tadi Bibi yang masak. Masih nanya pula,' batin Nick.

"Kamu makan yang banyak, ya! Kan sekarang kamu makan untuk berdua," ucap Nick.

"Hem!" sahut Ima lagi.

Nick jadi sulit menelan makanan karena istrinya masih dingin seperti itu.

"Kapan rencananya mau ke dokter?" tanya Nick lagi.

"Belum tau. Nanti aja kalau sempat, aku ke dokter sendiri," sahut Ima.

Nick langsung menaruh sendok dan garpunya. "Sayang. Aku mohon jangan seperti itu. Aku berhak tahu bagaimana kondisi anakku. Aku yakin janin yang ada di rahim kamu pun pasti akan senang jika aku ikut," ucap Nick, memelas.

"Iya maaf," sahut Ima.

Nick kecewa dengan jawaban Ima yang singkat. Namun ia sadar diri bahwa kesalahannya cukup besar. "Jadi aku boleh antar kamu ke rumah sakit, kan?" tanya Nick.

Ima mengangguk.

"Terima kasih, Sayang," ucap Nick. Ia lega karena Ima mau diantar olehnya.

Ia berjanji pada dirinya sendiri akan menjadi suami siaga. Apa pun kondisinya, Nick akan berusaha untuk selalu mendampingi Ima dalam situasi penting seperti itu.

'Gak apalah dicuekin. Yang penting dia masih mau aku antar ke rumah sakit,' batin Nick.

Ustadzah Dinikahi Mafia TampanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang