18. Ikut ke Masjid

27.3K 1.6K 57
                                    

Akhirnya Ima menerima kartu debit itu dengan berat hati. Ia tidak tega jika terus menolak pemberian suaminya. Ima paham bahwa Nick belum begitu mengerti tentang hukum Islam sehingga ia memakluminya.

"Makasih ya, Mas," ucapnya sambil tersenyum.

"Kamu enggak perlu bilang terima kasih. Aku kan suami kamu. Memberi kamu nafkah sudah jadi kewajiban aku," jawab Nick. Ia mengetahui hal itu karena Rose selalu mewanti-wantinya untuk tidak mengabaikan nafkahnya terhadap Ima. Sehingga Nick telah menyiapkan beberapa kartu tersebut untuk Ima gunakan.

Ima hanya menjawabnya dengan senyuman. Kemudian ia memeluk Nick sebagai rasa terima kasihnya.

"Pokoknya kamu harus pakai uang yang ada di rekening ini! Kalau kamu enggak pakai, aku akan menghukum kamu," ucap Nick.

Ima mengerutkan keningnya "Hukum? Apa hukumannya?" tanya Ima, sambil menatap Nick dan melepaskan pelukannya.

"Hukumannya, saldonya akan aku tambah dua kali lipat. Begitu seterusnya. Jadi setiap bulan kamu harus gunakan uang yang aku berikan ini! Jika tidak berkurang, maka kamu harus menerima hukumannya!" jelas Nick.

Ima terkekeh "Hukuman macam apa, itu?" tanyanya.

"Aku sengaja menghukum kamu seperti itu. Karena aku yakin kamu bukan orang yang boros. Bahkan, mungkin sulit bagi untuk menghabiskan uang ku itu," jawab Nick sambil mencubit hidung Ima.

"Sok tau!" ucap Ima sambil tersenyum. Ia merasa gemas karena Nick seolah bisa membaca pikirannya.

"Tapi tebakkanku benar, kan?" tanya Nick.

"Iya! Oke, kamu jangan nyesal ya, kalau nanti uang kamu aku habisin," ancam Ima, sambil menyipitkan matanya.

"Aku enggak akan menyesal. Justru aku senang kalau uangku yang sudah susah payah aku cari, dihabisi oleh istriku sendiri," jawab Nick, sambil mengusap kepala Ima.

"Mulai deh gombalnya! Ya udah aku mau simpan ini di kamar dulu. Sekalian mau istirahat. Mas udah ngantuk, belum?" tanya Ima.

"Belum. Mas masih ada kerjaan. Ya udah, kamu istirahat dulu, sana! Nanti Mas nyusul," ucap Nick, sambil mengedipkan sebelah matanya.

"Ya udah, jangan terlalu malam kerjanya, ya!" Ima pun meninggalkan ruang kerja suaminya tersebut.

Malam hari, Nick baru selesai bekerja di ruangan kerjaannya. Siang hari ia sibuk mengurus perusahaan papinya. Sehingga ia baru bisa mengurus bisnis haramnya sebagai mafia di malam hari.

"Huuh! Melelahkan sekali. Seandainya ...," gumam Nick. Ia tidak melanjutkan ucapannya karena teringat sesuatu.

Ia ingat kejadian sore tadi. "Sepertinya dia bisa mengobati lelahku," gumam Nick sambil tersenyum.

Ia jadi bersemangat saat mengingat istrinya. Bahkan tubuhnya langsung menegang seperti radar yang menemukan signal kuat.

"Ternyata ada enaknya juga punya istri. Bisa melakukannya kapan pun aku inginkan," gumam Nick. Setelah itu ia pun membereskan mejanya dan menuju ke kamar.

Malam ini Nick hanya mengenakan kaos dan celana pendek. Beruntung celananya itu cukup longgar. Sehingga Nick tidak terlalu merasa sesak meski senjatanya sudah sangat mengeras.

Ceklek!

Ia membuka pintu kamar tamu yang saat ini sedang ditempati istrinya. Sebab tempat tidur mereka masih basah karena pergulatan mereka sore tadi. Namun ia sedikit kecewa karena ternyata Ima sedang terlelap.

"Hem ... kenapa dia sudah tidur?" gumam Nick, sambil menutup pintu kamarnya kembali. Setelah itu ia pun mendekat ke arah Ima dan duduk di sampingnya.

Melihat bibir Ima, membuat Nick mengingat bagaimana bentuk bagian inti tubuh istrinya itu. Apalagi ketika ia membayangkan hal yang lebih dari itu. Membuat Nick sangat ingin menerkaminya.

"Tidak masalah meski dia sedang tidur. Yang terpenting senjataku siap," gumam Nick, sambil tersenyum licik.

Ia pun memadamkan lampu, sehingga kamar mereka gelap dan hanya tersisa sedikit cahaya.

Setelah itu Nick langsung melepaskan pakaiannya agar mudah beraksi. Kemudian ia pun melucuti pakaian istrinya satu per satu.

"Woooww! Amazing!" gumam Nick saat melihat tubuh Ima tanpa sehelai benang pun. Napasnya langsung tersenggal, ia sudah tidak tahan ingin segera menikmati tubuh itu.

Nick berbaring di samping Ima karena ingin menikmati tubuh itu sambil memandanginya. Ia mengecup kening istrinya, kemudian turun ke hidung, pipi, lalu bibir.

Nick mencumbu istrinya dengan begitu lembut. Hal itu pun membuat Ima terbangun dan ia sangat terkejut kala menyadari apa yang sedang dilakukannya.

"Astaghfirullah, Mas!" ucap Ima.

"Maaf, aku sedang lelah baru selesai bekerja. Butuh pelampiasan agar lelahku berkurang," ucap Nick, lembut. Tampangnya memelas agar Ima kasihan padanya.

"Kenapa Mas gak bangunin aku?" tanya Ima. Ia pun malu saat menyadari tubuhnya sudah tidak mengenakan sehelai benang pun.

"Sekarang kamu sudah bangun. Ayo kita lanjut! Aku sudah tak tahan," ucap Nick. Kemudian ia membungkam bibir istrinya agar tidak banyak protes lagi.

Akhirnya Ima pun pasrah. Sebab ia tidak mungkin menolak Nick. Namun lagi-lagi ia merasa apa yang Nick lakukan tidak sesuai dengan apa yang pernah ia pelajari.

Keesokan harinya, Ima bangun lebih awal. Meski ia lelah setelah melayani Nick semalam, tetapi Ima yang sudah terbiasa bangun subuh itu pun tidak kesiangan. Apalagi semalam Nick benar-benar hanya melampiaskan kelelahannya. Sehingga mereka bermain singkat.

Selesai mandi, Ima membangunkan suaminya. "Mas, bangun! Udah subuh," ucap Ima sambil mengusap pipi Nick.

Tidak mudah bagi Ima membangunkan suaminya. Namun ia terus berusaha agar suaminya itu tidak kesiangan.

"Mas, bangun!" ucap Ima lagi. Kali ini Nick pun mengerejapkan matanya. Ia sangat kesal karena tidurnya diganggu.

Nick hampir marah. Namun saat menyadari bahwa Ima yang membangunkannya, Nick yang sudah siap untuk menarik urat pun langsung mengendorkannya kembali. "Iya, Sayang," ucap Nick, sambil tersenyum.

Ia sudah seperti hewan buas yang bertemu dengan pawangnya. Nick seolah tidak bisa, atau mungkin tidak berani marah di hadapan Ima.

"Mas mau shalat subuh di masjid, kan? Ayo bangun! Mandi dulu," ajak Ima.

'Astaga! Ini masih gelap, tapi dia sudah membangunkanku dan menyuruh aku ke masjid?' batin Nick. Ia kesal karena dibangunkan. Namun tidak berani perotes.

"Atau Mas mau shalat di rumah?" tanya Ima lagi.

"Di masjid aja!" jawab Nick, cepat. Ia pun langsung beranjak dan masuk ke kamar mandi.

Nick tidak berani shalat di rumah. Khawatir Ima akan memintanya jadi imam.

'Huuh! Merepotkan sekali. Apa dia tidak tahu aku masih lelah dan mengantuk?' Nick menggerutu dalam hatinya.

Selesai mandi, Nick pun bersiap untuk pergi ke masjid. Padahal sampai saat ini ia masih belum tahu di mana lokasi masjidnya.

"Aku berangkat dulu, ya," ucap Nick.

"Aku mau ikut shalat di masjid ya, Mas?" tanya Ima. Ternyata ia sudah siap untuk ikut suaminya ke masjid.

***

Kira-kira gimana reaksi Nick, ya?

See u,

JM.

Ustadzah Dinikahi Mafia TampanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang