56. Antusias Nick

22.8K 1.4K 57
                                    

Awalnya Nick sempat terkejut. Namun kemudian ia heran karena Nick ingat betul saat pertama kali mereka berhubungan, dirinyalah yang telah mengambil kesucian Ima.

"Tapi kami kan baru menikah dua minggu yang lalu, Dok. Dan, saat malam pertama pun istri saya masih perawan," ucap Nick, jujur.

"Mas!" tegur Ima. Ia malu karena suaminya terlalu jujur.

"Tapi emang begitu adanya kan, Sayang. Kenapa kamu bisa hamil lima minggu?" tanya Nick.

"Bapak tenang dulu, ya! Seperti yang Ibu katakan tadi, HPHT atau hari pertama haid terakhirnya sekitar tiga minggu sebelum menikah. Jadi kemungkinan Ibu Ima menikah pada saat masa subur," ucap dokter.

"Ini baru prediksi saya saja. Sebab kehamilan dihitung bukan dari pertama kali berhubungan. Melainkan dari HPHT tadi," jelas dokter.

"Kenapa bisa begitu, Dok?" tanya Nick, heran.

"Karena yang dihitung adalah usia sel telur yang ada di kandungan Nyonya Ima. Ketika sel telur itu dibuahi, bisa jadi usianya sudah dua minggu atau lebih. Jadi Bapak tidak perlu khawatir. Ini normal," jelas dokter lagi.

Nick pun lega karena telah mendapatkan penjelasan yang masuk akal. "Syukurlah. Saya kira dokter salah hitung," ucap Nick.

"Itu baru prediksi, Pak. Untuk lebih jelasnya, mari kita cek dengan USG!" ajak dokter.

Mereka pun beranjak dan berjalan ke tempat USG yang ada di ruangan tersebut. Ima diarahkan untuk berbaring. Kemudian suster membuka bagian perut dan menutupi kaki Ima dengan selimut.

"Kita mulai ya, Bu," ucap dokter. Ia pun mengarahkan stick USG ke perut Ima yang telah diberi gel berwarna biru.

"Nah, kita sudah bisa melihat janin yang ada di sini. Ukurannya masih sebesar kacang," ucap dokter, sambil mengarahkan kursor ke janinnya.

Nick tersenyum. Ia sangat bangga karena benihnya telah tertanam di rahim Ima dan tumbuh menjadi janin.

"Selamat ya, Sayang," ucap Nick sambil mengusap kepala Ima.

Ima menatap Nick sambil tersenyum. "Iya, Mas," sahutnya.

"Ini detak jantungnya sudah terlihat. Tapi mungkin suaranya masih lemah karena biasanya baru bisa didengar mulai usia kehamilan 6 bulan," jelas dokter lagi.

Melihat janin itu berdenyut, tubuh Nick meremang. Ia merasa hal itu sangat hebat. Makhluk yang masih sangat kecil telah memiliki jantung.

"MasyaaAllah," ucap Ima. Ia sangat bersyukur karena kuasa Tuhan yang telah memberkahinya dengan seorang anak.

Selesai USG, mereka kembali ke meja dokter. "Tapi kami masih boleh berhubungan kan, Dok?" tanya Nick, semangat.

"Mas!" keluh Ima. Ia malu suaminya terlalu vulgar.

"Sayang, di sini kita memang harus berkonsultasi apa pun yang ingin kita tanyakan. Jadi kamu gak perlu malu," ucap Nick.

"Betul, Ibu. Lebih baik bertanya dari pada ragu. Sebenarnya boleh-boleh saja berhubungan. Namun, biasanya janin sangat rentan di trismester pertama. Jadi diusahakan untuk menguranginya! Jika bisa untuk menahannya, akan lebih baik," jelas dokter.

Mana mungkin Nick mau menahannya. Ia yang sudah dua hari tidak mendapat jatah saja sudah merasa pusing. "Oke, yang penting hati-hati kan, Dok?" tanya Nick lagi.

"Betul, Pak," sahut dokter.

Wajah Ima merah padam mendengar pertanyaan suaminya yang menurutnya memalukan itu.

Selesai konsultasi, mereka pun pulang dari rumah sakit. Nick sengaja meminta joe yang menebus vitaminnya. Sebab ia tidak ingin menunggu lama di sana.

"Mau beli sesuatu dulu gak, Sayang?" tanya Nick saat sedang di jalan.

"Gak usah, Mas. Aku mau langsung pulang aja. Pingin istirahat," jawab Ima.

"Ya sudah. Oh iya, Sayang. Kamu kan lagi hamil, apa bisa kerjanya cuti dulu?" tanya Nick.

Ia tidak meminta Ima langsung berhenti kerja. Sebab ia tahu bahwa Ima menyukai pekerjaannya. Namun Nick berharap Ima mengurangi kegiatannya.

"InsyaaAllah, Mas. Nanti aku bicarakan dulu dengan Pak De," jawab Ima.

"Semoga bisa ya, Sayang. Aku gak mau kamu kelelahan dan nanti berisiko ke kesehatan kalian," ucap Nick, sambil menggenggam tangan Ima.

"Iya, aku juga udah mikirin itu kok, Mas. Aku pingin yang terbaik untuk anak kita," sahut Ima.

"Untuk kamu juga," ujar Nick.

Ima tersenyum sambil menyandarkan kepalanya di bahu Nick. "Terima kasih ya, Mas. Aku seneng kamu menyambut kehamilan aku dengan bahagia," ucap Ima.

"Tentu. Ini kan anak aku juga. Masa aku gak happy? Gimana sih, kamu?" sahut Nick.

Ima hanya tersenyum.

Saat tiba di rumah, Ima melihat ada mobil mertuanya di sana. "Lho, ini kan mobil Mamih?" tanya Ima.

"Iya, Sayang. Ayo masuk!" ajak Nick.

Saat mereka hendak masuk, Rose langsung menyambut menantunya itu. "Assalamualaikum ... akhirnya bumil pulang juga," ucap Rose.

"Waalaikumsalam ... Mamih kok mau datang gak bilang-bilang? Tau gitu tadi aku beli kue dulu di jalan," tanya Ima. Ia bingung mengapa mertuanya tahu ia sedang mengandung.

"Datang ke rumah anak sendiri gak perlu bilang, kan? Lagian Mamih gak butuh kue. Mamih cuma mau ketemu kamu dan calon cucu Mamih," ucap Rose, sambil mengusap perut Ima.

"Terima kasih, Mih. Tapi Mamih tau dari mana kalau aku hamil?" tanya Ima. Ia tidak merasa pernah memberi tahu mertuanya itu.

"Siapa lagi kalau bukan suamimu. Dia itu semangat banget ngasih tau kami kalau kamu hamil, Sayang," jawab Rose.

Ima langsung menoleh ke arah Nick. Pria itu pun membalasnya dengan senyuman.

"Ya sudah, lebih baik kita masuk dulu!" ajak Nick.

Mereka semua pun masuk ke rumah dan duduk di ruang tengah.

"MasyaaAllah, Mamih seneng banget, Sayang. Akhirnya sebentar lagi bisa punya cucu. Gak nyangka ternyata kamu bisa kasih kami cucu secepat ini," ucap Rose.

Ia semakin sayang pada Ima karena mampu memberikan cucu untuknya dalam waktu yang sangat cepat. Mungkin, jika tidak ada tragedi seperti kemarin, sampai saat ini Ima belum menyadari bahwa dirinya tengah mengandung. Sebab pernikahan mereka baru dua minggu.

"Alhamdulillah ... ini rejeki dari Allah, Mah," jawab Ima.

"Kamu emang gak salah pilih istri, Nick! Pokoknya kamu harus jaga istri dan anakmu baik-baik! Jangan sampai cucu dan menantu Mamih ini kenapa-kenapa, paham!" pinta Rose.

"Siap, Mih! Aku pasti menjaga mereka," jawab Nick. Kemudian ia mengeluarkan sesuatu. "Ini hasil USG tadi, Mih," ucapnya.

Ia begitu bangga menunjukkan foto janin yang ada di tangannya tersebut. Rose pun menerimanya dengan senang hati.

"Ya Tuhan, cucu Mamih," lirihnya sambil menitikan air mata. Ia terharu karena akan memiliki cucu dari menantu solehahnya itu.

Rose pun langsung memeluk Ima. "Mamih bangga sama kamu, Nak," bisiknya.

"Terima kasih, Mih," jawab Ima. Ia pun senang karena begitu disayangi.

"Sayang, tadi katanya kamu capek, mau istirahat?" tanya Nick.

"Oh, ya udah sana kamu istirahat! Pokoknya jangan sampai kelelahan!" ucap Rose.

"Gak apa-apa, Mih. Masa ada Mamih, aku malah istirahat. Lagian cuma duduk di sini, kok," jawab Ima.

"No! Mamih gak mau ganggu kamu. Kalau begitu Mamih pamit. Tapi mungkin nanti akan sering datang ke sini untuk melihat kondisi kamu ya, Sayang," ucap Rose.

"Yah, kok pergi? Kamu sih, Mas! Mamih jadi pergi, kan," keluh Ima.

"Udah, gak apa-apa. Mamih juga tadi cuma mampir karena pingin lihat kamu. Sekarang sudah ketemu dan kamu sehat. Mamih sudah lega."

Rose pun berpamitan dengan mereka.

Setelah Rose pulang, Ima merangkul lengan suaminya. "Mas!" panggilnya.

"Iya, Sayang?" tanya Nick.

"Pingin dikelonin," ucap Ima, malu-malu.

Ustadzah Dinikahi Mafia TampanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang