Berlian dan Geva tidak banyak bicara selama mereka duduk bersama di kafe. Berbeda dengan Giana dan Jessie yang langsung akrab.
Jangan tanya bagaimana kedua teman Jessie. Mereka sibuk dengan ponsel masing-masing, membuat cerita yang dibagikan ke dalam akun media sosialnya.
"Jadi, kamu pindah dari London ke sini?" tanya Giana pada Jessie.
"Iya. Aku kuliah di Jakarta dan tinggal sama mereka." Jessie menunjuk kedua temannya yang sedang cekikikan.
"Kamu cuma bertiga aja di penthouse? Nggak takut?"
"Enggak, dong. Setan yang takut sama mereka." Jessie menunjuk kedua temannya lagi dan mereka langsung protes, sedangkan Giana tertawa geli.
"Kok Niall nggak diajak?" tanya Berlian setelah menyimak cukup lama.
"Hari ini dia ada urusan sama Louis katanya."
Louis lagi. Nama Louis bagaikan mantra yang membuat lidah Berlian kelu setiap kali mendengarnya.
"Oh iya, aku sama Berlian liat kamu sama Pak Louis di Sunflower Land beberapa hari lalu. Iya, kan, Be?" Geva menelengkan kepalanya ke arah Berlian yang mengangguk kecil.
"Rumah Berlian di Sunflower Land?" Jessie mengunyah kentang goreng.
"Enggak, kok. Bukan. Kebetulan aku pengin liat rumah di sana aja, tapi ternyata mahal," pungkas Berlian.
"Pak Louis," cibir Sherly yang kemudian cekikikan bersama Fanisya.
"Dia atasanku di kantor," papar Geva. "Dia siapanya kamu, Jess? Pacar? Mantan? Kakak?"
Jessie mengibaskan dan memutar matanya malas. Sedangkan kedua temannya tertawa terbahak-bahak seolah Louis adalah sebuah lelucon bagi mereka.
"Louis itu siapanya aku, ya? Hmm, dia temannya kakak iparku, sih. Kalau di bilang dia temanku, ya enggak juga, sih. Mungkin kerabat kali, ya," tutur Jessie. "Dia atasanmu? Kukira hidupnya dia cuma mengatur hidup orang-orang di sekitarnya aja."
"Iya dia atasanku. Tapi, Pak Louis itu katanya orang kepercayaannya Pak Steels. Nah, kamu kerabatnya juga?"
"Adik iparnya!" sahut Sherly dan Fanisya bersamaan. Mereka sangat kompak. Sedangkan Berlian dan Giana membolakan matanya dengan sempurna.
Geva baru ingat, kalau Arkan pernah bercerita padanya soal bagaimana kakaknya Jessie lebih memilih pria asing keturunan Indonesia-Italia dibandingkan dirinya, kemudian dia menikah dengan pria asing asli Inggris, yaitu pemilik Steels Corp.
"Oh iya! Aku baru ingat! Arkan pernah cerita," kekeh Geva sembari menggaruk pelipisnya.
"Pasti dia cerita kalau dulu nge-fans sama kakakku, ya?" Jessie tergelak dan Geva mengangguk.
"Be, kamu sakit?" tegur Geva pada sahabatnya yang mendadak pucat pasi.
Di dalam pikiran Berlian, dia memikirkan untuk membuat rencana dan tujuan setelah mendengar penuturan Jessie barusan.
Dia bertujuan untuk mendekati Louis, yang mana jika memang dia dapat membuat pria itu tertarik, maka dia dapat menghindari perjodohan dari keluarganya dan juga pertanyaan-pertanyaan memuakkan seputar pernikahan.
Sudut bibir Berlian berkedut. Dia menahan senyum karena isi pikirannya sendiri."Berlian," panggil Geva lagi sambil menyentuh tangan wanita itu.
Berlian terkesiap. Dia mengerjapkan matanya beberapa kali, kemudian melirik ke arah tangannya yang masih di sentuh Geva.
Menyadari Giana sedang memerhatikan, buru-buru Berlian menarik tangannya sehingga Geva pun terkesiap.
"Maaf. Aku melamun," kata Berlian yang kemudian menyesap minumannya.
"Melamun jorok pasti," seloroh Geva yang mana langsung mendapat cubitan di lengannya dari Berlian. "Be, ampun! Astaga! Sakit!" pekik Geva. Suara pria itu menarik perhatian pengunjung kafe.
Beberapa pengunjung sudah mencibir mereka sejak tadi, karena hanya mereka yang berisik dan menarik perhatian. Terlebih suara Jessie dan kedua temannya yang sepertinya cocok tinggal di tengah hutan.
"Jadi, kamu adik iparnya pemilik Steels Tower? Enak, ya, Jess ... dapat previlege tinggal di penthouse?" Giana terkekeh.
"Enak dan nggak enak, sih, sebenarnya. Enak karena jadi bagian dari keluarga orang tajir di Eropa," kelakar Jessie. "Nggak enaknya, mau apa-apa agak repot. Terlebih ada Louis yang banyak mengatur." Dia mendengkus kesal.
Nampaknya Jessie sangat tidak menyukai sosok Louis."Louis tinggal sama kamu juga, Jess?" tanyaku sedikit penasaran.
"Enggak. Harusnya sih, dia besok balik ke London bareng Niall. Pusing Be, ada dia di sekitarku. Ruang gerakku jadi terbatas."
"Aku juga pusing," sambar Fanisya. "Pusing mikirin caranya jadi pacar Louis." Dia dan Sherly kembali tertawa.
Berlian meninggikan sebelah alis matanya. Dalam hatinya berkata, "ada sainganku, nih."
Menit berganti jam. Tidak terasa langit sudah mulai gelap dan ponsel Jessie sejak tadi berbunyi terus. Sudah terdapat lebih dari sepuluh panggilan tak terjawab dari Louis.
"Jess, kok, nggak diangkat?" Giana menunjuk ponsel Jessie yang diletakkan di atas meja.
"Biarin aja, nanti juga dia datang," jawabnya santai kemudian berdiri dari kursinya. "Aku ke toilet dulu, ya. Ada yang mau ikut?"
"Aku!" Kedua temannya langsung bangkit dan ikut bersama Jessie ke toilet.
Tinggallah Berlian dan Geva yang merasa canggung. Berbeda dengan Giana yang tetap santai memakan pizza.
"Kamu nggak makan, Be?" Giana mendorong piring pizza ke arah Berlian. "Masih ada nih."
"Berlian nggak suka paprika," ujar Geva membuat Giana mengerutkan kening. Pria itu tidak melihat raut wajah Giana. Dia sibuk menyingkirkan paprika dari atas pizza kemudian memberikannya pada Berlian. "Nih, udah nggak ada paprikanya."
"Makasih, Ge." Berlian langsung menggigit potongan pizza yang diberikan oleh Geva.
Sejak tadi Berlian tidak menyentuh makanan apapun. Tapi setelah Geva memberikan satu potong pizza, dia langsung memakannya.
"Kamu mau?" Giana membawa potongan pizza yang sudah digigitnya ke depan wajah Geva. Dengan sedikit memaksa, dia menyuapi Geva dan membuat Berlian ingin sekali menertawai wajah sahabatnya yang terlihat sangat terpaksa itu.
Menahan tawa susah payah, Berlian sampai terbatuk karena tersedak potongan jamur dari pizza.
Geva segera bergeser, dia memberikan segelas air untuk Berlian sembari mengusap punggung wanita itu.
"Sukurin!" bisik Geva di sampingnya.
"Sialan!" Berlian mendorong wajah Geva menggunakan telapak tangannya.
Suasana di rooftop tiba-tiba sedikit riuh. Geva mencolek Berlian yang sedang memukuli dadanya pelan.
"Psst! Be, liat itu!" desis Geva sembari menunjuk menggunakan dagunya ke arah belakang sahabatnya.
"Apa, sih?!" omel Berlian padanya.
"Hai, Berlian!" Suara itu!
Giana yang sedang mengunyah pun mendadak berhenti. Mulutnya sedikit terbuka dan matanya nyaris tidak berkedip.
KAMU SEDANG MEMBACA
Friends With Berlian || Liam Payne
Fiksi Ilmiah18+ 》Follow sebelum membaca《 》Pilihlah bacaan yang sesuai《 》Jadilah pembaca yang bijak《 . . . Gevariel percaya cinta, tapi Berlian, tidak. Bagi Berlian, cinta hanyalah omong kosong yang tujuannya untuk mencari pasangan yang dapat memuaskan hasrat...