Pertemuan Yang Canggung

73 16 2
                                    

Menghabiskan waktu seharian bersama Giana. Satu piring brownies keju buatan wanita itu sudah kandas sejak sore. Mereka memutuskan untuk memesan makanan cepat saji sambil menonton drama series yang membuat Giana menangis tersedu-sedu.

Beberapa kali Geva memeriksa ponselnya—berharap akan mendapatkan pesan dari Berlian. Tapi sayang, sahabatnya tidak mengirimi pesan apapun atau sekedar memberitahu bagaimana hasil pemeriksaannya dengan dokter kandungan siang tadi.

Jujur saja, sebenarnya Geva sangat khawatir dengan kondisi Berlian. Tapi ada rasa yang membuatnya menahan diri untuk tidak menghubungi wanita itu lebih dulu.

Tapi hingga hampir malam, Geva masih saja gelisah memikirkan Berlian. Hingga akhirnya seperti biasa, dia mengalahkan egonya dan mengirim pesan pada Berlian.

Geva :
Be, gimana? Tadi jadi cek ke dokter kandungan?

Pesan pertana tidak dibalas hingga sepuluh menit. Geva sangat mengenal Berlian. Wanita itu tidak pernah melepaskan ponselnya, terlebih di saat malam hari. Seolah benda pipih itu melekat di telapak tangannya.

Geva :
Be, bales dong. Aku mau tau. Kamu nggak apa-apa kan?

Pesan kedua menyusul, dan lagi-lagi tidak dibalas oleh Berlian. Hingga akhirnya Geva merasa jengkel dan mengirim pesan terakhirnya.Geva :Semoga baik-baik aja.

.

.

.


"Aku bosen, Ge," keluh Giana yang baru saja menamatkan drama series season pertama. "Keluar, yuk!"

Geva mengalihkan pandangannya dari ponsel. Dia segera meletakkan ponsel pintarnya ke atas meja dalam posisi layarnya menghadap ke bawah, sehingga bila ada pesan atau panggilan masuk ... Giana tidak dapat melihatnya.

Entah kenapa Geva menjadi peduli akan Giana terhadap notifikasi di ponselnya.
"Keluar ke mana?"

Giana mengerucutkan bibir seraya berpikir. "Uhm, kelab? Bar?"

Geva melirik jam dinding. "Masih terlalu sore ke kedua tempat itu, Gi."

"Sekarang malam minggu, Geva. Jalanan macet pasti. Nggak apa-apa lah siap-siapnya dari sekarang. Mau nggak?" Giana melingkarkan kedua tangannya ke leher Geva. Dia memanjat untuk duduk di pangkuan Geva—mendekatkan wajahnya ke wajah pria itu.

"Aku coba ajak Arkan, ya?"

"Boleh." Giana mengecup bibir Geva. "Makasih, ya."

"Untuk apa?" Giana menggelengkan kepala. Dia bangkit dari posisinya dan berjalan ke pintu.
"Mau ke mana?"

"Ambil pakaianku. Nggak mungkin aku pergi dengan piyama ini, kan?" Wanita itu menarik bibirnya ke bawah dan Geva tertawa kecil kemudian mengangguk.

Tepat setelah Giana keluar dari unitnya. Berlian membalas pesannya sangat singkat.

Berlian :
Semuanya baik-baik aja.


Geva membolakan matanya tidak percaya membaca pesan masuk dari Berlian yang biasanya sangat rewel secara langsung maupun rewel melalui sebuah ketikan pesan.
"Pasti nggak baik-baik aja," gumam Geva.

Beberapa saat kemudian, pintu unitnya diketuk. Menghela napas panjang, Geva berjalan malas untuk membukanya.

"Berlian?" Pria itu cukup terkejut sewaktu melihat Berlian.

Friends With Berlian || Liam PayneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang