Ponsel yang rusak, membuat Berlian merasa bosan tidak melakukan apapun. Biasanya dia akan menjelajahi laman media sosial untuk mencari hiburan, atau sekedar berkunjung ke laman belanja online dan memasukkan barang-barang incaran ke dalam keranjang, walau akhirnya hanya menumpuk—tidak dibeli.
Dia masih merasa lemas, terlebih karena perutnya belum terisi sejak pagi. Selain karena sedang merasakan sakit, Berlian juga malas dan sialnya ponsel pun rusak sehingga dia kesulitan memesan makanan.
Sudah hampir empat jam, Berlian hanya berbaring di atas ranjangnya. Berguling ke kanan dan ke kiri. Memikirkan masa depan kemudiab ketiduran. Terbangun dan tenggelam dalam kekhawatiran yang bersarang dalam benaknya.
Suara pintu pagar dibuka membuat Berlian seperti baru saja mendapatkan sinar di tengah kegelapannya.Sempat tersandung bagian ujung karpet sewaktu berjalan, Berlian tidak peduli. Dia berdoa dalam hatinya, semoga Geva pulang membawa makanan untuknya.
Membuka pintu dengan antusias. Berlian mendapati Geva sedang menunggu seseorang keluar dari dalam mobil.
Menyadari Berlian sedang memerhatikan, Geva segera menghampirinya. "Ya ampun! Kamu baik-baik aja, kan, Be?" Geva memeriksa setiap inci dari tubuh Berlian. Raut wajahnya menyiratkan kekhawatiran yang terpapar dengan jelas.
"Aku laper," keluh Berlian sembari mengerucutkan bibirnya.
Gemas. Geva tidak kuat menahan tangannya untuk tidak mencubit bibir Berlian. "Bibirmu itu, astaga!"
"Kenapa?" Berlian sengaja memajukan bibirnya. "Mau? Nih!" tantang Berlian.
"Awas, ya, kamu!" ancam Geva dengan suara tertahan. Berlian tertawa.Suara pintu mobil yang ditutup membuat Berlian mengalihkan pandangannya. Melihat sosok yang baru saja keluar dari dalam mobil membuat tawanya seketika hilang.
"Hai, Berlian!" Sapaan ramah itu mulai akrab di telinga Berlian. Selalu dengan senyum yang sama setiap kali menyapa, Louis memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana.
"H-hai." Berlian berdeham. "Kalian kenapa ke sini?" Mendengar pertanyaan itu, Geva praktis melotot pada sahabatnya. "M-maaf. Ayo silakan masuk." Berlian membuka pintu rumahnya lebar-lebar, mempersilakan kedua pria itu masuk.
Sambil melewati Berlian, Louis sempat menyeringai. Perasaan Berlian mendadak campur aduk. Dia kebingungan tapi berusaha untuk tetap terlihat biasa saja.
"Be, tadi Pak Louis beliin sop iga, nih." Geva berjalan ke dapur. "Pak, tunggu sebentar, ya. Be, temenin ya." Geva bicara pada Louis kemudian pada Berlian.
"Silakan duduk," ucap Berlian mempersilakan dengan ramah.
"Berapa kali harus diingatkan, panggil namaku aja kalau di luar urusan kantor, Ge." Louis menggelengkan kepalanya. "Terima kasih. Bagaimana kabarmu, Berlian?" tanya Louis masih dengan senyum yang tadi.
Bukankah dia sudah menanyakan kabar melalui pesan singkatnya dan Berlian sudah membalasnya. Kenapa pria itu bertanya lagi? Sekedar basa-basi atau memang sengaja menguji Berlian?
"B-baik."
"Katanya Geva, kamu sakit?"
"Sialan, Geva! Untuk apa dia cerita sama Louis? Bikin malu aja!" gerutu Berlian dalam hati.
"Biasa. Berlian 'tuh, emang manja orangnya." Geva berjalan ke ruang makan, menyajikan sop iga yang aromanya membuat perut Berlian keroncongan.
Louis terkekeh. Menatap Berlian dalam-dalam. Hanya dengan menatap seperti itu saja, Berlian dibuat tidak berdaya oleh pria itu.
"Be, ayo makan! Pak—eh, Lou maksudnya. Ayo makan bareng!" ajak Geva penuh semangat.
"Boleh aku menumpang ke toilet?" Louis bangkit dari sofa. Berlian juga ikut bangkit.
"Silakan," jawab Berlian dengan napas tertahan.
"Di sebelah mana toiletnya?"
"Be, tolong kasih tau itu. Dianter gitu loh," perintah Geva yang kini tengah sibuk menyiapkan piring dan alat makan.
"I-ya."
Kalau bukan karena ada Louis. Dapat dipastikan, Berlian sudah mengamuk pada Geva karena telah memerintahnya seperti tadi.
Pasrah. Berlian menunjukkan letak kamar mandi yang sebenarnya Louis sudah tahu. Tapi pria itu bersandiwara di depan Geva.
"Kuberikan piala oscar untukmu setelah ini," desis pelan Berlian di depan pintu kamar mandi.
"Silakan, ini kamar mandinya." Wanita itu berujar dengan suara yang sedikit lantang, supaya Geva dapat mendengarnya.
Louis terkekeh. Dia mengecup leher Berlian sebelum masuk ke dalam kamar mandi.Berlian panik! Dia memeriksa Geva yang masih sibuk di ruang makan. Dia takut kalau sahabatnya itu melihat apa yang baru saja dilakukan Louis padanya.
"Sinting! Bisa-bisanya dia melakukan itu di saat ada Geva. Padahal, dia sendiri yang minta aku merahasiakan apa yang terjadi di antara kami. Bule gila!" gerutu Berlian dalam hati. "Mau apa, sih, dia ke sini sekarang?"
"Ge, kamu ngapain ngajak dia ke sini? Bukannya kamu mau pulang ke tower dulu, abis itu nginep di sini?" bisik Berlian sambil menuangkan air ke dalam gelasnya.
"Ponselmu mati, Be. Aku panik! Takut kamu kenapa-kenapa. Jadinya aku ke sini dulu deh. Dengan baik hati Louis mau antar aku ke sini dan beliin kamu sop iga, nih!" Dia menunjuk tiga buah porsi sop iga di atas meja makan.
Apa yang dikhawatirkan Berlian siang tadi, benar-benar kejadian. Percuma saja dia membuat alasan agar Louis tidak mampir. Nyatanya sekarang pria itu tengah berbincang serius dengan
Geva sembari menyantap makanannya.
Rasa lapar Berlian pun seketika hilang. Selera makannya tidak ada lagi—pergi begitu saja sewaktu melihat kehadiran Louis tadi.
"Be! Berlian!" Geva menepuk bahu Berlian dan wanita itu mengerjap.
Tersadar dari lamunan, Berlian melotot ke arah mangkuk sop iga miliknya. Sejak tadi dia hanya mengaduk-aduk sop iganya sampai kuahnya berceceran keluar dari mangkuk.
"M-maaf." Mengambil napkin untuk membersihkan kekacauan yang dibuat olehnya. Louis dengan baiknya ikut membantu. "Nggak perlu, biar aku aja," sergah Berlian.
"Aku perhatiin, akhir-akhir ini kamu sering banget melamun. Mikirin apa, sih? Jodoh?"Berlian memejamkan mata. Dia mengatur napasnya agar dapat mengendalikan emosinya yang mulai terpancing.
Seperti kebiasaan yang tidak dapat dihilangkan. Selalu saja Geva menguji kesabaran Berlian dengan perkataannya yang seringkali sembarangan, yang tujuannya untuk membuat wanita itu malu di hadapan orang lain.
Dalam hatinya, Berlian menyumpah serapahi Geva. Dia berharap makan malam bersamanya segera berakhir detik ini juga.

KAMU SEDANG MEMBACA
Friends With Berlian || Liam Payne
Science Fiction18+ 》Follow sebelum membaca《 》Pilihlah bacaan yang sesuai《 》Jadilah pembaca yang bijak《 . . . Gevariel percaya cinta, tapi Berlian, tidak. Bagi Berlian, cinta hanyalah omong kosong yang tujuannya untuk mencari pasangan yang dapat memuaskan hasrat...