Dokter wanita bernama Anjani memerhatikan dengan raut wajah yang sulit untuk dijelaskan sejak pertama kali Berlian memasuki ruangannya, ditemani oleh Louis.
Pria itu benar-benar menemani Berlian untuk memenuhi janji temunya dengan dokter kandungan sore ini. Louis ingin memastikan sendiri, bahwa semuanya baik-baik saja sebelum dia kembali ke London.
Walau sudah ditolak oleh Berlian dalam berbagai bahasa dan alasan, tapi tetap saja Louis berada di dalam garis ketegasannya yang mana membuat Berlian akhirnya hanya dapat mengalah dan pasrah menurutinya.
"Hemoglobin Ibu Berlian rendah, sehingga menyebabkan anemia. Ibu kekurangan zat besi dan vitamin B12."
"Anemia?" Sejak dirinya belum mengetahui sedang mengandung,
Berlian memang cepat sekali kelelahan dan seringkali juga merasa pusing. Dia kira, itu karena terlalu banyak beban pikiran.
"Bagi ibu hamil, setidaknya dibutuhkan dua koma enam microgram asupan vitamin B12 dan dua puluh tujuh milligram zat besi. Nutrisi yang baik dapat mencegah anemia saat hamil," lanjut Dokter Anjani.
"Lalu, kalau sudah seperti ini ... bagaimana penyembuhannya? Anemia tidak bahaya untuk ibu hamil, kan?"
"Ibu dapat meningkatkan asupan zat besi dan vitamin B12. Baik dalam bentuk suplemen atau makanan yang Ibu makan sehari-hari. Contoh makanannya yang dapat membantu di antaranya; daging merah, sayura-sayuran, buah, telur, kacang-kacangan dan ikan."
Dokter Anjani memberi jeda sebentar. Mencuri pandang pada Louis yang sejak tadi duduk dalam diam yang tenang di samping Berlian. "Bila bertanya apakah bahaya untuk ibu hamil, mungkin jawaban yang bisa saya berikan adalah berisiko untuk janin di dalam kandungan Ibu Berlian."
"Berbahaya bagaimana, Dok?" Akhirnya Louis membuka suara. Dia mengubah posisi duduknya yang semula bersandar, kini menjadi duduk tegak dan raut wajahnya menyiratkan kekhawatiran. "Tapi, janin di kandungan Berlian baik-baik saja, kan?" Bahu Louis menegang.
Senyum Dokter Anjani mengembang. Dia mengangguk sebelum menjawab. "Janinnya sehat, Pak. Sejauh ini berada dalam kondisi yang normal."
"Syukurlah," helaan napas lega dan bahu yang perlahan kembali turun membuat Berlian menoleh dan terheran-heran. Pria itu benar-benar mengkhawatirkan janin yang belum tentu adalah darah dagingnya.
"Tolong dibantu untuk memperbaiki pola makan dan asupan nutrisi ... istrinya, ya, Pak?" Kalimat itu lebih mirip seperti sebuah pertanyaan.
Keraguan dalam suara Dokter Anjani saat mengucapkan kata 'istri', terwakilkan jelas dalam keraguan raut wajahnya.
Sejak awal masuk ruangan, Louis memperkenalkan dirinya sebagai suami Berlian. Sewaktu akan membantah, Louis sudah lebih dulu melayangkan senyum dan kode mata yang dimengerti oleh Berlian.
Nampaknya, Dokter Anjani benar-benar tidak yakin kalau Berlian dan Louis adalah pasangan suami-istri. Pasalnya sejak tadi, tatapam bolak-baliknya terhadap Berlian dan Louis seolah sedang mencari kebenaran dan keyakinan untuk dirinya sendiri.
"Saya akan memastikan istri Saya mendapatkan asupan nutrisi yang tepat." Menelenkan kepalanya pada Berlian setelah memberikan senyuman terbaiknya pada Dokter Anjani.
Kata 'istri' yang diucapkan Louis ditambah dengan ekspresinya kini, membuat Berlian mengulum bibir. Mati-matian dia berusaha untuk tidak meledakkan tawanya.
Terlebih ketika pria itu tiba-tiba meraih tangan Berlian, membawanya ke atas meja dan menjalin jemarinya ke celah jemari Berlian—praktis membuat Dokter Anjani terperangah.
Sepertinya Louis berbakat menjadi seorang aktor. Dia berhak mendapatkan piala Oscar untuk pemenang peran pria terbaik dalam berpura-pura menjadi kekasih dan suami Berlian dalam kesempatan yang berbeda.
Untung saja Dokter Ezra sedang menghadiri seminar di luar kota sehingga digantikan oleh Dokter Anjani. Bayangkan, bagaimana jika yang duduk di hadapan Berlian saat ini adalah dokter tampan itu? Pasti dia akan berpikir kalau Berlian selama ini telah bermain api dengan pria lain, di belakang suaminya.
Pria lain yang dimaksud adalah Geva. Pria yang pernah mengaku sebagai kekasihnya saat membawa Berlian ke ruang gawat darurat beberapa bulan yang lalu. Atau kemungkinan lainnya, dokter tampan itu akan berpikiran dan beranggapan yang lebih buruk lagi pada Berlian.
Menggelengkan kepalanya cepat-cepat. Berlian mengusir semua bayangan acak yang berada di kepalanya. Untuk apa memedulikan tentang pikiran orang lain terhadap dirinya, yang belum tentu benar?
Melihat Berlian tengah menundukkan kepalanya. Louis segera melingkarkan lengannya ke pinggang wanita itu, yang mana membuat Berlian tersentak dan mengangkat wajah, akhirnya.
"Kamu memikirkan apa, Sayang?" Kata 'sayang' itu sungguh menggelitik telinga Berlian. Dia menoleh dan tersenyum.
Tangan Berlian terulur mengusap dagu Louis yang kini justru membuat pria itu terkejut karena tidak menyangka kalau Berlian akan membalas menjahilinya. "Tidak ada."
Jijik. Berlian sudah tidak kuasa untuk meledakkan tawanya yang sejak tadi dia tahan.
Rupanya, Louis menyukai peran yang tengah dia lakukan sekarang. Mendekatkan keningnya ke kening Berlian, dia bahkan tidak peduli akan pendapat Dokter Anjani yang sejak tadi hanya diam memerhatikan.
"Ini kehamilan pertamanya, Dok. Jadi ... sepertinya istri saya masih perlu menyesuaikan diri dengan perubahan bentuk perutnya yang sekarang sedikit membuncit karena kehadiran buah hati kami."
"Tuhan, pengin kujambak rambut Louis sekarang," jerit Berlian dalam hatinya.
Tapi pada akhirnya Berlian tersenyum miris untuk dirinya sendiri.
"Saya mengerti. Tapi, jangan sampai Ibu Berlian stres ya. Karena itu akan mempengaruhi kesehatan Ibu sendiri juga janin yang ada di kandungan," pesan Dokter Anjani.
"Berarti kita harus sering-sering berhubungan, Sayang. Supaya kamu tidak stres. Ya?" Senyum yang disunggingkan Berlian kini adalah senyum di mana dia ingin sekali mencabut lidah Louis.
Dokter Anjani menggelengkan kepala mendengarnya. Mungkin bukanlah sesuatu yang tabu bagi seorang dokter kandungan, tapi perkataan Louis barusan cukup membuat Berlian merasa malu.
"Benar, kan, Dok? Berhubungan intim dapat membantu mengurangi stres, kan?" Louis mencari pembenaran dari pertanyaannya.
"Benar, Pak. Namun, mengingat adanya riwayat pendarahan yang dialami oleh Ibu Berlian, sebaiknya berhati-hati dalam melakukan hubungan intim. Karena memasuki trimester kedua ini, justru dianjurkan untuk melakukan hubungan intim, namun harus dipastikan Ibu berada dalam posisi yang tepat agar tetap nyaman."
Berlian memejamkan matanya dan menggelengkan kepala sesaat setelah melihat seringai jahil bercampur dengan seringai cabul yang Louis berikan sewaktu Dokter Anjani memberikan anjuran berhubungan intim.
Sungguh, ini adalah pertemuan paling memalukan dalam hidup Berlian. Bila Louis adalah benar-benar suaminya, mungkin dia tidak akan merasa se-malu ini sekarang.
Apa? Suami? Tidak! Bahkan tidak pernah terlintas untuk memiliki seorang suami dalam benak Berlian. Lagi-lagi wanita itu menggelengkan kepalanya.
"Dengarkan apa kata Dokter Anjani, memasuki trimester kedua ... justru dianjurkan berhubungan intim, Sayang." Tangan Louis mengusap punggung tangan Berlian dan seringainya sungguh mengganggu isi kepala Berlian sekarang. Dia ingin membanting Louis ke atas ranjangnya segera ketika pria itu menekankan kata 'anjurkan'.
"Iya, Sayang." Akhirnya Berlian menanggapi dengan senyum yang terlalu dibuat-buat dan tangan yang mencengkram tangan Louis kuat-kuat.
Kedutan di sudut bibir Louis adalah bukti bahwa dirinya juga tengah menahan tawanya saat ini.
Suara robekan kertas membuat pasangan palsu itu menoleh. Dokter Anjani nampaknya mulai muak dengan mereka berdua, sehingga dengan sengaja merobek kertas resep dari bukunya dengan cukup kencang, lalu memberikannya pada Berlian.
"Ini resep untuk suplemennya, ya, Ibu Berlian."
"Terima kasih, Dokter Anjani. Senang sekali dapat berkonsultasi dengan Anda," ujar Louis. Dan Berlian juga mengucapkan terima kasih setelahnya.
"Kamu gila!" Itulah kalimat pertama yang keluar dari mulut Berlian setelah dia dan Louis berjalan menuju loket administrasi.
Tawa mereka berdua pun akhirnya pecah setelah menahannya cukup lama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Friends With Berlian || Liam Payne
Ficção Científica18+ 》Follow sebelum membaca《 》Pilihlah bacaan yang sesuai《 》Jadilah pembaca yang bijak《 . . . Gevariel percaya cinta, tapi Berlian, tidak. Bagi Berlian, cinta hanyalah omong kosong yang tujuannya untuk mencari pasangan yang dapat memuaskan hasrat...