Tawaran dari Louis

20 2 0
                                    

Geva sudah mulai bosan menemani Giana menonton serial drama korea kesukaannya. Pria itu tidak menyukai drama korea, atau drama apapun. Terlebih drama kehidupan. Walau masuk ke dalam kategori pria romantis, tapi Geva tidak menyukai jenis film, serial televisi, apa lagi buku bacaan tentang percintaan.

Itulah kenapa dia sedikit berbeda dari kebanyakan pria yang mencontek adegan romantis dalam film untuk mengungkapkan perasaannya terhadap lawan jenis. Karena Geva tidak mencontek film mana pun.

"Kasian banget, Ge. Bukan cuma sedih dan sakit hati, pasti malu banget." Giana sudah menangis tersedu-sedu, ketika pemeran utama pria yang ditinggal di hari pernikahannya. "Ih, kamu nggak nonton, ya?" decak Giana sebal ketika mendapati Geva sedang memainkan permainan membangun peternakan di ponselnya.

"Ini ayamku udah bertelur, Gi."

"Ah, kamu nggak asik!" Giana berjalan ke dapur, mengambil beberapa camilan lainnya dari dalam lemari penyimpanan. "Kamu mau kopi nggak?"

"Enggak, Be!" sahut Geva tanpa sadar menyebut 'Be' bukannya 'Gi'. Hati Giana tergores tapi dia mencoba untuk tidak mempermasalahkan. Karena dia sudah berjanji pada dirinya sendiri, juga pada Geva, kalau dia akan membuat pria itu jatuh untuk mencintainya.

"Mau aku, nggak?" Giana memeluk leher Geva dari belakang sofa. Dia mencecap tengkuk pria itu sammpai ke tulang selangka.

Geva terkekeh dan mengunci ponselnya yang dia letakkan di atas meja. "Apa semua wanita hamil jadi agresif kayak kamu gini?" Geva mengecup bibir Giana singkat dan wanita itu terkekeh kemudian memutari sofa, duduk di samping Geva lagi.

"Katanya sih, begitu." Giana menyandarkan kepalanya di dada bidang Geva. Pria itu membelai rambutnya lembut dan menghujani wajahnya dengan kecupan hangat yang mana membuatnya tertawa geli.

"Kapan kita bisa tau jenis kelaminnya?" tanya Geva sembari mengelus perut Giana.

"Aku nggak mau cari tau jenis kelaminnya, ah. Biar aja nanti kejutan."

"Kenapa begitu? Aku kan, mau tau. Supaya kita bisa menyiapkan kebutuhannya. Mulai dari cat dinding kamarnya, pakaian dan masih banyak lainnya."

"Masih jauh untuk mikirin itu, Sayang. Emangnya kamu maunya anak kita berjenis kelamin apa?"

"Apapun, selama kalian sehat." Kecupan hangat mendarat di bibir Giana yang tengah tersenyum mendengar kalimat sederhana yang Geva ucapkan sebagai jawaban dari pertanyaannya. "Kamu nggak ngidam makan apa gitu, Gi?"

"Ngidam makan sosis sih."

"Sosis ayam atau sapi? Kayaknya kemarin aku beli deh, tapi ayam. Mau aku buatin? Dibakar atau digoreng?"

Giana tertawa. "Aku maunya sosis yang lain." Tangannya sudah menyelinap ke dalam celana pendek Geva dan menggenggam aset berharga pria itu. "Boleh?"

"Gi, aku takut beneran. Nanti konsultasiin ke dokter dulu ya?"

Giana cemberut. Dia menarik kembali tangannya dan menggeser tubuhnya menjauh dari Geva. Melipat kedua tangannya di dada dan mengalihkan pandangannya ke televisi yang masih memutar drama serial korea yang ditontonnya tadi. Menyesal, karena dia melewatkan lima menit pertama.

"Kok cemberut, sih? Jangan ngambek dong, Sayang." Geva menggoda Giana dan kembali menarik wanita itu ke dalam pelukannya, namun ditolak mentah-mentah. "Kalau kamu ngambek gitu jadi jelek, ih."

"Masa bodoh!"

"Ya udah, ayok deh!" Geva mengulurkan tangannya untuk menggoda Giana dengan mengusap paha wanita tersebut.

Tapi Giana menyingkirkan tangan Geva dari atas pahanya dan segera menutupinya dengan bantal sofa. "Nggak pengin lagi."

"Masa, sih?" Geva mendekati dan mulai meraba bagian pinggang hingga turun ke pinggul Giana, yang mana membuat tubuhnya meremang hebat. Tapi karena gengsi, dia berusaha untuk terlihat biasa saja. Walau rasa ingin yang besar sungguh menyiksanya saat ini. "Yakin nggak pengin?" desah Geva dengan sengaja untuk menggoda Giana.

Friends With Berlian || Liam PayneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang