Panggilan Video

27 3 0
                                    

"Be?" suara Niko memanggil dari depan pintu kamar diiringi ketukan ringan sebanyak dua kali. "Be, kamu udah tidur? Ini aku bawain makanan. Udah makan belum?"

Berlian mencengir lebar sewaktu membuka pintu. "Kamu beli apa?"

"Ramen. Tapi ... kayaknya mesti di panasin lagi deh kuahnya." Niko memberikan satu bungkus ramen dengan kuah yag terpisah. "Kari, level dua."

"Makasih, Nik." Berlian memajukan tubuhnya, mengintip ke luar. "Gimana kencannya?"

Niko menggaruk tengkuknya dan terkekeh. "Lancar. Dia ada di kamarku."

"Gerak cepet ya. Artinya ... bakalan ada hantaman di dinding lagi malam ini?"

"Kamu makan yang kenyang, supaya bisa tidur nyenyak." Niko menjulurkan lidahnya. Pria itu berjalan ke pintu kamarnya. "Pakai headphone dan jauhkan kasurmu dari dinding, Berlian," ujarnya sambil terkikik dan Berlian hanya menggelengkan kepala.

Sekarang sudah hampir pukul sebelas malam. Para penghuni indekos sudah masuk ke alam mimpi mereka masing-masing.

Beberapa orang baru saja kembali dari bekerja. Berlian belum mendengar suara-suara mengganggu dari kamar Niko setelah dia menghabiskan ramennya.

Suasana masih tenang. Saking tenangnya, membuat Berlian menjadi bosan karena tidak melakukan apapun. Perutnya sudah kenyang namun rasa kantuk belum juga datang.

Wanita itu meraih ponselnya. Membuka laman media sosial untuk melihat video-video lucu yang sedang viral belakangan ini. Bibirnya membentuk lengkungan senyum sewaktu melihat video Niall yang sedang bermain gitar, menyanyikan lagu Grenade – Bruno Mars. Suara pria itu sangat bagus dan sopan sekali masuk ke dalam indera pendengaran Berlian.

"Beda banget sama aslinya," gumam Berlian yang kini mengembangkan senyumnya saat mengingat seperti apa sosok Niall yang lucu dan menggemaskan. Sangat berbeda sekali dengan yang sedang dilihatnya kini.

Video Niall terhenti ketika panggilan video call darii Geva masuk. "Hai."

"Hai, Be." Geva baru saja berbaring di atas ranjangnya. Rambutnya sedikit basah dan wajahnya terlihat segar.

Sepertinya pria itu baru saja selesai mandi. "Kenapa belum tidur?" tanyanya sambil meraih sesuatu dari sisi ranjang dan membuat kamera mengarahkannya ke langit kamar hotel.

"Aku nggak bisa tidur, Ge. Kamu kenapa belum tidur?"

Berlian diam sebentar. Dia merasa aneh dengan pertanyaannya sendiri. Dia dan Geva tidak pernah melemparkan pertanyaan-pertanyaan basa-basi seperti itu sebelumnya.

Geva menghela napas panjang, sedetik kemudian wajahnya muncul kembali di layar ponsel. "Kamu udah makan?"

"Udah. Ramen."

"Enak banget!"

"Iya. Tadi Niko yang beliin." Seketika Geva cemberut dan membuat Berlian tertawa. "Kenapa cemberut begitu? Niko tadi pinjam mobilku untuk kencan."

"Alasan."

"Kenapa alasan? Beneran."

"Kan, aku udah bilang. Nggak usah ke kosan lagi, Be. Dasar keras kepala. Aku nggak suka kalau kamu dekat-dekat sama pria itu."

"Kenapa, sih? Niko baik, Ge."

"Tapi—"

Dug! Suara hantaman di dinding membuat Berlian melotot dan Geva juga mendengar suara itu. Sedetik kemudian Berlian terkikik dan berbaring miring memeluk gulingnya.

"Suara apa itu, Be?" Ada guratan khawatir di wajah Geva saat bertanya.

"Niko."

Dug! Suara hantaman di dinding kembali terdengar lebih kencang. Berlian menggelengkan kepala dan kembali terkikik.

"Apa yang dilakukan pria itu tengah malam begini? Memaku dinding?"

"Ina-inu sama wanitanya."

"Itu suara—astaga!" Geva mengerang di tempatnya. Ekspresi pria itu sungguh lucu dan berhasil meledakkan tawa Berlian. "Dinding kamar kosmu tipis banget, Be? Udah lah pulang aja ke Steels Tower."

Suara-suara hantaman di dinding menjadi lebih banyak dan lebih cepat disertai suara wanita yang memanggil nama Niko berulang kali. "Asal kamu tau, aku justru kangen suasana ini, Ge."

"Aneh. Kamu kangen dengerin temanmu itu ina-inu? Kamu naksir ya, sama dia?" tanya Geva dengan sebelah alis mata terangkat. "Ngaku, Be! Kamu naksir, kan? Jangan bilang kalau kamu kepikiran mau ina-inu sama dia juga."

"Sinting! Aku nggak naksir sama Niko, apa lagi sampai kepikiran mau ina-inu sama dia. Jangan ngawur ya, Ge."

Geva memutar matanya kemudian mendorong rambutnya dengan tangan. "Bagus. Kamu harus naksirnya sama aku aja."

"Nggak mau."

"Aku kurang apa, Be? Aku tampan dan bisa memuaskanmu."

"Jangan mulai."

"Be."

"Hm?"

"Aku kangen kamu." Tidak ada jawaban dari Berlian. "Adikku juga kangen kamu." Tiba-tiba saja Geva mengarahkan kameranya pada birahinya yang sudah mengeras dibalik celana boxer yang dikenakan pria itu.

Napas Berlian sedikit tertahan sewaktu tangan Geva perlahan menyentuh kejantanannya sendiri. Berlian tidak pernah melakukan video seks dengan siapapun. Dia tidak pernah menyukainya. Tapi entah kali ini ada dorongan dalam dirinya yang ingin melakukannya bersama Geva.

"Be."

"Hm?"

"Apa kamu juga kangen sama aku?"

Berlian diam sejenak, dalam hati wanita itu dia juga merindukan Geva, namun ... dia tidak ingin mengatakannya. Hanya saja, dorongan dalam dirinya ingin mengatakan sesuatu yang nakal.

"Aku kangen kamu di dalamku, Ge."

Geva kembali mengarahkan kameranya ke wajah. Pria itu mengulas senyum mesumnya yang mana membuat Berlian ikut tersenyum melihatnya. "Touch your body, Be," pinta Geva dengan suaranya yang menyerupai desahan tertahan.

Friends With Berlian || Liam PayneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang