Posesif Girl-3

10K 602 34
                                    

Klik bintang di pojok yaaa, cintaaah!!!

Terima kasih 😉

~

Angin pagi yang segar menerbangkan anak rambut gadis manis itu. Gadis yang sedang asyik melihat pemandangan di samping rumah yang merupakan kebun mini milik sang ayah.

"An! Sarapan udah siap ini!"

Suara menggelegar dari dapur membuat Ani kembali ke kenyataan. "Ya, Bu!"

Berjalan seraya menenteng tas kantor, Ani bergabung dengan ayah dan ibu di meja makan. Keluarga kecil itu memulai sarapan pagi seperti biasa.

"Ani, berangkat dulu, Yah, Bu." Ani selesai mencuci piring bekas sarapannya. Dia teringat tentang amanat kepala divisi untuk membimbing karyawan baru. Sebagai pembimbing tentu tidak lucu jika dia terlambat datang.

"Eh, tunggu! Diminum ini vitaminnya!" perintah ibu seraya menyodorkan sebuah vitamin dengan kemasan berwarna ungu menyala.

"Bu, ini vitamin mahal loh. Satu sachet harganya kayak cincin emas satu gram. Ibu dapat uang dari mana? Oh ya, kemarin juga waktu ayah rematik, obatnya juga yang mahal." Mata Ani menatap ibu dan ayah secara bergantian. Keluarganya tidak sekaya itu, pemirsa!

"Ah, Ayah sama Ibu menang lotre ya!!!" Tawa Ani memenuhi ruang makan.

"Lotre, lotre. Kebanyakan halusinasi! Udah itu diminum saja, biar yang beli senang," tukas ibu.

Ani yang tidak mau ambil pusing langsung meraih vitamin itu. Gadis itu kembali berpamitan dan menuju kantor dengan motor matic kesayangannya.

Jalanan pagi ramai seperti biasa. Hidup di salah satu kota besar, membuat Ani harus pintar memilih jalan agar tidak terjebak kemacetan. Jalanan umum tentu dipenuhi banyak pengendara yang memiliki urusan masing-masing.

Macam-macam manusia juga berada di jalan raya. Ada yang naik kendaraan umum, ada juga yang memilih berkendara sendiri, atau ada juga yang diantar pasangan.

Huh, Ani menghela napas. Terhitung sudah dua bulan statusnya kembali jomblo setelah pertunangan lima tahunnya dengan Ken kandas.

Sedih? Tentu saja, bahkan malam di mana dia memutuskan pertunangan, gadis itu seperti orang gila. Hampir saja menyakiti diri sendiri kalau ibu dan ayah tidak mencegah. Argh, malu juga kalau diingat!

Tapi yang namanya sedih dan pikiran kacau memang tidak bisa dikendalikan secepat itu. Ani masih ingat kalimat sang ayah 'sudah jangan menangis, kalau dia memang jodohmu dia akan kembali'

Kemungkinan besar, dia memang bukan jodoh Ani. Buktinya tanpa perlu repot lelaki itu tidak mengejar atau sekadar menjelaskan apa yang terjadi. Hati Ani merasa ngilu jika mengingat betapa tidak berharganya dia bagi lelaki itu.

Memang setelah malam itu, besuknya Ken datang tapi entah berbicara apa dengan orang tuanya, Ani tidak mau tahu. Dia saat itu ada di kamar. Selama hampir dua Minggu kesehatannya menurun.

Berkendara kurang dari setengah jam, akhirnya Ani sampai di kantor. Gadis itu langsung menuju divisi manajemen yang selama lima tahun ini berkecimpung dengannya.

"Tolong ya, An. Itu ada satu orang di divisi kita. Mohon untuk dibimbing."

"Baik, Pa. Siap!"

Ani menatap lelaki yang tentu jauh lebih muda berkemeja biru dongker itu.

"Wahyu Danendra Daffa Kurnia Agung S A." Ani membaca nama lengkap si pegawai baru yang ada di surat tugasnya. Gila! Ini nama apa gerbong kereta? Panjang bener.

"Panjang ya namanya?" Ani menaikkan sebelah alis.

"Ya, Mbak. Sepanjang jalan kenangan."

Mata Ani mengerjap pelan. Lelaki muda di depannya tersenyum tanpa dosa setelah mengatakan hal itu. Ini sepertinya tidak akan mudah!

Short Story: Our WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang