My Bestfriend-1

12.2K 452 19
                                    

Helooo, mana suaranya korban friendzone?

Masih stay di lapak ini tidak?

Vote dan komen jangan lupa!

Pembaca elit
Vote syulit

Chuaks🤣

~

Arumi terbangun saat merasakan napas hangat seseorang mengenai kulit lehernya. Dia mengerjap untuk menyesuaikan cahaya lampu yang sangat terang. Otaknya sedang mencerna situasi saat ini.

Lengan yang membelit perut Arumi membuat kejadian tadi malam terputar ulang di kepala. Arumi meremas rambutnya pelan, sepertinya setelah ini dia harus segera menghilang. Menghilang dari kehidupan lelaki yang sedang memeluknya erat.

Dengan perlahan, Arumi memindahkan lengan besar itu. Gadis, eh maksudnya wanita itu mencengkeram erat selimut yang menjadi pembungkus tubuh telanjangnya.

Berusaha bangkit dari ranjang, Arumi terus meringis karena merasa perih di area selangkangannya. Seluruh persendian ikut sakit, apalagi lututnya yang semalam terus terbuka lebar.

Pakaiannya dan lelaki yang masih pulas di atas ranjang teronggok tak berdaya di kaki tempat tidur. Arumi segera mengambil pakaiannya dan mulai mengenakan kain itu.

Memastikan tidak ada jejak dirinya yang tertinggal di kamar ini, Arumi segera pergi dari sana. Tak lupa dia juga memastikan tidak ada orang di luar kamar yang memergokinya.

Arumi segera turun ke lantai bawah. Perih di area bawahnya tidak sebanding dengan rasa sakit di hati wanita itu saat ini.

Sampai di kamar yang sudah tiga bulan ini ditempati, Arumi luruh di belakang pintu. Wanita itu menyembunyikan wajah di lipatan paha. Air matanya mulai mengalir, seiring ketakutan yang menjalar di kepala.

"Bodoh, kamu Arumi!"

"Apa sekarang kamu masih punya muka untuk menemui dia?" Arumi tidak sanggup membayangkan penolakan yang akan lelaki itu lakukan padanya jika menyadari kejadian tadi malam.

***

"Ini cewek ke mana sih? Ditelepon kok enggak diangkat?" gerutu Dito. Sejak beberapa hari yang lalu, sang sahabat tidak kunjung pulang.

"Mungkin memang lagi sibuk, To." Kekasih Dito, Sahira menenangkan lelaki itu.

"Masalahnya dia enggak biasa nginep di tempat kerja selama berhari-hari gini, Sayang. Aku cuman takut kalau dia hilang atau bahkan diculik, muka sama badannya yang pendek itu buat dia sering dikira anak sekolahan." Dito merangkul Sahira lebih erat. Keduanya sedang menghabiskan rasa rindu, setelah tiga hari tidak bertemu.

"Sembarangan kalau ngomong! Ih, jauh-jauh ah, nanti mama kamu lihat! Aku malu tahu enggak." Sahira berusaha menjauh dari jangkauan Dito.

"Yang, tahu enggak lusa aku mimpi apa?" Dito tersenyum penuh makna membuat Sahira mengerutkan kening. Tidak biasanya lelaki itu membicarakan tentang bunga tidur.

"Aku mimpi ehem-ehem sama kamu," bisik Dito. Sontak kalimat itu membuatnya mendapat tabokan dari Sahira.

"Aduh!"

"Pasti kamu mabuk lagi, kan? Iya, kan?" Sahira langsung berdiri. Tak lupa berkacak pinggang di depan lelaki yang sedang cengengesan itu.

"Maaf, Yang. Awalnya aku nolak, tapi gimana dong, anak-anak paksa buat minum."

"Ya, kamunya yang tegas dong! Tolak dengan tegas! Aku enggak mau tahu, ini yang terakhir kamu mabuk-mabukan. Syukur-syukur kamu enggak jadi santapan para wanita penghibur itu. Gimana kalau semisal kamu bangun di atas tempat tidur, tanpa sehelai benang, terus di samping kamu wanita girang itu?" Sahira mendelik.

Short Story: Our WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang