My Ex-4

21.7K 759 3
                                        

Wanita murahan, kalimat itu pernah disematkan untuk Tika. Tepatnya emat tahun lalu, saat dia baru saja mendapat surat kelulusan. Selain mendapat surat kelulusan, wanita itu juga mendapat surat keterangan positif hamil dari puskesmas.

Orang tua Tika marah, kecewa, dan tentu saja mendesaknya untuk mengatakan ayah dari anak yang dikandung. Awalnya Tika dengan senang hati mengatakannya, dia merasa lelaki itu akan bertanggung jawab dan sangat mencintainya tapi semua itu ternyata palsu.

Tika begitu bodoh mempercayakan seluruh hati dan jiwanya untuk lelaki bernama Sean Kingston. Nyatanya cinta yang diucapkan lelaki itu hanya palsu, demi sebuah taruhan lelaki itu mendekati Tika, mengambil hal paling berharga untuk wanita itu.

Untung sehari sebelum Tika memberitahu kedua orang tuanya tentang ayah si jabang bayi, wanita itu tidak sengaja mendengar semua fakta yang keluar dari mulut Sean dan sahabat lelaki itu. Saat itu Sean belum tahu kabar kehamilan Tika.

Andai Tika tidak mendengar kalimat menyakitkan Sean tentang taruhan itu, mungkin dia masih tidak percaya dengan kenyataan yang ada. Mungkin juga jabang bayinya sudah tumbuh menjadi anak yang menggemaskan perpaduan Sean dan Tika.

Tapi takdir tetaplah takdir, mungkin ini karma untuk Tika karena wanita itu begitu murah dan gampang terhasut oleh mulut manis lelaki. Jabang bayinya harus pergi karena Tika terlalu stres. Janin yang baru tumbuh sebesar biji jagung itu tidak tertolong, bahkan dia tidak disadari kehadirannya oleh sang ayah.

Tika menoleh ke arah jendela bus, melihat banyak orang yang berlalu-lalang di terminal, sibuk dengan urusan masing-masing. Akhirnya, setelah tiga jam duduk di salah satu kursi tunggu di terminal, Tika memutuskan untuk naik bus yang akan mengantarnya kembali ke kampung.

Soal pekerjaan, Tika tidak peduli lagi. Toh, dia masuk juga karena bantuan orang tua Sean. Tika merogoh tas kecil yang ada di pangkuan. Melirik benda pipih yang sejak tadi bergetar.

Panggilan dari kedua orang tuanya tidak Tika jawab, juga panggilan dari nomer-nomer tidak dikenal. Setelah mematikan daya benda pipih yang layarnya pecah itu, Tika menyamankan diri dan mulai terpejam.

Perjalanannya menuju kampung memakan waktu yang jauh, di sana nanti sudah bisa Tika pastikan, dia akan disidang habis-habisan oleh orang rumah. Tika perlu menyiapkan tenaga untuk hal itu.

***

"Terima kasih, Pak." Tika memberi beberapa lembar uang pada tukang ojek yang mengantarnya sampai rumah.

Hal pertama yang dia lihat adalah sang ayah yang langsung keluar lalu disusul ibu. Orang tua Tika itu menatap anaknya dengan pandangan yang sulit diartikan. Tatapan ini persis saat pertama kali mereka tahu kehamilannya.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumusalam."

"Masuk!" perintah ayah Tika.

Tika hanya menurut dan langsung masuk ke rumah. Wanita itu melirik ke arah sang ibu yang berdiri di samping tubuhnya. Wanita paruh baya itu merangkul Tika dan mengusap lengannya pelan.

"Duduk, Tika!"

Tika kembali menurut, duduk di sofa hitam yang dia beli ketika bekerja di pabrik. Wanita itu duduk setelah meletakkan tas ransel di lantai. Kini berhadapan dengan ayah dan ibunya yang duduk di seberang.

"Seminggu lagi kamu menikah!"

"Tapi, Pak-"

"Tidak ada bantahan! Kamu pikir dengan kamu menyembunyikan lelaki itu, dia bisa bebas dan lari dari tanggung jawab? Kemarin dia dan orangtuanya datang, menceritakan semuanya, dan Bapak kecewa sama kamu. Harusnya kamu cerita dan bilang ke Bapak yang sesungguhnya!" Ayah Tika menarik napas dalam.

Orang tua mana yang tidak sedih jika gagal menjaga sang anak. Ayah Tika merasa dia gagal dalam segala hal. Tika anak gadisnya yang pintar tidak bisa mengenyam pendidikan tinggi seperti teman sebayanya. Sepandai apapun seseorang tidak bisa mengalahkan uang.

Begitu mendengar Tika hamil, dan entah siapa lelaki yang menghamilinya, orang tua Tika sangat terpukul. Ingin memberi pelajaran pada lelaki brengsek itu, tapi sang anak menutupinya sampai rela mati walau dicambuk dengan rotan.

"Sudah, Pak." Ibu Tika menengah.

"Tika, tolong ya, Nak. Ini demi kebaikan kamu."

"Assalamualaikum." Pembicaraan keluarga kecil itu terinterupsi dengan kehadiran keluarga Kingston.

Tika berdiri, dia melirik Sean yang memakai kemeja hitam celan hitam, wajah lelaki itu jauh dari kata baik. Dan Tika tahu siapa yang membuat wajah Sean seperti itu.

"Tika? Kamu sudah sampai, Nak?" Diana maju, berusaha memeluk Tika tapi wanita itu mundur beberapa langkah.

"Keputusan Tika tetap sama Ayah, Ibu. Tika tidak mau menikah dengan dia!"

"Lalu kamu mau apa? Kamu sudah rusak Tika! Siapa lelaki yang mau dengan kamu?" Ayah Tika berteriak. Ibu yang mendengar anaknya direndahkan oleh ayah kandungnya sendiri menangis dan meminta sang suami untuk berhenti.

Diana, nenek Sean, dan Sean melihat kilat amarah di mata Tika.

Sean maju dua langkah, ingin menggapai tubuh Tika tapi segera ditepis oleh wanita itu.

"Ya, saya wanita kotor! Itulah kenapa saya tidak mau menikah! Apalagi dengan lelaki yang sama kotornya dengan saya!" Tika menunjuk Sean yang berdiri di sampingnya.

"Tapi lelaki seperti Anda berdua jauh lebih kotor daripada saya. Kalian pikir, saya tidak trauma, hah?"

"Bapak? Apa Anda ingat? Masa kecil saya penuh dengan luka, saya melihat dengan mata kepala saya sendiri, bagaimana Anda mengkhianati Ibu saya! Anda bersenang-senang dengan wanita lain sedangkan Ibu saya tengah mengandung adik saya. Lalu apa yang terjadi? Adik saya meninggal, bahkan dia juga tidak sanggup jika harus dilahirkan sebagai anak Anda!" Tika berteriak. Menumpahkan semua yang selama ini dipendam.

Wajah Tika memerah, melihat ke arah sang ayah yang tampak pias. Kejadian belasan tahun lalu tetap membekas di ingatan Tika.

"Dan sekarang apa? Anda ingin saya menikah dengan lelaki yang sama brengseknya dengan Anda? Oh, saya lebih memilih sendiri sampai mati daripada harus menjadi istri dia!"
Setelah mengatakan hal itu, Tika berlalu menuju kamar. Tidak menghiraukan panggilan ibunya yang sudah berderai air mata.

Jadi, kenapa Tika sangat benci dengan pernikahan? Orang tuanya sendir mencontohkan pernikahan yang luar biasa membuat mental serta jiwanya terguncang? Apa Tika masih sanggup percaya dengan laki-laki jika sebagian besar lelaki yang dia jumpai selalu berhasil menyumbangkan cerita sedih di hidupnya?

Sean menatap punggung Tika yang bergetar. Wanita itu menghilang di balik bilik kamar. Kesalahannya memang sangat fatal, dia membuat gadis yang dicintai menjadi bahan taruhan.

Andai saja dulu dia tidak terpancing, mungkin sekarang mereka sudah bahagia?

Sean menatap ibu Tika. "Bu, saya tidak akan menyerah. Saya akan berbicara dengan Tika lebih dahulu, meminta ampun kepada hatinya, setelah itu saya akan mundur jika maaf dan kehadiran saya tidak diperlukan."

Ibu Tika menatap Sean, melihat kesungguhan yang ada di dua bola mata itu. Perlahan kepala ibu Tika mengangguk. Dia wanita yang sangat legowo di hidup Tika, masih sudi menghabiskan sisa hidup dengan lelaki brengsek yang doyan selingkuh.

"Silakan, Nak Sean. Tapi kalau tekad anak Ibu sudah bulat, tolong hargai keputusannya."

Sean mengangguk, dia melihat pintu kamar Tika yang tertutup rapat. Waktu tidak bisa diputar, dia tidak bisa kembali untuk menghentikan kebodohannya waktu itu tapi kesempatan itu pasti ada, untuk meminta maaf juga untuk menyatukan hati yang pernah dia hancurkan.

Short Story: Our WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang