Beli Melon, di Tanah Abang
Kencengin, votenya dong!~
Anindya menghembuskan napas berulang kali, tangannya sibuk mengaduk teh panas yang dibuat untuk tamu sang mertua.
"Apaan sih, si Parhan! Matanya ampek kagak kedip! Dasar lakik genit, awas aja kucongkel bola matamu!" Anindya sedikit membanting sendok yang dia gunakan untuk mengaduk tadi. Gadis itu menata ekspresi sebelum keluar dengan nampan berisi minuman.
"Perkenalkan, Bu, Pak, ini Anindya, menantu kami, Istrinya Farhan." Umi menarik tangan Anindya untuk duduk di samping Farhan.
"Selamat untuk pernikahannya, Gus, Ning. Semoga senantiasa diberikan kebahagiaan." Ayah dari Mita tersenyum hangat.
Tatapan Anindya jatuh ke gadis bernama Mita. Gadis yang hampir dinikahi suaminya, di mana saat itu Farhan telah melamar atau biasa disebut khitbah. Juga gadis pemilik hati Farhan, yang terakhir ini Anindya curiga kalau sampai sekarang masih sama.
'Teros aja pandangan lakik gue! Mau dijadiin seblak nih orang!' gerutu Anindya dalam hati. Hampir sepuluh detik, Mita tidak melepaskan pandangan dari Farhan yang menunduk.
Duh, apa kabar seblak dan para temannya, andai tidak ada tamu tak diundang ini sudah pasti mood Anindya jauh di atas kata bagus. Anindya benci kenyataan bahwa Mita masih hidup!
Kenapa harus Mita, sih? Kan, banyak yang layak untuk dihidupin lagi. Misal, nenek, dan kakeknya!
"Gus, Ning, semoga pernikahan kalian Sakinah Mawadah Warahmah ya," ucap Mita.
"Aamiin, terima kasih, Pak, Bu, Mita. Semoga kamu cepat menemukan lelaki yang lebih baik dari aku."
'Asyem! Apaan sih nih si Parhan!' Anindya misuh-misuh dalam hati.
"Seperti yang diketahui, kondisi Farhan sekarang telah berbeda. Dia sudah menjadi suami untuk Anindya. Sama seperti Farhan, saya turut mendoakan agar Nak Mita segera bertemu lelaki yang lebih baik dari anak saya."
"Kami di sini senang, bahagia, dan tentu saja kaget ketika Mita datang. Kabar beberapa bulan yang lalu tentu membuat kami merasa kehilangan, tapi ternyata Allah memiliki rencana yang indah, Nak Mita bisa selamat dari bencana itu meski harus mendapat perawatan," lanjut abi. Untuk kata senang yang abi katakan, tentu saja berbanding terbalik dengan yang dirasakan Anindya.
"Iya, benar sekali, Pak, Bu. Alhamdulillah Mita bisa melewati masa sulit itu, kami meminta maaf karena tidak bisa mendampingi."
"Tidak apa, Bu Nyai. Waktu itu saya hanya pasrah pada Yang Maha Kuasa, dan Alhamdulillah semua segera berlalu." Mita mengusap air mata yang menggenang di pelupuk.
Anindya jadi bingung sendiri, ingin menilai Mita seperti apa. Ingin benci tapi gadis di hadapannya tidak melakukan perbuatan yang membuatnya harus dibenci.
Oke, Anindya harus mencerminkan jiwa seorang mantu kyai besar, berjiwa besar dan juga tulus. Anindya juga harus berpikir positif. Mita datang tidak untuk menagih posisinya sebagai tunangan Farhan.
"Semoga dengan semua yang kamu lalui, bisa membuat kamu menjadi pribadi yang lebih baik, Nak Mita." Ibu mertua Anin menggenggam sebelah tangan Mita.
"Betul sekali, pesantren ini selalu terbuka lebar untuk menerima santriwati berprestasi seperti kamu, Nak Mita."
"Jadi saya masih boleh menuntut ilmu di sini, Pak Kyai, Bu Nyai?" Mata Mita berbinar.
"Tentu."
"Alhamdulillah. Terima kasih, Pak Kyai, Bu Nyai."
Jika Mita kembali ke pondok ini, itu artinya Farhan dan mantan tunangannya kembali berinteraksi. Sebagai istri tentu Anindya sedikit ragu jika cinta lama belum kelar itu tidak akan muncul ke permukaan lagi. Di sini yang paling mengkhawatirkan adalah Farhan, lelaki itu terlihat masih syok.
Awas saja kalau pikiran kembali ke pelukan mantan ada di kepala lelaki itu! Anindya akan memberi pelajaran berharga, tentu lebih sadis dari fitnahan ala dia kemarin.
"Assalamualaikum, Ning. Kita belum berkenalan tadi, perkenalkan saya Mita Armelia." Tangan Mita terulur, untuk beberapa detik Anindya nge-lag.
"Eh? Waalaikumusalam. Iya, Mbak Mita salam kenal. Saya Anindya." Kedua gadis itu saling mengadu senyum membuat Farhan yang sejak tadi menunduk kini menatap Anindya dari samping. Dia salah fokus dengan senyum Anindya, ternyata gadis itu bisa tersenyum semanis ini. Lalu kenapa jika di dekatnya selalu tersenyum penuh kejahilan?
Apa gadis ini tidak merasa aneh dengan kedatangan Mita? Ah, semoga saja dia tidak berbuat absurd karena semua ini bukan kehendak dan kuasa Farhan.
"Jangan panggil saya mbak, Ning. Panggil saja Mita."
"Oh, baik, Mita. Selamat datang kembali ke pesantren ini."
Melihat kedua gadis itu mengakrabkan diri, umi merasa lega. Tadinya beliau sedikit khawatir jika Mita kembali dan menagih posisinya, tapi syukurlah gadis itu bisa legowo menerima kenyataan yang ada.
"Pak Kyai, Bu Nyai, kami sepertinya harus segera pamit."
"Buru-buru sekali, Pak. Apa tidak sebaiknya menginap saja." Bangunan khusus tamu tentu saja disediakan, mengingat banyaknya tamu dan juga kunjungan dari berbagai penjuru, tak jarang banyak yang menginap. Tentu tempat itu memang dibuat khusus.
"Terima kasih, Pak Kyai. Kami juga harus menyiapkan keperluan Mita untuk kembali menimba ilmu di sini."
Alasan yang masuk akal, Anindya mengangguk pelan. Dengan waktu tersebut dia harus memberi peringatan pada Farhan. Anindya si gadis yang pernah menjadi korban orang ketiga tidak bisa lengah, apalagi sebelumnya mereka memiliki riwayat kisah cinta nan uwu. Meski keduanya memiliki background agama yang kuat, setan dan iblis terlampau pandai untuk menghasut.
Tidak boleh ada poligami di antara pernikahan ini!
Mita dan kedua orang tuanya berdiri. Kedua orang tua Mita terlebih dahulu berjalan ke luar bersama mertua Anin dan suami Anin.
Sebagai tuan rumah yang baik, Anin ikut mengantar bahkan dia berjalan di belakang Mita.
"Hati-hati ya, Mita. Sampai jumpa lagi," kata Anindya begitu sampai di teras rumah. Kedua gadis itu seperti memiliki dunia sendiri di antara para orang tua yang masih bercengkerama.
Mita berbalik, gadis itu tersenyum. Senyum yang membuat Anindya terpaku sejenak. Sorot teduh yang Mita tampakkan tadi juga berubah tajam.
Mita memeluk Anin, tinggi mereka yang tidak jauh beda membuat Mita dengan mudah menempelkan bibirnya di samping telinga Anindya. "Aku sangat menantikan hari di mana aku kembali. Tunggu aku, dan kuberi kejutan luar biasa untukmu."
Deg!
Anindya menahan napas mendengar rentetan kalimat itu. Tangan Anindya terkepal di sisi tubuh, ingin sekali meminta gadis di depannya yang sudah merubah ekspresinya itu untuk menjelaskan kalimat yang baru saja didengar.
"Assalamualaikum, Ning."
Sungguh saat ini, Anindya ingin menarik kerudung besar yang melindungi kepala gadis bermuka dua itu. Gila! Mengurus satu wajah saja susah!
Anindya terus menatap Mita yang kini duduk di bangku belakang sopir. Menyesal, satu kata yang menggambarkan hati Anindya saat ini. Pikiran positif yang dia bangun, runtuh seketika.
"Ayo, masuk, Anin!" Farhan berusaha meraih tangan sang istri, tapi gadis itu menepisnya dengan cepat. Untung kedua orang tuanya telah masuk.
"Sebenarnya gadis macam apa yang sempat kamu pinang itu, Gus? Apa kamu tidak menyadari jika gadis itu berbahaya?"
~
Widih! Muka Mita ternyata banyak!
Angkat tangan yang mau bantu Anin melawan Mita!
Tim istri sah✔️
Tim istri bar-bar✔️Huru hara tentang ending, besuk kita masuk ending. Lalu apa yang akan terjadi😌
Terima kasih vote, dan komennya. Maaf kalau tulisanku terlalu banyak kekurangan🙏🤗
Pikachu 💓
KAMU SEDANG MEMBACA
Short Story: Our World
Cerita PendekKumpulan cerita pendek warning!!! area dewasa #1 Short Story 4/4/2023 #1 Short Story 5/4/2023 #1 Short Story 6/4/2023 #1 Cerpen 30/9/2023 #4 Oneshoot 5/4/2023