Beli helikopter di pasar wage
Belinya satu dapat tiga
Yang komen dan vote
Semoga makin bahagia😏~
Mobil sedan berwarna putih itu membelah jalanan. Pengemudi sangat fokus ketika mereka memasuki jalan yang lebih sempit. Kaca dan jendela mobil terkena tetesan embun, hari semakin larut dan udara juga semakin dingin.
"Oh, Mbak Nana altet beladiri. Pantes!"
"Lebih tepatnya sih mantan ya, karena udah enggak ikut pertandingan lagi." Terakhir ikut saat Nana masih kuliah, dan dia selalu mendapat nomor.
"Nanti ajari Fatin ya, Mbak. Biar Fatin bisa halau para ciwik-ciwik yang mencoba mendekati Bang Fatur."
Fatur hanya membisu ketika dia menjadi topik pembicaraan. Lelaki itu tahu jika Nana sedang mencuri pandang dari kaca spion tengah.
"Ya kalau tujuan belajar kamu kayak begitu, enggak barokah dong, Nak. Lagi pula mereka juga enggak semenakutkan itu kok."
Justru para santriwati semakin rajin mengikuti kegiatan di pondok meski karena adanya Fatur."Ih, Umi enggak tahu aja. Emang di depan Umi pada kalem. Tapi kalau lagi sama Fatin, beuh, pusing aku Umi!" Fatin sedikit mencondongkan tubuhnya ke depan. Nana yang duduk di samping Fatin tertawa mendengar hal itu. Jadi Fatur memang terkenal di kalangan perempuan. Ah, harusnya Nana menyadari hal itu.
Zaman sekarang, paras nomer satu. Makanya banyak orang yang berlomba pergi ke klinik kecantikan, memakai rangkaian skincare demi terlihat menawan. Tapi tentu saja, menurut Nana tidak ada yang bisa melebihi ketulusan hati.
Mobil kemudian berbelok memasuki gapura megah menjulang. Nana membaca tulisan yang ada di atas sana. Mulut gadis itu ternganga melihat bangunan megah, lampu, dan pepohonan rindang yang memanjakan mata.
Ada tempat seperti ini di daerah yang jauh dari ibu kota.
"Ayo, Mbak Nana!"
"Ah, oke!" Nana mengikuti Fatin keluar dari mobil. Gadis itu menatap seorang pria paruh baya yang masih terlihat bugar. Beliau berpakaian serba putih.
Fatin tampak menghambur ke pelukan pria itu. Gadis itu terlihat sangat manja dan menyebut kata 'Abi' berulang kali.
"MashaAllah, happy banget ya Adek di rumah nenek." Pria itu mengelus kepala Fatin yang berbalut hijab.
"Senang sekali, Abi. Alhamdulillah."
Pria itu tersenyum menanggapi celotehan Fatin. Detik berikutnya pria itu menoleh ke arah Nana. Nana langsung menunduk dan tersenyum sopan.
"Abi, ini Nana. Dia mau belajar di pondok ini, Bi." Anindya mengelus lengan Nana.
"Selamat malam, Pak. Saya Avriana, biasa dipanggil Nana." Nana mengulurkan tangan. Tentu saja membuat ayah Fatin itu tersenyum kecil.
"Fatin, wakilkan ya, Mbak." Fatin membalas uluran tangan Nana, membuat Nana mengerjap, kemudian gadis itu paham.
"Ini Abinya Fatin, Abi Farhan." Fatin tersenyum bangga memperkenalkan sang ayah.
"Salam kenal Pak Farhan, saya Avriana, saya boleh belajar di sini, kan, Pak?"
Farhan tersenyum kecil. "Assalamualaikum, Mbak Nana. Tentu saja, boleh. Pondok ini terbuka untuk siapa saja yang ingin belajar. Selamat bergabung dan semoga apa yang sedang Mbak Nana cari ada di sini ya."
Nana mengangguk keras, gadis itu juga mengucapkan terima kasih berulang kali. Em, kalau diingat-ingat dia kabur karena ingin menyembuhkan mentalnya. Sepertinya Tuhan masih sayang padanya sehingga dia dipertemukan dengan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Short Story: Our World
Historia CortaKumpulan cerita pendek warning!!! area dewasa #1 Short Story 4/4/2023 #1 Short Story 5/4/2023 #1 Short Story 6/4/2023 #1 Cerpen 30/9/2023 #4 Oneshoot 5/4/2023