My Ex-5 end

23.1K 739 8
                                    

Setelah pertengkaran di ruang depan, Tika dan kedua orang tuanya terlibat perang dingin. Tika tidak bertegur sapa dengan ayahnya, walau mereka sering berpapasan.

"Bu, Tika mau ke rumah Dina."

"Hati-hati, emang di sana lagi banyak pesanan?" Seminggu ini, Tika membantu sahabatnya itu untuk membuat pesanan kue.

"Banyak, Bu. Kita juga terima pesanan online."

Selesai berpamitan, Tika segera menuju rumah Dina. Sepanjang jalan di setiap langkah, para tetangga mencibir ke arah wanita itu. Hal ini karena keributan yang terjadi seminggu lalu, saat Sean dan keluarga datang.

Ya, pada akhirnya seluruh penduduk kampung mengetahui kebenaran yang ada. Dan mereka semakin memojokkan Tika, dalam hal seperti ini pihak perempuan mendapat kebencian yang lebih banyak.

Tika tidak peduli dengan semua kalimat yang ditujukan untuknya. Dia hidup untuk dirinya sendiri, tidak memerlukan tetangga julid, dan juga lelaki brengsek seperti Sean.

Setelah kedatangan Sean seminggu yang lalu, lelaki itu seakan ditelan bumi. Rumah nenek Sean juga terlihat sepi. Tika tidak mau ambil pusing, lagipula dia sudah bertekad untuk hidup sendiri.

"Ini pesanannya harus diantar ke tempat acara, tapi aku enggak bisa antar soalnya aku harus temani ibu mertua ke dokter." Dina menggaruk kepala pelan. Setelah menyelesaikan pesanan kue bersama Tika, muncul masalah baru tentang pengiriman kue.

"Ya udah biar aku aja. Alamatnya kasih ke aku, daripada dimarahi orang nantinya."

***

Tika berdiri di depan bangunan menjulang yang bertuliskan hotel dan ballroom. Wanita itu memastikan jika alamatnya tidak salah. Sebelum masuk, wanita itu menatap seluruh bangunan hotel dengan saksama, andai bukan karena hal penting Tika tidak sudi menginjakkan kaki di tempat ini.

Tempat yang menjadi saksi bisu, kebodohan Tika.

"Permisi, Pak. Saya dari toko kue Dina bakery."

"Oh ya, silakan masuk. Di lantai dua." Tika mengangguk saat satpam memberikan arahan.

Meski ada yang mengganjal di hati, Tika tetap menaiki tangga dengan dua kantung plastik hitam di masing-masing tangan.

"Tumben banget kuenya Dina masuk ke hotel," gumam Tika. Biasanya pesanan datang dari acara tasyakuran tetangga, atau untuk camilan sendiri.

Tika berhenti melangkah saat dia melewati kamar nomer tiga belas. Otak wanita itu seakan diperlihatkan kilas balik ketika dia keluar dengan baju serta kondisi yang berantakan bersama Sean.

Di perjalanan pulang, Sean terus menggumamkan kata cinta, dan dengan mudahnya berjanji pada Tika untuk bertanggung jawab.

Huh, Tika menghembuskan napas pelan. Kenapa juga di kampung seperti ini, didirikan hotel? Untuk apa coba? Kalau bukan untuk tempat para remaja nakal beraksi?

Tika melanjutkan langkah, mencari ruangan acara seperti yang tertera di secarik kertas.

"Mbak yang antar kue untuk acara saya?"

Tika mendongak mendengar suara familiar itu, tatapannya dengan lelaki yang berbicara tadi bertemu.

"Sean?" Kening Tika mengerut.

"Halo."

Dan senyum seringai Sean menjadi hal terakhir yang Tika lihat sebelum kesadaran wanita itu hilang.

***

"Hiks! Sean kurang ajar!" Tika meraung di balik selimut. Wanita itu terduduk seraya menyandarkan tubuh ke kepala ranjang.

Short Story: Our WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang