Secret Admirer~3

3.2K 223 2
                                    

Sampek lupa kalau punya ini lapaaak😭

Tugas kaleaan nih, komen yang banyak biar anee inget🤣

Mas Dewa dataaaaaang
Kuy dibaca!

~

"Oalah, jadi kalian saling kenal to?" Bu Asih manggut-manggut.

Di hadapannya, Nafi dan Dewa duduk berseberangan, tentu saja dengan Dewa yang berusaha mencerna keadaan.

Nafi tidak berani melirik ke arah Dewa, dia hanya diam seraya menautkan jemari. Gadis itu sedang menyugesti dirinya sendiri, tidak masalah jika Dewa juga ikut tahu tentang jati dirinya.

"Kalian ngobrol dulu ya, Ibu mau lihat adik bayi."

Oh no! Nafi menatap memelas ibu Asih yang sudah berlalu dari ruang tamu. Menyisakan Nafi, Dewa, dan para krucil yang asyik dengan mainan serta jajanan dari Dewa.

"Lu tinggal di sini tapi kok gue enggak pernah lihat lu ya." Dewa membuka pembicaraan.

Tanpa sadar, Nafi menelan ludah sebelum memberikan jawaban pada Dewa. "Gue bantu ibu di belakang, jarang nongol kalau ada tamu."

Dewa terlihat mengangguk.

"Mbak, Nafi? Kata temanku ada pasar malam di alun-alun." Ino memecah keheningan. Bocah itu mendekat ke arah Nafi dan memainkan taplak meja yang ada di ruang tamu.

"Em, katanya sih iya." Terakhir pergi ke pasar malam, saat itu ketika Nafi kelas lima SD. Itu pun belum terhitung malam karena azan isya belum berkumandang ketika dia pulang.

"Ayo ke sana, Mbak! Ayo ke pasar malam!" Heboh Ino.

"Hah? Pasar malam? Yang banyak mainannya itu? Aku ikut!" Tian berjalan mendekat ke arah Nafi, ikut heboh juga.

"Aku juga mau ikut!" Dan tujuh bocah yang tadinya asyik bermain kini mengerubungi Nafi.

Nafi mengerjap, bingung ingin menjawab apa. Melihat wajah adiknya satu persatu. Bagaimana dia bisa mengangkut manusia kecil ini sampai ke pasar malam dengan selamat. Memang jaraknya tidak terlalu jauh, bahkan sorot lampu pasar malam terlihat dengan jelas dari pelataran panti tapi tidak mungkin bagi Nafi membawa mereka menggunakan motor butut yang ada di belakang.

"Hei! Emang dikasih ijin sama bu Asih pergi malam-malam?" tanya Dewa. Akhirnya atensi para bocah itu berpindah ke Dewa yang sejak tadi menyaksikan kehebohan mereka ingin ke pasar malam.

Ino, si pencetus pertama berpikir keras. Setelah itu bahunya merosot. Hilang sudah harapannya, dia tidak bisa ikut membahas tentang serunya ke pasar malam seperti yang teman di kelas lakukan tadi siang.

"Kalau mau ke pasar malam harus ada yang anterin. Harus ada yang dampingi. Kan, ibu harus jaga adik bayi." Nafi mengelus lengan Ino.

"Nanti kalau sudah ada waktunya kita ke pasar malam ya." Oh, sebenarnya Nafi tidak tega jika memberi janji palsu ke mereka. Dengan kondisi seperti ini, sepertinya sulit mengajak mereka ke sana. Mendadak Nafi jadi sedih, bahkan kebahagiaan sederhana seperti ke pasar malam, sulit untuk adik-adiknya dapatkan.

"Udah enggak usah sedih. Kakak bisa antar kalian-"

Kepala para bocah yang tadi menunduk kini mendongak. "Beneran, Kak?"

"Tapi, ijin dulu sama bu Asih," lanjut Dewa.

"Yeee!!! Aku bilang sama Ibu dulu." Ino berlari disusul yang lain, meninggalkan Dewa dan Nafi di ruang tengah.

"Eh, lu beneran mau anter? Bawa bocil-bocil rempong banget loh."

Dewa tersenyum tipis. "Ya masa gue sendiri, lu juga ikut nanti!"

Short Story: Our WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang