Suddenly Indigo~5

1.8K 192 12
                                    

Enggak jadi ending🙃

Klik bintang di pojok dulu yaaa

Typo? Kasih tahu aku

Happy reading👐

~

"Buset dah, belum ada sebulan gue pergi, nih kantor banyak berubahnya ye."
Pandangan Windi mengedar ke ruangan lima kali lima itu. Di pojok ruangan terdapat rak kecil, tersedia beberapa kasur lipat, bantal, dan guling.

"Ini seriusan, di kantor ada kayak begini. Gawat nih, bisa-bisa gue bablas molor ampe malem." Windi memasuki ruangan itu, pengharum ruangan beraroma buah-buahan memanjakan hidungnya.

"Pak Nathan punya motivasi apa buat kayak beginian?"
Windi menggelar salah satu kasur lipat.

"Katanya sih, biar kita cewek-cewek yang lembur di kantor bisa tidur di sini aja, Mbak. Kalau malam, kan rawan tuh. Terus kalau siang mau dijadiin tempat istirahat juga boleh. Asal inget jam aja."

"Bener-bener ye, setelah hampir lima tahun gue kerja di sini. Baru kali ini dapat fasilitas yang nyaman. The best deh pak Nathan."

Vika mengangguk setuju, gadis itu tersenyum kecil. Jika diingat percakapan mereka tempo hari, dia berkata takut pulang malam, dan Nathan berjanji akan membuat ruangan khusus. Tak disangka lelaki itu memenuhi ucapannya.

Ah, astaga! Vika tak bisa menahan letupan di dadanya. Boleh enggak sih kalau sekarang Vika berharap lebih? Tapi lelaki itu memang selalu baik pada semua orang, pada karyawan yang sedang terkena musibah, pada tukang parkir di depan swalayan, pada anak kecil yang mengamen di pinggir jalan, dan juga pada Septia.

Argh! Pak Nathan!

***

"Dipastikan bulan depan sudah bisa dibuka, Pak."

Nathan tersenyum puas, tatapan tajam lelaki itu memindai pembangunan taman yang sembilan puluh persen telah rampung. Proyek pertama yang berhasil setelah dia memegang kendali di perusahaan ini.

"Baik, Pak Robi, terima kasih. Silakan jika ingin meneruskan pekerjaan Bapak."

Robi pamit dari hadapan Nathan, dia juga merasakan perubahan kinerja saat proyek ini dipimpin langsung oleh Nathan. Semua berjalan lancar karena Nathan selalu berkoordinasi dengannya.

"Gue perhatiin, akhir-akhir ini lu sering keluar sama pak Nathan ya? Bahkan di jam istirahat pun kalian sering terlihat bersama."

Vika menoleh ke arah lelaki yang entah sejak kapan ada di sampingnya. Gadis itu bersedekap, berdecih ke arah Irfan yang mengganggu acaranya menatap Nathan dari jauh. "Bukan urusan lu!" Vika beranjak dari hadapan Irfan, takutnya emosi Vika lepas kendali, dan berujung melempar lelaki itu dengan seember adonan semen.

"Serius, Vik. Lu harusnya sadar diri, pak Nathan itu-"

"Apa? Apa? Sadar diri apa yang lu maksud? Hah!"
"Enggak semua laki-laki kayak lu! Masih ada lelaki baik, yang enggak suka mempermainkan perasaan perempuan!"
"Jangan samaain pak Nathan sama lu! Dia punya prinsip dalam berhubungan! Emang elu, deket sama ini eh nikah sama yang lain. Lu yang harusnya sadar diri! Manusia munafik kayak lu tuh bakal dapat balasan! Gue sumpahin anak itu cewek, dan semoga dia rasain apa yang gue rasain!"
Telunjuk Vika mengacung di depan wajah Irfan. Maafkan, Vika karena membawa janin tak berdosa itu, tapi kelakuan bapaknya ini benar-benar bikin darah tinggi. Bahkan beberapa kali Vika harus mendengar sindiran Sindi. Pun, tak ada kalimat maaf yang terucap dari bibir Irfan.

Sedangkan Vika harus menanggung semua, yang terberat adalah saat dia harus menjelaskan masalah ini pada orang tuanya. Kecewa, orang tua Vika kecewa, tapi mereka lebih memikirkan perasaan Vika.

Short Story: Our WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang