My Ex-2

21.5K 751 3
                                    

Tika tidak pernah berpikir bertemu dengan lelaki itu lagi. Lelaki yang juga berkontribusi dalam cerita sedih di hidupnya. Sejauh ini masih Tika ingat kalimat menyakitkan yang keluar dari mulut itu.

"Terima kasih, Dokter, Suster." Pemeriksaan terakhir sekaligus pencabutan selang infus.

"Sama-sama, hati-hati di perjalanan pulang."

Tika meraih ransel yang selama ini disimpan di lemari dekat ranjang pasiennya. Melewati lorong rumah sakit, Tika tidak berhenti menyapa para tenaga kesehatan yang berpapasan dengannya. Akhirnya setelah tiga hari berada di rumah sakit ini, Tika bisa menghirup udara bebas.

"Hah, saatnya menghadapi kenyataan lagi." Tika tersenyum melihat gedung tinggi di depan rumah sakit.

Kali ini Tika harus berhati-hati saat menyebrang. Memastikan tidak ada mobil yang ugal-ugalan lagi, atau berakhir mengenaskan di rumah sakit lagi.

"Mbak?" Baru saja akan menyeberang, langkah Tika terhenti saat gadis yang menabraknya memanggil.

Padahal Tika sudah memanjatkan syukur tadi karena gadis itu atau saudara gadis itu tidak mengunjunginya.

"Mbak, sudah boleh pulang?"

"Loh, Nak Tika ya?" Tidak ada kakaknya, malah gadis ini membawa orang tuanya. Tika rasa urusan akan panjang, lagi!

"Iya, Bu." Tika menyalami wanita paruh baya yang memang sangat dikenali.

"Ya ampun, jadi Nak Tika yang ditabrak Selena. Astaga, maafkan anak Ibu ya, Nak."

"Iya, Bu." Wanita paruh baya bernama Diana itu meneliti tubuh Tika. Seperti mencari bagian mana yang sakit.

"Ibu baru tahu kalau anak nakal ini buat ulah. Bagaimana keadaan kamu? Tidak ada yang parah, kan? Selena bertanggung jawab bukan?"

"Ih, Mama, kan aku udah-"

"Sst!" Diana memotong kalimat sang anak.

"Ayo kita bicara di tempat lain, Nak Tika. Bahaya di pinggir jalan seperti ini."

"Maaf, Bu. Saya harus segera pergi. Anak Ibu sudah bertanggung jawab sepenuhnya. Saya juga tidak memperpanjang kasus ini. Saya permisi, mari, Bu." Tika harus segera kabur sebelum urusan ini semakin panjang.

"Jangan begitu, Nak. Ibu tidak enak kalau seperti ini. Ayo kita bicara dulu."

Dan di sinilah Tika sekarang, berada di rumah besar dengan warna putih yang menjadi cat dinding kokohnya. Tika melirik foto keluarga yang terpampang nyata di ruang tamu ini.

"Nak Tika bagaimana kabarnya? Sudah lama sekali tidak bertemu. Padahal Ibu sering pulang ke desa, tapi kenapa tidak pernah bertemu, Nak Tika ya?"

Tentu karena Tika yang menghindar setiap dia melihat mobil mewah terparkir di rumah bu Sri, nenek Selena. Atau saat Tika bekerja jadi dia tidak perlu menghindar.

"Oh ya, Nak Tika ada keperluan apa di sini?"

"Em, saya mau cari kerja di sini, Bu."

"Silakan minumnya, Mbak Tika." Selena meletakkan nampan berisi jus jeruk. Ternyata gadis itu tidak semanja yang Tika pikirkan, hanya sedikit grusak-grusuk.

"Terima kasih."

"Oh, ternyata Mbak Tika ini tetangganya nenek di kampung ya? Pantas di KTP, alamatnya sama kayak rumah nenek. Usianya juga sepantaran abang Sean." Selena sempat membaca identitas Tika karena gadis itu yang mendaftarkan Tika ke bagian administrasi.

"Iya, bahkan saat abang kamu sekolah di desa. Tika ini teman sekelasnya, kata nenek mereka sering main, dan belajar bareng."

Tika tersenyum kecil, acara nostalgianya belum selesai. Untung saja orang tua Sean tidak mengetahui cerita kedekatan mereka yang asli.

Short Story: Our WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang