Suddenly Indigo~6 (end)

2.6K 201 16
                                    

Siap untuk bab ending?

Klik bintang di pojok dulu ya👐

Happi reading👐

~

Sesekali Vika memejamkan mata, bibir mungilnya tak berhenti memanjatkan doa. Bayangan kejadian tadi terlintas di kepala membuat air mata kembali mengalir. Apa gunanya kemampuan ini jika menghentikan kejadian itu saja dia tak bisa? Perasaan apa ini? Hati Vika sangat sakit. Sejak dia memiliki kemampuan ini, rumah sakit adalah tempat paling menyeramkan untuknya, tapi ternyata membayangkan Nathan pergi, jauh lebih menakutkan.

Vika menatap telapak tangannya yang memerah, darah Nathan juga menempel di baju dan celana yang dia pakai. Kembali, Vika menangis sampai bahunya bergetar hebat.

Septia tak bisa melepaskan pandangan dari Vika. Menatap Vika yang penuh kesedihan, benak Septia bertanya-tanya.

"Andra! Gimana keadaan Nathan?" Meri datang tergopoh, tangisan menyelimuti wajahnya.

"Nathan gimana Septia?"
"Dia baik-baik saja, kan?"

"Nathan masih ditangani dokter, Tante. Tante duduk dulu." Septia menggiring Meri untuk duduk di kursi tunggu samping Vika.

Wajah Meri mengeras menatap Vika, wanita itu mendelik, tangannya mengepal kuat.
"Bagaimana bisa kejadian ini terjadi? Apa ada orang tidak suka dengan Nathan?"

Andra melirik Vika sekilas. "Kami sudah bawa orang itu ke kantor polisi, Tante. Target awal orang itu bukan Nathan, tapi-"
"Tapi Vika, Tante."

"Vika?" ulang Meri, dengan cepat wanita itu menoleh. Tangan Meri dengan ringan memukul lengan Vika. "Kamu! Jadi kamu yang membuat anak saya terluka?"

"Tante!"

Meri menepis tangan Andra yang mencoba menghentikannya, wanita itu mendelik saat Vika menoleh dan memberi tatapan datar.

"Kenapa Ibu bertanya pada saya? Ibu tahu sendiri jawabannya!"

Meri semakin berang, wajah Vika kini ikut menjadi sasaran, rambut Vika yang memang sudah berantakan ditarik kuat sampai Vika meringis kesakitan.

"Tante, jangan seperti ini!"
"Tante, lebih baik kita berdoa untuk Nathan!" Andra dan Septia kewalahan, mereka tidak bisa mengimbangi kekuatan Meri yang sedang marah.

"Bu! Kenapa Ibu melampiaskan semua ke saya?" tanya Vika disela ringisannya.

Ceklek!

Pintu ruang tindankan terbuka dari dalam, melihat dokter keluar, Meri menghentikan aksinya menganiaya Vika. Meri berdiri dan menghampiri dokter tersebut.

"Keluarga pasien?"

"Ya, Dok! Saya mamanya!"

Dokter menghela napas. "Keadaan pasien cukup stabil, pasien harus mendapat transfusi karena kehilangan banyak darah, luka di kepala menyebabkan pasien harus mendapat beberapa jahitan. Kita akan pindahkan pasien ke ruang perawatan, setelah pasien siuman nanti, kita baru bisa melakukan observasi lebih lanjut."

Meri menghela napas, di sampingnya Septia menggenggam tangannya dengan erat. "Terima kasih, Dokter. Lakukan yang terbaik untuk anak saya."

"Pasti, Bu. Saya permisi." Dokter kemudian berlalu, tak berselang lama, pintu ruang tindakan kembali terbuka.

Vika mencoba mendekat saat melihat Nathan terbaring tak berdaya dengan berbagai peralatan medis menempel di tubuh.

"Permisi, kami akan membawa pasien ke ruang perawatan, silakan keluarga untuk mengurus administrasi lebih lanjut."

Short Story: Our WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang