Bastard Man-1

20.1K 558 4
                                    

"Jumi! Buru masuk!"

Langkah Jumi terseok seiring tarikan kencang sang sahabat pada tangannya. Di dalam kelas, kursi yang biasa kosong kini terisi penuh.

"Tumben, semangat banget kayaknya." Jika dihitung yang hadir, perempuan lebih banyak daripada laki-laki.

"Lu pasti enggak buka grup, kan! Hari ini pak Bayu ada kepentingan, Bu Bayu lahiran katanya-"

"Lah kok malah pada datang. Tau gitu aku enggak masuk aja, bantu ibu aku jualan."

"Ish, dengerin dulu! Pak Bayu emang enggak datang, tapi asistennya gantiin."

Dua wanita yang berpenampilan paling sederhana di antar mahasiswa lain itu mendapat tempat duduk paling pojok.

"Yang katanya kakak tingkat paling berprestasi itu, kan?" Meski jarang ikut nimbrung di grup, Jumi tentu tahu tentang si kakak tingkat ini. Pasalnya poster besar dengan foto si kakak tingkat itu menyebar ke penjuru kampus.

"Hooh, makanya pada datang. Gue juga enggak sabar, cuci mata cuy." Alis Ani naik turun.

Jumi menghembuskan napas perlahan, gadis itu menoleh ke sekitar. Bahkan wajah baru yang belum pernah ditemui Jumi juga ada di kelas ini. Segitunya hanya ingin berada di kelas si kakak tingkat berprestasi itu.

"Selamat pagi." Seorang lelaki muda dengan pakaian cassual masuk dan menyita atensi seluruh mahasiswa yang ada di ruangan.

"Selamat pagi!"

Jumi tersenyum kecil, semangat sekali teman-temannya ini. Baguslah, dia juga jadi lebih semangat.

"Full sekali kelas ini." Lelaki muda itu tertawa. Harus Jumi akui, memang sangat tampan. Lee Min Ho cabang Nusantara!

"Seperti yang kalian ketahui, saya di sini menggantikan pak Bayu yang berhalangan hadir. Perkenalkan saya-"

Daniel Abimanyu, semester tujuh, fakultas management bisnis. Jumi menulis nama dan juga informasi mengenai asisten dosen itu. Hal ini selalu Jumi lakukan sebelum memenuhi bukunya dengan berbagai catatan penting.

Kelas kali ini sangat hidup, banyak mahasiswa yang bertanya. Jawaban yang diberikan Daniel sangat logis. Cara lelaki itu mengajar patut diacungi jempol, mudah dipahami, dimengerti. Catatan yang Jumi buat juga lebih ringkas dari biasanya.

"Gimana tipe cowok green flag, kan? Kalau jadi pacarnya, enggak kebayang gimana bangganya gue." Ani menyenggol lengan Jumi.

Jumi melirik sekilas ke arah Ani. Bahkan tanpa perlu Jumi katakan, semua orang juga mengetahui hal itu. Lelaki yang sedang berjibaku dengan papan tulis, spidol, dan laptop itu definisi sempurna dari tipe lelaki idaman untuk dipacari.

Kelas selesai, waktu satu setengah jam terasa lebih cepat karena suasana yang bagus. Jumi dan Ani langsung keluar meninggalkan kelas yang masih ramai karena si asisten dosen belum keluar. Daniel tertahan oleh mahasiswi yang sibuk bertanya mengenai tips kemahasiswaan juga pertanyaan tidak penting lain.

Kapan lagi bertemu dengan Daniel, mungkin itu yang mereka pikirkan. Karena Daniel sendiri terlampau sibuk dengan tugas serta perlombaan yang selalu diikuti.

"Jum, mau bareng enggak?" Hari ini mereka pulang lebih awal karena memang hanya satu kelas yang harus dihadiri.

"Makasih, Ani. Gue naik bus aja." Jumi merasa sungkan jika terus merepotkan Ani.

"Ya udah deh, hati-hati. Bye bye, Juminten binti Sabeni!"

Jumi memberikan pelototan pada sahabatnya itu. Padahal sudah Jumi peringatan untuk tidak menyebutkan sponsorsip kehidupannya, alias sang bapak.

Short Story: Our WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang