Bastard Man-2

11.4K 540 6
                                    

"Maksud, Kakak apa?" Jumi mengumpulkan keberaniannya. Dia tidak mau diintimidasi oleh Daniel yang kini semakin mengikis jarak di antara mereka.

"Mau, Kakak apa? Saya sudah janji tutup mulut."

Pergelangan tangan Jumi dicekal oleh Daniel, sangat erat sampai membuat gadis itu meringis. "Lepas, Kak!"

Daniel tidak menghiraukan perintah Jumi, lelaki itu memindai tubuh Jumi dari atas sampai bawah sampai membuat gadis yang ada di depannya risih.

"Jangan kurang ajar ya! Matanya dijaga!" Dengan jarak sedekat ini, Jumi bisa mencium bau minuman keras yang sangat menyengat dari mulut Daniel. Entah sudah berapa botol yang pasti lelaki ini telah terpengaruh dan kesadarannya berkurang.

"Mana yang lebih kurang ajar? Gue atau lu yang masuk ke rumah orang sembarangan?"

"Semba-Akh!"
Jumi baru saja akan menjawab, tapi pukulan keras oleh Daniel membuat gadis itu tidak sadarkan diri.

***

"Jumi? Nduk!"

Aroma minyak kayu putih menusuk hidung Jumi, gadis itu perlahan terbangun. Hal pertama yang dia lihat adalah wajah sang ibu.

"Bu?" Jumi mengerjap, dia tidak salah lihat. Bahkan kini dia berada di kamar kesayangannya.

"Masih pusing?"

"Jumi kok ada di sini, Bu?" Masih jelas diingatan Jumi, terakhir kali dia berdebat dengan Daniel. Lelaki itu dengan kurang ajar menatap tubuh Jumi, dan karena lelaki itu juga Jumi pingsan.

"Kamu kalau sakit, kenapa enggak bilang sama, Ibu?"

"Hah?" Wajah Jumi cengo. Dia sehat, meski sedikit pusing karena pukulan Daniel. Tapi kenapa dia ada di sini? Buka di taman rumah Daniel?

"Untung anak bosnya bapak kamu baik. Dia yang temuin kamu pingsan di taman, terus dibawa ke rumah."

Jumi menoleh cepat ke arah ibunya. Astaga, cerita macam apa itu? Jadi lelaki itu berdusta pada orang tuanya? Kurang ajar sekali! Selain doyan minum ternyata jago berbohong juga!

"Bu, Jumi seh-"

"Ke rumah sakit saja ya, Ibu takut kalau kamu kenapa-napa," lanjut ibu Jumi, yang tentu saja mendapat penolakan oleh sang anak. Dokter di rumah sakit pasti heran karena tidak menemukan penyakit di tubuh Jumi nantinya.

"Jumi aman kok, Bu."

"Ya, sudah kamu istirahat. Mau makan sekarang? Ibu ambilkan. Di luar masih ada anak bosnya bapak yang antar kamu. Baik, banget, mana ganteng lagi. Duh, Ibu jadi berharap lebih, siapa tahu itu pemuda mau jadi mantu, Ibu." Ibu tersenyum penuh arti di akhir kalimat. Andai beliau tahu kelakuan Daniel yang sebenarnya. Lelaki itu lebih berbahaya daripada harimau ngamuk!

"Iih, Ibu apa sih. Dia mau, Jumi yang enggak mau!" tegas Jumi. Amit-amit jabang bayik, dia tidak mau berurusan dengan lelaki psycho seperti Daniel. Bermuka dua!

"Udah, Bu disuruh pergi aja! Jangan terlena sama tampangnya, dia itu iblis!"

"Hush! Ngawur kamu! Jangan bicara seperti itu! Udah kamu istirahat dulu, Ibu mau ke luar."

Juminten merengut, ibunya saja tidak percaya apalagi orang lain. Daniel sangat pintar membangun image di depan banyak orang, dan sialnya Jumi satu-satunya yang mengetahui sisi buruk Daniel.

Kling!

Jumi menoleh ke meja kecil samping tempat tidurnya. Ponsel miliknya ada di sana. Sebuah pesan masuk dari nomer tidak dikenal, Jumi segera membuka pesan itu.

["Jangan berbicara macam-macam."]

"Bangsat!" Tangan Jumi terayun untuk membanting ponselnya, tapi gadis itu langsung teringat jika ini benda berharga yang legend dan dia tidak punya uang untuk beli lagi.

Tentu saja Jumi tahu siapa pengirim pesan ini, siapa lagi kalau bukan Daniel. Sialan, kenapa harus Jumi yang berurusan dengan lelaki muka dua seperti Daniel.

"Ya Allah, tolong, Jumi! Kenapa Jumi, Ya Allah."

Setelah kejadian itu, kehidupan Jumi berubah seratus delapan puluh derajat. Daniel sering mengirimkan pesan yang isinya sukses membuat Jumi ketakutan. Gerak-gerik Jumi seakan diawasi, di manapun gadis itu berada Daniel selalu tahu.

"Jum, lu kenapa sih? Lu beneran mau bolos?" Ani menatap heran ke arah sahabatnya yang bersandar lemas di dinding perpustakaan. Membolos, bukan Jumi sekali.

"Pak Bayu enggak hadir, aku enggak mau datang." Kembali Daniel yang menggantikan dosen itu. Jumi tidak mau datang, biarlah dia membolos untuk kali ini saja.

"Aneh lu! Enggak biasanya lu begini. Kenapa? Cerita dong!"

Jumi menatap Ani dalam, ibu saja tidak percaya apalagi Ani si penyuka pria tampan. Ingin sekali Jumi berkata lantang, asisten dosen tampan itu sebenarnya iblis!

"Ish, ya udah deh. Gue sendirian. Nanti gue absenin, sakit gitu ya."

"Kamsahamnida." Jumi mengangguk cepat. Gadis itu kembali duduk seraya bersandar di dinding dingin perpustakaan. Memikirkan kemungkinan pak Bayu tidak hadir, dan harus digantikan oleh Daniel di lain waktu, kepala Jumi langsung pening. Masa iya, nanti dia bolos lagi!

Jumi sengaja duduk di tempat paling pojok, gadis itu menutup wajahnya dengan buku dan mulai memejamkan mata. Terserahlah!

***

"Shhh! Jumi bergerak gelisah, gadis itu merasa ada benda kenyal menempel di bibir lalu di lehernya.

"Aw!" Mata Jumi langsung terbuka, bibir gadis itu perih karena sesuatu menggigitnya.

"Hua-"

Mulut Jumi dibekap tangan besar milik Daniel. Jumi terus meronta ingin dibebaskan, melihat senyum sinis alis smirk di bibir Daniel, nyali gadis itu langsung ciut.

"Sengaja menghindar, huh?" Daniel berbisik di telinga Jumi.

Siapapun tolong Jumi! Kenapa perpustakaan yang biasa ramai mendadak sunyi! Hua!

"Le-pash!" Jumi menggigit telapak tangan Daniel. Gadis itu memegang bibir bagian bawahnya yang terasa perih.

"Gila lu!" Jumi berdiri, perbedaan tingginya dan Daniel membuat gadis itu tampak mungil.

"Lu udah tahu kalau gue gila," balas Deniel. Lelaki itu memojokkan Jumi ke dinding.

"Lu mau apa, Daniel? Plis, berhenti ganggu hidup gue!" Kepala Jumi miring, kepala gadis itu memberi peringatan karena tubuh mereka menempel tanpa celah.

Jumi menyilakan tangan di depan dada, berusaha semaksimal mungkin agar dadanya tidak bersentuhan dengan dada bidang Daniel.

"Manis." Kalimat Daniel sangat ambigu. Apanya yang manis?

"Minggir lu!"

Bukannya minggir, Daniel justru memburu bibir Jumi dan segera menempelkan bibirnya. Jumi meronta, tangannya menjambak rambut Daniel tapi kepala lelaki itu tidak bergeser sama sekali.

"Buka mulut lu!"

Jumi menggeleng, tapi Daniel punya seribu cara untuk mencapai tujuannya. Mulut Jumi terbuka, dan kesempatan itu digunakan Daniel untuk mengeksplorasi setiap inci bagian itu.

"Ahh!" Desahan Jumi lolos saat tangan Daniel meremas salah satu gunung kembarnya.

"Shh!" Jumi langsung menghirup udara dengan rakus ketika ciuman itu terlepas. Bibirnya terasa bengkak, dan otot lutut gadis itu terasa seperti jeli. Jumi akan ambruk tapi Daniel menyangga tubuhnya.

"Ikut gue!" Jumi ditarik Daniel.

"Enggak! Lepas, bangsat!" Jumi menyentak tangannya yang dipegang Daniel.

"Nurut atau gue perkosa lu di sini!"

Air mata Jumi sudah di pelupuk, gadis itu tidak tahu salah dan dosanya di mana. Hanya karena tidak sengaja memergoki Daniel mabuk, urusannya bisa serumit ini.

"Lu perkosa cewek lain, bangsat! Banyak yang siap ngangkang buat lu! Jangan gue! Gue udah janji tutup mulut, kenapa lu ganggu gue terus!" teriak Jumi, rasanya seluruh emosi yang terkumpul di dada meluap menjadi kalimat.

Daniel tersenyum kecil. "Karena gue maunya lu!"

~

Lanjut enggak nih???

Short Story: Our WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang