S2 [Chapter 20]

466 77 5
                                    

[Being a stranger]

:

Vote + komen

:

Nina bobo ~

(Kalian mumet gak sama alurnya? takutnya nanti terlalu berbelit-belit)

Ngerasa gak? cerita ini terlalu fokus sama [name]?

:

:

Seseorang yang menyukai ketenangan memang seharusnya ada disini.

Luka bekas sabetan yang melintang disepanjang mulut sampai dahi hanya bisa ia biarkan dengan raut wajah yang datar.

Tidak ada satupun dari mereka berdua yang merasa senang atas pertemuan dadakan ini. Bagi mereka yang berdiri secara berhadapan, hanya berpikir jika orang didepan mereka adalah ancaman.

Benci. Tetapi tidak terlalu benci. Hanya saja terlalu muak untuk melihat wajah satu sama lain, tetapi tidak bisa mengalihkan pandangan satu sama lain karena memang sudah di atur begitu.

Lima jam berdiri di tempat serba putih dengan kewarasan yang mulai terkikis, kaki yang pegal dan membengkak. Luka sayatan yang terlihat, dan tatapan jijik satu sama lain.

Satu orang, dengan dua jiwa yang berbeda. Mau bagaimanapun, ini tak masuk akal bukan?

Semuanya tercampur, hal yang nyata dan tidak nyata, memori yang dulu dan sekarang, dimensi yang sama atau tidak. Semuanya tercampur dalam satu pikiran yang melelahkan organ otak.

Rasa sakit yang terus berdatangan hingga kini hampir tidak terasa lagi, rasa pusing yang mendera di kepala mereka berdua, tidak bisa membuat mereka bebas dari belenggu pembagian tubuh yang seharusnya memang tidak terjadi.


Mereka berdua mengira jika mereka adalah yang asli dari lubuk hati dan pikiran masing-masing.

Cermin, apa yang mereka lihat sangat berbeda. Sisi buruk melihat sisi baik dan sisi baik melihat sisi buruk. Mereka berdua adalah kecacatan yang tidak seharusnya ada.

Terkadang ada suatu hal yang tidak bisa dipikirkan dengan logika dan jika semakin dicari tau lebih dalam, menjadi semakin gila.

Hanya diam, menggertak pun percuma. Itu sama saja berperang untuk melenyapkan diri sendiri.

Semua hal begitu membingungkan.

Krisis identitas adalah hal biasa bagi seseorang yang saat ini berdiri didepan cermin besar disebuah ruangan serba putih dengan seluruh bau antiseptik yang menyengat mengotori udara di ruangan ini.

Seperti di awang-awang. Tak tau sedang hidup atau mati, jiwa terasa kosong begitu cermin menjadi sejajar dengan wajah dan tubuhnya.

Yang dirasakan [name] hanyalah rasa pusing yang mendera kepalanya. Tubuhnya melemas dan ia tidak tau sudah berapa lama berada disini. Tak mengerti jam, menit, detik yang terhitung setiap waktu, dan tidak tau kapan malam dan pagi tiba. Semuanya sama.

(END) 𝕿𝖜𝖔 𝕬𝖕𝖆𝖙𝖍𝖞 𝕳𝖚𝖘𝖇𝖆𝖓𝖉𝖘 [Lookism x Readers]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang