Agak ragu sebenarnya untuk dirinya kembali lagi kerumah ini, namun rasa rindu yang mencuak ini sudah tidak dapat dibendung lagi.
" Aku pulang," lirih Riana pelan sambil menatap nanar kerumahnya yang dulu menjadi saksi bisu bagaimana Riana tumbuh menjadi gadis sebaik dan secantik sekarang.
" Kak Riana," seorang gadis kecil segera menghambur kearah Riana dan memeluknya erat.
" Vivi, bagaimana kabarmu. Kenapa kau semakin kurus saja sekarang," menatap adiknya dengan seksama.
" Aku merindukan kakak, kenapa kakak lama sekali perginya," memeluk Riana lebih erat lagi.
" Maaf yah, tapi kan sekarang kakak sudah pulang. Jadi dimana ayah dan ibu," memperhatikan rumahnya yang sangat sepi seperti tidak berpenghuni saja.
" Ayah pergi kekantor begitu pula dengan ibu, mereka sangat sibuk sekarang. Dan kau tau kak semenjak kau pergi mereka sering tertawa sendiri dan terlihat begitu bahagia. Dan aku rasa penghasilan mereka semakin banyak sekarang," mengadukan orang tuanya kepada Riana.
" Sudah tidak perlu membicarakan itu, lebih baik hari ini kita bersenang-senang saja seharian. Hanya kita berdua seperti biasanya oke," tersenyum lebar kepada adiknya.
Senyum tulus yang jarang sekali nampak dari wajah Riana, tawa bahagia yang sesungguhnya ia dapatkan dirumah ini meskipun bersamaan dengan seribu luka yang menyerangnya.
Rumah besar, semua kebutuhan yang selalu terpenuhi tidak menjamin kebahagiaan. Tapi kehangatan keluargalah yang harus hadir guna melengkapi kebahagiaan itu
Jika orang tua lain dibutakan oleh kasih sayang kepada anak mereka, lain halnya dengan Riana dan kedua saudarinya. Orang tua mereka justru dibutakan oleh uang dan harta, untuk anak angkat seperti Riana sudah sewarjanya tidak mengharapkan apapun, tapi Vivi dia masih sangat kecil, gadis itu tidak butuh bergelimang harta melainkan hanya kasih sayang kedua orang tuanya.
" Kakak, apakah kakak tidak ingin tinggal disini saja," ucap Vivi yang tiba-tiba menjadi lebih murung.
" Kakak ingin Vivi, tapi tidak bisa. Suatu hari kau pasti akan mengerti apa yang terjadi sekarang, tapi untuk sekarang kau harus bisa bersabar yah," tersenyum hangat kepada adiknya, sebelum menarik gadis itu kedalam dekapannya.
***
Malam pun tiba, kedua orang tua Riana juga sudah pulang dari kantor." Haii lihat si mesin penghasil uang kita sudah kembali," Memandang Riana dari atas hingga bawah.
" Ibu kau kembali," seolah sudah tidak mompan dengan kata-kata merendahkan seperti itu.
" Aishhh liahtlah penampilanmu sekarang, kau seperti seorang nyonya besar. Katakan dimana tuan Regha," kali ini sang ayahlah yang angkat bicara.
" Ayah, tuan Regha," ucapannya terpotong ketika sang ibu lebih dulu berbicara.
" Sayang apa yang kau harapkan, bagaimana mungkin orang besar seperti tuan Regha datang kerumah kecil kita ini. Dan lagi untuk apa dia datang kesini menemani gadis yang tidak dia anggap penting sama sekali," menatap sinis kearah Riana.
" Setidaknya aku bisa menghasilkan uang dengan itu, bukankah kalian harusnya berterimakasih kepadaku," angkat bicara setelah memastikan Vivi pergi kekamarnya.
" Kau semakin berani saja yah, apa kau fikir dengan mendapatkan gelar seorang nyonya kau dapat bersikap seperti itu kepada kedua orang tuamu,"
" Orang tua, kalian orang tuaku jika kalian pernah menganggap diriku sebagai putri kalian. Dari awal aku hanyalah putri pungut yang sewaktu-waktu kalian jadikan perisai seperti sekarang ini bukan," menatap miris kepada kedua orang dihadapannya yang masih mengangkat kepala mereka keatas dengan rasa angkuhnya.
" Pergi dari sini, jika bukan karena mengingat statusmu sekarang aku pasti sudah menendangnu sejak tadi," menarik tangan Riana paksa.
Riana hanya mengikuti dengan pasrah, karena semakin dia memberontak maka semakin besar rasa sakit yang dia dapatkan.
" Keluar dari sini," membanting tubuh Riana kelantai dengan kasar.
Namun anehnya tubuh itu tidak terbentur kelantai sama sekali, kedua tangan kekar berhasil menangkapnya dan memasukkannya kedalam pelukan hangatnya.
" Menangis lah nanti, tapi sekarang jangan menangis," bisik Regha pelan sambil matanya menatap tajam kedua orang dihadapannya.
" Tu...tuan Regha," suaranya mulai gemetar ketakutan.
" Apa yang kalian lakukan kepada istriku," memberikan tatapan tajamnya.
" I...istriku telah melakukan kesalahan tuan, Dia memang bodoh dan kadang bersikap gegabah. Seharusnya dia tidak bersikap kasar kepada putrinya yang baru kembali dari ruang suaminya," mencari alasan yang tepat.
" Ayah mertua, menantumu sudah datang kerumahmu, mengapa kau memberikan sambutan seburuk ini," masih memeluk Riana erat.
" A...ayah mer..tua," masih mencerna kata-kata pria yang ada dihadapannya itu.
" Silahkan masuk tuan Regha, silahkan," mempersilahkan Regha untuk masuk.
Saat Regha ingin melangkahkan kakinya kedalam, Riana dengan cepat menahan tangannya.
" Sebaiknya kita pulang saja, didalam ada Vivi aku tidak ingin dia berfikiran hal yang buruk lagi kumohon," menatap Regha dengan matanya yang sudah mulai berkaca-kaca.
" Aku hanya datang bertamu di rumah mertuaku sendiri, apa salahnya itu. Bahkan mereka saja tidak keberatan sama sekali bukan," kembali menatap kedua orang yang kini sudah tegang setengah mati.
" I..iya Riana, biarkan suamimu masuk dulu. Tidak baik jika ada tamu yang disambut dengan tidak baik,"
Akhirnya Riana memaksakan langkahnya masuk kedalam rumah itu lagi.
Didalam Regha selalu setia memeluk erat pinggang Riana, seolah tidak ingin gadisnya lepas dari pandangan matanya.
" Sayang sebaiknya kau lepaskan tanganmu itu dulu," bisik Riana pelan.
" Apa yang kau katakan aku tidak bisa mendengarnya," makin mendekatkan wajahnya kearah Riana.
" Sayang lepaskan tidak enak dilihat," tekan Riana sekali lagi dengan nada yang cukup keras.
Regha seolah sengaja memperlihatkan ke uwuan dirinya dan Riana sekarang.
" Tuan Regha silahkan duduk dulu, dan Riana kau siapkan teh beserta cemilan yah untuk tuan Regha," ucapannya kini sangatlah manis seperti seorang ibu yang sangat mencintai putrinya.
Saat Riana ingin pergi, Regha lagi-lagi menariknya untuk mendekat.
" Apa kau menyuruh seorang nyonya Tanjung memegang alat dapur dirumahmu ini," ucapnya sinis, seolah siap untuk membun*h sekarang juga.
" Ti.. tidak tuan Regha, maksud saya Riana kau temani saja suamimu disini. Biar ibu saja yang membawakan cemilan dan tehnya," tersenyum kikuk kemudian segera berlalu.
" Sayang, apakah ini baik. Bagaimana jika mereka salah faham nantinya," bisik Riana pelan.
" Memangnya apa yang kita lakukan sehingga membuat mereka salah faham," berbicara sangat pelan kemudian mencoel sedikit dagu istrinya.
" Kakak, siapa dia," tanya Vivi yang menatap pria yang duduk disamping kakaknya.
" Dia.. dia adalah tuan Regha Tanjung dia..," ucapannya terpotong.
" Hai gadis manis, aku adalah Regha Tanjung, dan aku adalah suami dari kakakmu," dalam lisannya mengucapkan itu tapi dalam hatinya dia sedang memperhatikan gadis kecil yang selama ini menjadi sosok yang paling dilindungi oleh Riana.
Jadi dialah Vivi adik dari Riana, bukankah Riana jauh lebih menggemaskan dari pada dirinya. Membandingkan kedua wajah itu.
Jangan lupa vote&comment yaa
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Kecil Sang Miliyader 1
RomanceSinopsis:Istri Kecil Sang Miliyader 1 {TAMAT} --------------------------------------------------------- Menceritakan tentang sosok pria kaya raya yang menikahi seorang wanita dengan tujuan balas dendam. Riana Mahesa, seorang gadis yang harus menerim...