WINTER

41 3 0
                                    

Riana membuka matanya dan mendapati suami tercintanya itu masih berlabuh didalam dunia mimpinya.

" Sayang bangun, apakah kau tidak pergi bekerja hari ini," Riana memainkan hidung Regha dengan jari telunjuknya.

" Tidak ada pertemua hari ini Ina, aku akan menghabiskan waktu bersama denganmu saja seharian," memeluk Riana lebih erat.

Suasana pagi ini menciptakan euphoria yang menenangkan disekeliling pasangan ini. Regha dan Riana sebutannya, sepasang insan yang merasakan indahnya cinta pada makhluk ciptaan sang kuasa.

Bak pengantin baru, Regha benar-benar menempel pada Riana hari ini. Kemanapun gadis itu pasti Regha selalu berada dibelakangnya sambil memeluk perutnya yang kini sudah mulai menonjol.

" Ina besok mama akan datang bersama dengan Vivi untuk menemanimu disini, aku akan sangat sibuk beberapa hari kedepan. Jadi jaga dirimu dengan baik yah," lirih Regha saat sang istri kini berbalik dan membalas pelukannya.

" Sayang aku ingin makan masakanmu," Riana tiba-tiba menyampaikan keinginannya pada Regha.

" Aku tidak bisa memasak Ina, aku tidak ingin meracunimu dengan masakanku. Lagi pula itu akan membuat nama baikku tercoreng nanti dihadapan anak kita,"

Riana memajukan beberapa senti bibirnya, pipinya menggembung sempurna karena kesal. Matanya sudah mulai berair, seperti seorang anak kecil yang baru saja kehilangan es krim berharganya.

*Wajah apa itu, apa gadis ini aku terkena serangan jantung karena wajah menggemaskannya itu. Kalau begini meski perintahnya adalah untuk menguras lautan pasti akan aku lakukan.

" Baiklah, tapi kau bantu aku didapur yah, aku hanya akan mengikuti dan kau yang memerintahkan," Riana* mengangguk begitu semangatnya mendapatkan persetujuan dari Regha.

Seperti berputar kembali kemasa lalu, Riana pernah menyuruh Regha membuatkannya masakan juga. Dan akhirnya berakhir sebuah kerusuhan.

" Sayang itu bukan tomat, tapi paprika. Letakkan saja itu dibawah sayang," Dan sepertinya meminta Regha untuk memasak kali ini merupakan hal yang salah, sangat salah dapur yang semula tertata rapi kini berubah seperti habis terkena bencana sunami.

Regha memotong daging dengan serius, pendengarannya tidak lepas dari ocehan Riana yang menginterupsi. Pisau itu meleset, seolah melawan kehendaknya. Berani sekali pisau dapur ini melukai Regha dan membuatnya mengeluarkan darah.

Riana langsung membulatkan matanya, dan tanpa menunggu lebih lama lagi menghampiri Regha dan mengambil alih tangan pria itu.

" Kenapa kau terus saja terluka saat memasak, aku tidak suka ini. Apakah sangat sakit, darahnya sangat banyak sekali," gadis itu menatap jari Regha dengan mata yang mulai berair.

" Ehhh kenapa kau malah menangis sayang, aku tidak apa ini hanyalah luka kecil," Regha dengan segera menyembunyikan tangannya agar Riana tidak menangis lagi.

Bukannya tenang, Riana malah semakin menangis dengan kencang. Hidungnya bahkan sudah sangat merah sekarang.

" Ini semua salahku, aku sudah tau jika kau tidak bisa memasak tapi aku malah memaksamu untuk memasak. Aku bukan istri yang baik bukan, hiks.... aku tidak ingin menangis tapi air matanya bandel karena keluar sendiri," Riana menghapus air matanya lagi, meski itu sebenarnya hanyalah usaha yang sia-sia. Air matanya terus mengalir dengan lancarnya.

Regha dibuat sangat gemas, bukannya kasihan pria itu ingin sekali tertawa terbahak-bahak sekarang. Tapi jika ia lakukan itu gadis ini pasti akan semakin kencang menangisnya.

" Uhhhhh kemari sudah yah sayang, kau obati saja lukaku. Setelah itu aku akan melanjutkan memasaknya,"

Riana dengan cepat menggeleng, tidak keinginannya untuk memakan masakan Regha sudah sirna. Dia tidak perduli lagi apa anggapan orang yang melihat dirinya, tapi hatinya benar-benar terasa sakit saat melihat Regha terluka. Mungkin bawaan kehamilan sehingga emosinya benar-benar tidak stabil.

Setelah membalut jari Regha dengan plaster luka, Riana memberikan sedikit kecupan. Bermaksud untuk mempercepat penyembuhannya. Bahkan air matanya saja masih menempel di pelupuk matanya.

" Ina ini salah bukan,"

Riana menautkan kedua alisnya saat Regha angkat bicara sambil menatap jari telunjuknya yang sudah berbalut plaster berlapis lipstik sang istri.

" Salah, karena jariku untuk beberapa hari tidak akan bisa main colok-colok. Kau pasti kecewa bukan,"

Riana membulatkan matanya sempurna, kenapa dia bisa mendapatkan suami yang modelnya seperti ini. Persetan dengan rasa sedihnya tadi, kini Riana sudah dibuat kesal setengah mati hingga mencubiti perut Regha tanpa ampun.

" Ina sakit, mending kau menggigitnya saja dari pada mencubitnya seperti ini. Tapi gigitnya yang pelan yah sayang,"

Riana semakin menjadi, membombardir Regha dengan cubitan maut andalannya. Dan masalah masakan dan kondisi dapur yang kacau jangan ditanyakan lagi, kini para pelayan sudah sibuk disana merapikan semuanya dan melanjutkan kerja keras dari Regha tadi.

***

Regha membenarkan pakaian Riana, membalut istrinya dengan pakaian super tebal agar gadis itu tidak merasakan udara dingin sama sekali. Salju putih sudah menutupi hampir seluruh bagian jalan, bahkan ranting pohon pun sudah berubah warna sekarang. dua pasang sepatu hitam yang berukuran berbedapun menapak pelan di jalanan tertutupi butiran dingin itu.

" Ina pelan-pelan, pegang tanganku bagaimana jika kau terpeleset nantinya," imbau Regha kepada Riana yang sudah seperti ingin lari maraton saja karena begitu semangatnya melihat tumpukan salju dihadapannya.

Regha dengap sangat hati-hati sekali menuntun Riana untuk mencari tempat yang lebih aman. Pria itu mendudukkan Riana disebuah bangku guna beristirahat sebentar.

" Apakah baby kita baik-baik saja, dia tetap hangat bukan didalam sana," menyentuh perut Riana lembut.

Regha tidak tau saja, jika anaknya yang masih berupa gumpalan merah itu begitu semangat ketika melihat gumpalan salju yang berakibat pada sang ibu.

" Sayang aku ingin membuat manusia salju,"

Regha menghela nafasnya sedikit kasar, kenapa gadisnya ini begitu banyak maunya. Sudah bagus Regha mau mengizinkannya keluar dari villa hangatnya untuk sekedar melihat keindahan musim salju di negeri orang.

" Biar aku yang buatkan, kau tidak boleh banyak bergerak. halamannya menjadi sangat licin sekarang, tunggu disini aku akan membuatkannya untukmu," Regha bicara sambil memperbaiki lagi balutan yang ada ditubuh istrinya.

Setelah menunggu beberapa menit Regha datang dengan membawa sebuah boneka salju berukuran kecil.

" Lihat Ina, bukankah ini menggemaskan anggap ini sebagai baby kita yang menggemaskan, seputih salju,"

" Tidak, enak saja kau menyamakan anakku dengan salju. Aku tidak ingin anakku menjadi manusia es sepertimu,"

" Tapi setidaknya dia akan tampan seperti ayahnya bukan,"

Sepertinya akan mulai terjadi perang argumen lagi disini, musim dingin seperti ini tidak terlalu buruk sebenarnya. Meskipun hawa dinginnya seolah ingin membekukan seluruh persendian, namun suasana nya seolah dapat menghangatkan hati seperti ini terutama saat bersama dengan orang yang dicintai.

***

Hari libur Regha adalah hari libur asisten Sam juga, pria itu menyempatkan dirinya untuk menyebrangi lautan untuk melihat sosok gadis yang selama beberapa bulan lalu selalu ia temani dirumah sakit. Entah rasa apa yang berkecamuk pada dirinya, mungkin karena rasa bangga atas perjuangannya jugalah gadis itu bisa sadarkan diri.



















Jangan lupa vote&comment yaa

Istri Kecil Sang Miliyader 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang