" Ina dengan merahasiakan semua itu kau membuatku sangat khawatir sekarang," matanya tidak ingin menatap Riana sekarang, dirinya terlalu kecewa dengan sikap Riana.
Riana sadar dirinya memanglah egois, tidak mendengarkan Regha dan terus saja berpegang teguh pada pendiriannya. Bersikap seolah bisa melakukan semuanya nyatanya dirinya hanyalah gadis dengan jantung yang lemah.
" Sayang maaf aku berjanji tidak akan mengulanginya lagi," menggenggam tangan Regha lagi, sepertinya pria itu masih marah dengan dirinya.
" Tentu saja tidak boleh lagi Ina, aku tidak memintamu berjanji tapi harus kau lakukan. Aku tidak ingin memarahimu karena kondisimu sekarang kurang sehat, tunggu saja saat kau sudah sehat nanti akan aku buat kau tidak bisa berjalan,"
Riana tersenyum, bagaimana bisa dia melihat Regha menangis dan merasa sakit seperti ini lagi.
" Tapi anak kita tidak akan membiarkanmu menggangguku kedepannya sayang," tambah Riana lagi.
Regha terdiam, mulutnya bungkam seribu bahasa. Lagi-lagi denyut jantungnya kembali berpacu cepat, jika Riana sampai tahu apa yang Regha lakukan untuk menyelamatkan dirinya gadis itu pasti akan sangat marah dan kecewa. Jadi Regha memutuskan untuk merahasiakan hal itu, tentang pengangkatan janin serta operasi donor jantung yang sebentar lagi akan Riana hadapi.
" Sayang kenapa diam, apakah kau cemburu pada anak kita. Hanya tinggal 6 bulan lagi, setelah itu kita akan melihat malaikat kecil kita," mengelus perutnya.
Tidak Ina, kita tidak akan melihatnya lahir. Demi menyelamatkan ibunya dia harus pergi tanpa merasakan kehidupan. Maafkan Daddy nak, tapi sekarang yang terpenting adalah keselematan mommymu. Tak dapat terpungkiri lagi, hati Regha terasa tersayat oleh sebilah pisau tajam saat ini. Dirinya hancur tapi tak bisa menunjukkannya dihadapan Ina seperti biasa saat ia merasa sedih dan terbebani hanyalah istrinya itulah yang akan menenangkan.
" Ina dokter bilang kau harus banyak istirahat sekarang, jangan fikirkan apapun untuk saat ini," mengalihkan pembicaraan mereka. Karena sungguh Regha tidak kuat lagi sekarang.
" Aku tau, tapikan aku sudah baik-baik saja sekarang. Jadi ayo pulang aku benar-benar tidak suka rumah sakit," menarik lengan baju Regha, membujuk pria itu agar kau membawanya pulang sekarang juga.
" Kau sudah berjanji untuk mendengarkan ku bukan,"
Riana mengangguk paham, lalu memejamkan matanya lagi.
Regha terus menatap Riana yang terlelap diranjang pasien itu, tanpa sadar tangannya kini mendarat di perut sang istri.
Hai nak apa kabarmu, apakah kau marah pada Daddy, maaf tapi kau tidak bisa melihat dunia ini dulu. Kau mau kan melindungi mommy bersama Daddy, kita harus menjaga wanita keras kepala ini. Dan air mata itu kembali luruh, Regha telah sampai pada titik terlemah dalam hidupnya. Kesedihannya saat ini mengalahkan keterpurukannya beberapa tahun yang lalu saat sang kakak pergi untuk selamanya.
Saat fikiran Regha berlabuh jauh entah kemana, asisten Sam beserta Selly melihat dari luar ruangan itu. Betapa tak berdayanya Regha sekarang.
" Aku tidak sanggup membayangkan bagaimana jika nona Riana sampai tau hal ini, bagi seorang wanita kehilangan anak adalah hal yang paling menyakitkan didunia ini," Selly berbicara sambil menghapus air matanya.
" Aku seharusnya bisa menduga semua ini akan terjadi, seharusnya aku tidak pernah melepaskan pengawasanku pada nona Riana secara penuh. Ia terlalu hebat menahan sakitnya hingga tidak ada yang bisa menyadarinya," asisten Sam menimpali lagi dengan tatapan sendu.
***
Riana bangun dengan keadaan dipeluk Regha. Pria itu ternyata naik keatas ranjang pasien dan tidur bersama Riana semalam.Tapi ada yang aneh, pelukan Regha pagi ini sedikit lebih posesif dari biasanya. Tangannya melingkar sempurna dipinggang Riana seolah takut kehilangan sesuatu yang berharga baginya.
" Sayang bangun ini sudah pagi," bisik Riana sangat pelan.
Regha membuka matanya, pria itu hanya tersenyum lalu mengecup kening Riana.
" Selamat pagi nona Regha Tanjung," Regha angkat bicara setelah melepaskan kecupan singkatnya.
"Bolehkah aku tidur lebih lama, ini sangat nyaman sekali," Riana mengeratkan pelukannya begitupun juga dengan Regha yang dengan senang hati menyetujuinya.
***
" Tuan Regha saya ingin bicara bisakah?," dokter NAD datang dan menginterupsi Regha untuk pergi keruangannya sebentar." Bicara disini saja dok, Riana sedang tidur juga. Tidak ada yang menjaganya jika aku pergi,"
" Saya punya kabar baik tuan Regha, pendonor yang cocok untuk nona Riana sudah ditemukan. Dan operasi bisa segera dilaksanakan secepatnya,"
" Benarkah dok," seketika senyum Regha merekah lebar.
" Tapi, anda tau sendiri kan konsekuensi dari operasi ini," dokter NAD menimpali lagi.
Senyum diwajah Regha hilang seketika. Itu tandanya dia harus siap kehilangan calon anaknya juga. Regha kembali menyusun hatinya yang porak poranda, memantapkan fikirannya jika asalkan Riana sembuh maka semuanya tidak akan menjadi masalah.
" jika dengan menggugurkan anak kami adalah jalan terbaik, maka aku tidak ada masalah,"
"Tidak!!!," Degh suara Riana terdengar jelas, sebuah suara penolakan yang begitu membuat Regha terkejut, buka hanya Regha tapi juga sang dokter yang tidak menyadari jika Riana sudah bangun dan mendengarkan percakapan mereka.
" Ina kau sudah bangun," Regha menyesali keputusannya untuk bicara diruangan ini, dia lupa jika Riana bisa bangun kapan saja.
" Katakan jika itu bohong sayang, kau bilang kau akan menjaga anak kita bukan. Kenapa kau sekarang ingin mengorbankannya, tidak aku tidak mau," Riana menggeleng keras, penolakan yang ia berikan sudah terlihat sangat jelas sekarang.
" Ina dengarkan aku, ini semua demi kebaikanmu. Kau bisa mengandung lagi nanti, tapi sekarang kita harus menyembuhkanmu dulu," Regha dengan cepat berusaha menenangkan Riana yang ingin mengamuk.
" Tidak, aku tidak mau. aku bisa bertahan sayang aku bisa melahirkannya hingga selamat. Tolong biarkan aku melahirkan anakku, ia tidak melakukan kesalahan apapun hingga harus dilenyapkan. Aku mohon padamu selamatkan anak kita sayang, jangan merenggutnya dariku. Aku sudah kehilangan semua keluargaku, orang tuaku, bahkan kakakku, aku tidak ingin merasakan kehilangan lagi. Aku mohon jangan mengambilnya, jangan," Riana terus memberontak hingga terpaksa ia harus diberikan suntikan penenang oleh dokter.
" Apa yang kau lakukan," teriak Regha kepada sang dokter yang baru saja selesai menyuntikkan obat penenang kepada Riana.
" Tuan anda tidak perlu khawatir, ini hanyalah obat penenang sementara. Kita harus melakukan ini agar tidak terjadi hal yang lebih buruk lagi," jelas dokter NAD yang hampir saja mendapatkan semprotan dari Regha.
***
Beberapa waktu berlalu, Riana masih tidak menyetujui untuk mengakhiri kandungannya. Bahkan sekarang Riana menolak untuk bicara pada Regha, dirinya begitu marah dan kecewa saat ini." Ina kau marah padaku, aku tau aku salah karena sudah egois. Tapi mengertilah sayang ini juga berat untukku, aku juga tidak ingin kehilangan bayi kita. Tapi..," ucapan Regha terpotong karena Riana seakan tuli dan tidak mau mendengarkannya gadis itu bahkan berpaling dari Regha.
Sungguh Regha merindukan ocehan Riana, Rindu bagaimana Riana terus mengoceh panjang lebar sepanjang harinya bahkan terkadang Regha sampai lelah sendiri dibuatnya. Namun sekarang jangankan untuk mengoceh seperti biasanya Riana bahkan tidak mau berbicara sepatah katapun pada Regha, gadis itu hanya mengatakan iya atau tidak saja.
Jangan lupa vote&comment yaa
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Kecil Sang Miliyader 1
RomanceSinopsis:Istri Kecil Sang Miliyader 1 {TAMAT} --------------------------------------------------------- Menceritakan tentang sosok pria kaya raya yang menikahi seorang wanita dengan tujuan balas dendam. Riana Mahesa, seorang gadis yang harus menerim...