Saat tengah malam tiba, Zora tak kunjung tertidur. Ia sulit sekali untuk terlelap meski matanya telah ia pejamkan untuk waktu yang lama. Pikirannya menuju pada sang kakek, ia merasa tak tenang apa lagi kakeknya belum pulang ke rumah.
Kazuma memang tidak memiliki kamar lagi di rumah ini, tapi kemarin Kazuma tidur bersama dengannya di kamar Zora. Meski hanya Zora yang tidur di kasur sedangkan Kazuma tidur di lantai dengan menggunakan futon. Tentu itu karena keinginan Kazuma, bukan karena Zora yang tidak memiliki sopan santun sehingga membiarkan sang kakek tidur di lantai.
Ia memikirkan tentang kejadian tadi saat makan malam. Mengingat wajah sang kakek yang terlihat begitu sedih. "Apa aku sudah sangat keterlaluan? Tapi ini bukan salah ku kan? Ini semua salah kakek karena sangat mengganggu. Ya, aku tidaklah salah. Yang salah itu kakek. Jadi sekarang lebih baik tidur!"
Baru saja Zora memejamkan kedua matanya. "Groooww..." Perut Zora bergemuruh dengan kencangnya. "Argh sial, kenapa harus selapar ini sih!" Zora bangkit dari tidurnya. Ia meraih mantelnya yang bergantung di dalam lemari, tak lupa Zora juga membawa kantong uangnya.
Tak perlu mengendap ngendap untuk pergi keluar rumah di tengah malam seperti ini. Karena Tsukasa kalau sudah terlelap tidur, tidak pernah terbangun jika mendengar suara langkah kaki dan suara pintu yang terbuka.Setelah berhasil keluar rumah, Zora berjalan jalan ke pusat perdagangan. Karena disana ada beberapa toko yang buka hingga dua puluh empat jam. Jadi Zora akan mencari makan disana.
Zora pun memutuskan untuk makan daging panggang, pilihan yang tepat untuk malam yang dingin seperti ini, tentunya tak lupa dengan sake sebagai penghangat tubuh. Itulah kata kata para orang tua yang sering kali Zora dengar. Karena Zora masih anak anak, maka Zora akan memilih minuman soda.Di saat Zora tengah asik menikmati makannya, di rumahnya saat ini tengah ada yokai yang panik karena tidak melihat Zora yang berada di kamarnya. Ia heboh di tengah malam membuat Tsukasa terbangun meski hanya setengah sadar dan menghampirinya.
"Maaf Kazuma-sama, bisakah anda tenang dan tak berisik? Ini sudah larut malam dan sudah waktunya bagi para manusia untuk istirahat. Hoaamss...." Keluh Tsukasa.
"Zora tidak ada! Anak itu tidak ada di kamarnya! Zora di culik!" Kazuma nampak sangat heboh membuat Tsukasa terbangun sepenuhnya.
"Ku rasa dia tidak di culik, mungkin saja dia sedang di kejar kejar oleh yokai. Karena sejak dulu anak itu slalu menjadi incaran para yokai."
"Sungguh kurang ajar! Apa mereka tidak tau kalau Zora adalah cucuku! Akan ku cari Zora sekarang juga! Dan jika ada yokai yang berani menyakitinya, maka aku akan memakannya!" Kazuma pun menghilang dan Tsukasa mulai merasa gelisah.
"Anak ini, tau sekali cara membuat orang lain khawatir. Belum lama dia pulang ke rumah, sekarang udah menghilang lagi aja." Gumam Tsukasa yang mengambil mantelnya dan keluar rumah untuk ikut mencari Zora.
"Haaah... Kenyang sekali. Rupanya keluar rumah di malam hari dan pergi jalan jalan, tidak buruk juga. Selama ini kalau aku pergi di tengah malam selalu berurusan dengan yokai, jadi aku gak bisa menikmatinya."
Di dalam perjalanan Zora, ia mendengar suara isak tangis seorang anak dan juga suara anak lainnya yang tengah membujuknya agar ia diam. Rasa penasaran Zora sangat tinggi, jadi ia memutuskan untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi.
"Hoi bocah, apa yang kalian lakukan disini? Ini sudah malam, kenapa kalian tidak pulang?" Tanya Zora yang bersikap layaknya orang dewasa. Dasar Zora, memanggil orang lain bocah sedangkan dia sendiri juga masih bocah.
"Bukan urusan mu!" Jawab anak yang lebih tua dari yang sedang menangis.
"Aku bertanya baik baik, kenapa kau menjawabnya galak sekali. Masih bagus aku yang menemukan kalian disini, bagaimana jika prajurit kerajaan yang menemui kalian? Apa kalian tidak kasihan sama orang tua kalian karena kalian membuat masalah dengan kabur dari rumah di tengah malam seperti ini?"
"I-ibu ku sedang sakit." Jawab yang paling muda dengan isakan tangisnya.
"Kenapa kamu jawab? Tidak seharusnya kamu menjawab pertanyaan dari orang asing. Bagaimana jika dia orang jahat." Bisik yang paling tua namun dapat di dengar oleh Zora.
"Tapi ucapannya benar kak. Kasihan ibu sedang sakit, sedangkan ayah sedang pergi mencari obat tapi tidak pulang pulang."
"Ayah itu pembohong, ayah tidak pergi mencari obat untuk ibu. Ayah pergi meninggalkan kita semua! Lagi kakak kan sudah bilang sama kamu untuk tetap tinggal di rumah dan jaga ibu. Biar kakak yang pergi mencari makan untuk kalian semua."
'Oh, kakak yang baik.' Batin Zora memuji sang kakak.
"Ibu kalian sakit apa?" Tanya Zora penasaran.
"Apa urusan mu bertanya tanya, urusi saja urusan mu itu dan jangan campuri urusan kami!" Bentak sang kakak.
"Kau ini menyebalkan sekali ya. Asal kau tau, jika penyakit itu tak wajar aku dapat menyembuhkan ibu kalian. Seharusnya aku mendapatkan bayaran tapi untuk kalian, aku akan memberi gratis. Bagaimana?"
Sang adik nampak terlihat senang, tapi sang kakak berbeda. "Kau membuat dirimu terlihat semakin mencurigakan."
"Terserahlah. Nah kau..." Zora menunjuk si adik. "Apa kau lapar? Apa mau aku beliin kamu makanan?"
Mata si adik semakin berbinar. "Mau kak! Aku mau." Serunya.
"Hoi, apa yang kau katakan! Jangan mau dengarkan apa yang orang aneh ini katakan." Saut si kakak menahan adiknya yang hendak ikut dengan Zora."Kalau kau tak mau ikut ya sudah, ayo kita pergi! Katakan pada ku, apa yang mau kau makan?" Tanya Zora pada sang adik dengan menggenggam tangannya. Mereka berjalan bersama, isak tangis si adik sudah tak lagi terdengar. Sang kakak dengan enggan akhirnya berjalan mengikuti keduanya.
"Tadi aku abis makan daging disana, dagingnya sangat enak sekali. Kamu mau makan daging?"
"Mau kak! Udah lama sekali aku tidak makan daging." Si adik menjawabnya dengan antusias.
Di dalam kedai tersebut, Zora memesankan dua porsi daging untuk di makan si kakak dan adiknya. Setelah pesanan datang, si adik segera melahapnya. Sedangkan si kakak nampak ragu, hingga akhirnya Zora memaksanya untuk makan karena suara perutnya sangat berisik sekali.
"Pelan pelan makannya, kau seperti belum makan berhari hari saja." Ujar Zora yang membersihkan nasi yang menempel pada pipi si adik tersebut.
"Kita sudah tiga hari tidak makan kak." Jawab si adik dengan polosnya.
"Selama itu? Bagaimana dengan ibu mu yang sakit?" Rasa iba mulai menjalar di hati Zora.
"Ibu tetap makan meski hanya sekali, ibu lebih membutuhkannya dari pada kami. Itu sebabnya, aku merasa tak enak hati dengan ibu yang belum makan hari ini sementara kita sedang makan enak." Sepertinya si kakak sudah mulai bisa membuka diri untuk bercerita pada Zora.
"Berapa usia mu dan adik mu?" Tanya Zora pada sang kakak.
"Aku sepuluh tahun, sedangkan adik ku enam tahun."
"Kalian sangat hebat ya... Aku salut pada kalian semua." Zora tiba tiba saja teringat pada masa lalunya, dimana ia harus berjuang keras untuk dapat bertahan hidup. Meski ia tidak kesusahan untuk makan, tapi ia kesusahan untuk dapat di terima oleh saudaranya sendiri dan juga orang lain.
"Baiklah, kalian makanlah sampai kenyang. Jika ini kurang maka pesan lagi, jangan ragu ragu untuk memesannya. Dan jangan khawatirkan ibu kalian, aku juga akan memesankan untuk di bawa pulang nanti."
Sekilas info
Aku hiatus dulu ya...
Gak tau sampai kapan
Soalnya aku gak ada mood buat nulis
Sama sekali gak ada 😣
Dan itu udah berapa hari iniMaaf ya semuanya 😊
KAMU SEDANG MEMBACA
The Blood (Ended)
FantasyCerita ini terinspirasi dari anime "Natsume Yuujinchou" dan juga "Mushishi.". Sebuah kerajaan yang sudah modern, dimana bagi kalangan rakyat biasa yokai merupakan dongeng belaka. Namun, bagi para bangsawan dan kerajaan yokai merupakan hal nyata. Tug...