Chap 97

87 15 5
                                    

Triple up donk
^^































"Zora, lebih baik obati dulu saja luka di wajah mu ini. Sangat tidak enak di pandang, kau tau?" Ujar Afdi.
"Kalau begitu kau tidak perlu melihat ku, gampang kan. Dan kau Juana... Sana kembali ke tempat duduk mu, untuk apa kau berlama lama di sini, mau jadi patung?" Cetus Zora, tanpa berkata apa apa, Juana pun kembali ke tempat duduknya.

"Suichi... Boleh aku pinjam Zora sebentar?" Tanya Afdi kepada Suichi.

"Tentu saja pangeran Afdi, dan maafkan saya atas kejadian tadi." Ucap Suichi penuh sesal.

"Sudah lah tak apa, tadi juga merupakan hiburan untuk ku. Kapan lagi aku bisa melihat Zora yang...." Afdi menatap Zora meledek dan juga sedikit tertawa. "Ayo Zora kita pergi." Ajak Afdi yang menarik Zora dan tidak melanjutkan apa yang ingin ia katakan sebelumnya.

"Lepasin kak, aku bisa jalan sendiri." Ucap Zora yang tak di indahkan oleh Afdi.

"Kak?" Gumam Vero dan Aoi secara bersamaan tanpa ada yang mendengarnya. "Sudah ku duga mereka saling kenal." Lanjut keduanya.
"Aku jadi semakin penasaran siapa Zora itu? Bagaimana dia bisa kenal dengan pangeran dari kerajaan Snow yang jaraknya cukup jauh. Mungkin aku harus meminta bermain ke rumahnya, setelah tau dengan siapa dia tinggal, aku pasti lebih mudah untuk mengetahuinya." Ucap Vero antusias.

"Kenapa membawa ku ke ruang kesehatan?" Tanya Zora yang masih sedikit kesal dengan Afdi.

"Tentu saja untuk mengobati mu." Jawab Afdi sembari memberantakan tempat obat yang ada di sana. Padahal ada dokter yang bertugas, tapi Afdi seakan tak melihatnya dan mengabaikan perkataan sang dokter yang ingin membantunya.

"Apa yang harus di obati? Aku tidak terluka kak!"

"Tentu saja bekas tamparan yang ada di pipi mu itu, sampai sekarang saja itu masih merah. Wanita itu lebih baik di beri hukuman karena telah berani menyakiti anggota kerajaan!"

"Kak! Mulut mu itu benar benar tidak ada rem nya ya." Kesal Zora, lalu ia melihat ke dokter yang nampak terkejut. "Tolong jangan di tanggapi dengan serius ucapan tadi." Pinta Zora, dan sang dokter hanya tersenyum canggung.

"Kenapa kau merahasiakan hal sebesar ini? Kau kan pangeran juga dari kerajaan ini, lalu kenapa tidak kau umumkan saja biar gak ada seorang pun yang berani membully mu seperti gadis tadi? Dan kenapa juga gadis itu bisa tau tentang kehidupan mu tapi dia tidak tau kalau kau pangeran? Atau jangan jangan dia sudah tau, tapi karena kau setengah yokai jadinya dia tidak bisa menerima mu dan melakukan pemberontakan, hmm sepertinya itu mungkin saja... Karena kau hanya diam saja dia pasti akan semakin menjadi, lebih baik kau harus tegaskan dia kalau perlu laporkan saja ke raja Farel agar dia di tahan." Ucap Afdi tanpa henti hentinya.

"......" Zora hanya diam, kelakuan pangeran yang satu ini terkadang membuat Zora kesal. Dan bagaimana bisa mulutnya berbicara tanpa henti bahkan tanpa jeda sedikit pun.

"Kenapa kau diam saja? Aku kan sedang bertanya dan memberikan mu sebuah pendapat. Aku memiliki firasat yang buruk jika kau hanya diam saja seperti ini, bisa bisa gadis itu akan mencelakai mu." Setelah berucap, keadaan menjadi hening sesaat. Dan barulah Zora membuka mulutnya.

"Pangeran Afdi yang terhormat, pertama tama jika anda ingin bertanya tolong tanyalah satu persatu. Kedua, jangan gabungkan antara pertanyaan dengan pendapat. Ketiga, tolong beri jarak dari semua perkataan anda. Tidakkah anda bisa melihat kalau di sini bukan hanya ada anda, saya, dan juga pengawal anda. Di sini juga ada dokter sekolah saya, bukan kah anda sejak tadi menjaga sikap anda? Lalu kenapa sekarang anda kembali ke sifat asli anda, padahal kita tidak lagi berdua saja?"

"Tidak perduli..." Ucap singkat Afdi sambil mengangkat bahunya acuh.

"Haaaah...." Zora menghela nafasnya dengan kasar. "Luka di pipi ku sudah di obati, apa boleh sekarang aku kembali lagi ke kelas?"

"Ya kau bisa pergi Zora, aku juga akan pergi setelah ini. Dan Zora... Ingat pesan ku, katakan pada orang orang kalau kau seorang pangeran, agar tidak ada seorang pun yang berani melukai mu. Firasat ku sangat tidak enak memikirkan kejadian tadi, jadi tolong lakukan pesan ku ini."

"Ya akan ku lakukan, tapi nanti, tidak sekarang."

"Ku saran kan agar kau lakukan itu lebih cepat agar semuanya berjalan dengan baik." Afdi memasang wajahnya yang sangat serius.

"Baiklaaah...." Sedangkan Zora menanggapinya dengan malas.

"Kalau gitu aku pamit undur diri terlebih dahulu, karena masih ada hal yang perlu ku lakukan. Sampai jumpa Zora."

"Jaga kesehatan anda Zora." Saut Marfin.

"Kalian juga jaga kesehatan dan berhati hatilah di jalan." Ujar Zora dengan tersenyum menatapi kepergian dua orang yang lebih tua darinya.

"Eem... Maaf menggangu, saya hanya ingin memastikan saja, anda benar seorang pangeran dari kerajaan ini? Mungkin kah anda adiknya pangeran Giovani?" Tanya dokter sekolah.

"Aku memang pangeran dari kerajaan ini, namun sayangnya aku bukan adik dari paman Giovani. Aku keponakannya. Cucu dari putri Rachel yang di kabarkan sudah lama meninggal." Jawab Zora.

"Pantas saja anda sangat mirip sekali dengan tuan putri Rachel, tapi tadi anda bilang apa? Cucu? Bukan anaknya?"

"Bukan, nenek menikah di saat usianya masih sangat muda. Lalu ayah ku menikah muda juga, tapi sudah cukup usia, berbeda dengan nenek."

"Lalu, bagaimana kabar tuan putri Rachel? Berita terakhir pada saat itu kan di kabarkan sudah meninggal."

"Nenek memang sudah meninggal, di saat aku belum lahir."

"Ah begitu, sangat di sayangkan. Padahal aku slalu mengidamkan kecantikannya dan berharap dapat berjumpa meski dari kejauhan."

"Memang sangat di sayangkan..." Ucap Zora dengan sendu, entah hal apa yang membuatnya merasa sedih, hanya Zoralah yang tau. "Dokter, tolong rahasiakan tentang identitas aku yang seorang pangeran ini ya? Aku tidak mau orang orang berubah sikap dan langsung menghormati ku karena aku seorang pangeran."

"Baiklah pangeran, rahasia anda akan aman di tangan saya." Ucap dokter tersebut dengan membungkukkan tubuhnya tanda sebuah hormat.

"Terima kasih banyak, kalau begitu aku akan kembali ke kelas."




Sementara itu, di saat tadi Zora pergi menuju ruang kesehatan, Suichi memanggil Juana untuk ikut bersamanya ke ruang guru setelah guru penggantinya tiba dari toilet. Di dalam ruang guru, Juana mendapatkan teguran dari Suichi akan sikap tidak sopannya kepada Zora. Bahkan ia sudah mempermalukan sekolah di hadapan pangeran Afdi.
"Juana, bapak ingin memperingati kamu. Lebih baik kamu tidak mengusik Zora lagi, dan berhentilah merundungnya, karena ini demi kebaikan mu. Kau akan menyesal jika kau tidak mendengarkan pesan bapak ini, bahkan mungkin, seluruh keluarga mu akan ikut kena imbasnya. Ingat baik baik pesan bapak ini ya Juana." Tutur Suichi memperingati.

"Iya pak, saya permisi ke kelas dulu." Ucap Juana malas.

Di sepanjang lorong menuju kelas, Juana mengepalkan kedua tangannya. Ia marah, ia kesal, ia tidak bisa menerima apa yang sudah terjadi hari ini.
"Gara gara kau, aku kehilangan muka di hadapan pangeran Afdi! Gara gara kau, penilaian sekolah ini menjadi minus! Gara gara kau, perhatian pangeran Afdi yang seharusnya tertuju pada ku karena kecantikan ku, jadi berpaling pada sikap mu yang cari muka! Gara gara kau juga, aku kena marah dan poin ku jadi berkurang! Lihat saja nanti, aku pasti akan membalasnya! Lebih dari apa yang pernah ku lakukan pada mu sebelum ini! Tunggu saja, Zora!!!" Gumam Juana penuh emosi.

The Blood (Ended)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang