Zora menghampiri anak itu dan memberikan beberapa koin emas kecil, dengan tersenyum Zora meninggalkan anak tersebut. Tiada di sangka, bahwa anak itu mengikuti Zora kemana pun ia pergi.
Anak itu hanya diam dengan memutar bola matanya ke arah mana pun kecuali ke arah Zora. Sebenarnya Zora ingin bertanya, tapi bagaimana caranya untuk bertanya? Suaranya saja tidak dapat keluar.
"Aku baru ini melihat kakak, apa kakak orang baru disini?" Tanya anak itu.
Zora hanya menggelengkan kepalanya. "Lalu kakak berasal dari mana?" Zora berjongkok dan menulis kerajaan Quart pada tanah di bawahnya dengan jari.
Namun anak itu nampak kebingungan, lalu ia melihat Zora dengan tersenyum kecil. "Maaf kak, aku belum bisa membaca. Oh ya nama ku Yuki, nama kakak siapa?" Zora kembali menuliskan namanya di tanah dan hasilnya pun sama, anak itu tidak bisa membaca dan hanya tersenyum kecil, membuat Zora menghela nafas panjang.
"Zora." Tiba tiba ada seseorang dari belakang Yuki menyebutkan nama Zora yang tertulis di tanah tersebut. Yuki menghambur dalam pelukan pria dewasa tersebut dengan tersenyum senang.
"Nama kakak itu kak Zora ya kak?" Pria dewasa itu mengangguk serta membalas senyuman Yuki. "Lihat ini kak, tadi kak Zora memberikan aku koin emas kecil."
"Terima kasih banyak Zora, saya kakaknya Yuki nama saya Yuko. Maaf kalau nama ku seperti nama perempuan. Ngomong ngomong, kau berasal dari kerajaan Quart? Kenapa kau datang ke desa ini? Desa ini tidak sekaya dengan desa desa disana kan." Seru Yuko.
Zora menuliskan alasannya pada tanah disana, Yuko yang membacanya nampak terkejut.
"Ada seseorang yang membuang mu kesini? Astaga jahat sekali orang itu. Disini transportasi (kereta kuda) hanya datang setiap pagi di jam tujuh. Perjalanan menuju kerajaan Quart tidak ada, kau harus turun dan menyambung lagi di desa lainnya. Dan untuk malam ini, bagaimana jika bermalam di rumah kami? Itung itung sebagai ucapan terima kasih kami."
Zora mengangguk tanda setuju, namun mata Zora kini terarah pada telapak tangan Yuko. Tanpa meminta izin Zora segera melihat telapak tangannya.
Disana terdapat mushi berwarna hitam pekat dalam bentuk mata.
"Oh kau juga bisa melihat ini? Aku tidak tau ini apa, tiba tiba saja muncul setelah ayah kami meninggal. Aku pernah ke tabib untuk bertanya tanya, tapi tabib tidak dapat melihat hal ini.
Karena hal ini tidak mengganggu sama sekali jadi aku tidak memusingkannya. Selain itu, sejak adanya tanda ini entah kenapa aku mudah sekali menangkap buruan di hutan.
Dan juga, tidak ada binatang buas yang berani mendekati ku. Seolah olah, aku raja hutan disana. Ini sangat membantu ku."
"Tapi... Sejak adanya tanda itu, entah kenapa para penduduk tidak ada lagi yang mau beli daging kita. Mereka semua slalu mengatakan daging kita bau busuk, padahal kita tidak mencium apa pun." Saut Yuki dengan mempoutkan bibirnya.
Zora menghapus tulisan sebelumnya dan menulis lagi sebuah pertanyaan.
"Berapa lama? Hmm ku rasa ini sudah hampir dua bulan."Zora kembali menulis di tanah dan di bacakan oleh Yuko agar si adik juga mendengarnya.
"Yang di tangan mu itu mushi, jika tidak segera di lepaskan dari dirimu, maka kau akan hilang dan masuk ke dunia mushi. Ini masih bisa di tolong, aku dapat membantu mu menyingkirkannya. Kalau kau mau, sekarang juga antar aku ke hutan."
Yuko dan Yuki saling menatap, mereka berdua jelas tidak tau apa yang di maksudkan Zora. Dan ia menulis lagi di tanah itu setelah tulisan sebelumnya di hapus.
"Kalau tanda itu hilang, kau bisa berburu seperti biasanya. Daging yang akan kau jual tidak akan bau lagi. Tapi kalau kau biarkan, tubuh mu lenyap di bumi ini tapi jiwa mu akan menyatu seperti yang ada di tangan mu, kau akan di bawa ke dunia mereka."
"Kakak..." Suara Yuki nampak takut, ia mengeratkan pegangannya pada ujung baju Yuko sang kakak.
Yuko nampang berpikir sejenak, "Baiklah tolong bantu aku untuk menghilangkan tanda ini. Aku tidak mau adik ku sendirian disini karena kita sudah tidak punya orang tua."
Setelah di setujui, Zora, Yuko serta Yuki pergi menuju hutan. Tentu saja Yuko berada di depan sebagai penunjuk jalan.
Sesampainya di dalam hutan, ada yokai lemah yang mengintip mereka bertiga. Zora yang berhasil menemukan dua buah tanaman yang sedang di cari, memberikan kepada Yuko dan Yuki masing masing satu.
Yuko nampak mengetahui apa yang di inginkan Zora, lalu Yuko berkata kepada Yuki untuk mencari tanaman yang bentuknya sama persis. Dan mereka bertiga segera berpencar untuk mencari, namun jarak mereka tidaklah jauh agar Yuki atau pun Zora tidak tersesat di hutan.
"Apa kau bisa melihat kami?" Tanya seorang kappa dan Zora hanya mengangguk dengan tersenyum.
Kappa itu nampak senang sekali. "Tolong bantu kami."
Kappa itu menarik tangan Zora untuk masuk lebih dalam lagi ke hutan. Setelah jauh berjalan, tiba sudah mereka disana.
Ada banyak sekali yokai lemah mengelilingi sebuah kendi yang terdapat sebuah mantra di atasnya.
"Di dalam sana ada tuan kami, beliau di masukkan ke dalam kendi itu oleh seseorang. Tolong lepaskan tuan kami, tanpa adanya beliau, kami para yokai lemah akan di serang oleh yokai jahat." Pinta kappa tersebut.
Yokai yang mengelili kendi itu menatap Zora dengan penuh harap. Yang di tatap hanya membalas senyuman sehingga mereka semua merasa senang karena mengetahui Zora akan membantunya.
Dengan sangat mudah, seperti kertas yang tertempel disana bukanlah kertas mantra dengan sihir tinggi, Zora melepaskannya begitu saja.
Kertas mantra untuk menyegel yokai, tidak akan mudah di lepaskan. Yang dapat membuka itu hanya orang yang memasangnya atau orang lain dengan sihir yang lebih tinggi dari orang yang memasangnya.
Setelah terlepas, keluarlah yokai yang berbentuk seperti wanita yang begitu cantik dengan kimononya yang terlihat elegan, sangat cocok untuk dirinya.
"Tuan!" Seru para yokai itu.
'Tuan? Bukan kah dia wanita? Kenapa di panggil tuan?' Batin Zora bertanya tanya.
"Terima kasih banyak anak muda, apa yang kau inginkan sebagai balasan dari ku." Ujar yokai tersebut, yang merupakan tuan dari yokai lemah.
Karena merasa penasaran, Zora menuliskan pertanyaan pada tanah. Setelah membacanya, tuan yokai itu tertawa sedangkan pengikutnya yang tidak bisa membaca hanya heran memandangi tuannya.
"Maafkan saya... Kita sebagai yokai tidak pernah melihat jenis kelamin seperti manusia." Ucapnya terjeda...
'Shiro pernah mengatakan hal yang sama.' Batin Zora.
"Tapi kalau kau penasaran maka aku akan memberitaukannya. Aku laki laki, sama seperti mu. Apa ada lagi yang ingin kau tanyakan?" Zora menggelengkan kepalanya.
"Lalu apa yang kau inginkan sebagai imbalan dari ku?" Tanyanya kembali.
Zora menuliskan keinginannya pada tanah di bawah kakinya. Setelah di bacanya, yokai itu tersenyum dan bertanya. "Hanya itu?" Zora menganggukan kepala sebagai jawaban. Lalu ia memerintahkan kepada pengikutnya untuk mencari apa yang di inginkan Zora sebanyak banyaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Blood (Ended)
FantasyCerita ini terinspirasi dari anime "Natsume Yuujinchou" dan juga "Mushishi.". Sebuah kerajaan yang sudah modern, dimana bagi kalangan rakyat biasa yokai merupakan dongeng belaka. Namun, bagi para bangsawan dan kerajaan yokai merupakan hal nyata. Tug...