Chap 91

72 13 0
                                    

Teman sebangku Vero menganga, ia terkejut dengan pertanyaan yang di lontarkan olehnya. "Kau tidak tau? Ini sedang panas panasnya di bahas lho." Vero menjawab dengan mengangkat kedua bahunya. "Zora! Dia merupakan cucu dari yokai! Dan Juana sedang menyindir anak itu. Pantas saja baunya itu aneh, rupanya dia setengah yokai."

Vero menolehkan kepalanya ke belakang, ia melihat Zora dengan expresi....? Sulit di artikan, karena saat ini tidak ada seorang pun yang melihat mimik wajah Vero, jadi tidak ada yang tau expresi Vero saat ini seperti apa.

Sejak saat itu, berbagai sindiran terus terlontarkan. Bahkan ada yang melempari Zora dengan sampah atau pun kertas. Zora tak menanggapi, ia masa bodo dengan apa yang ia alami saat ini. Berbeda dengan Aoi, ia justru kesal bahkan berteriak dengan lantang kepada teman kelasnya.
"Siapa yang melempari Zora dengan kertas kertas ini, hah? Apa kalian masih bayi yang tidak tau dimana letak tempat sampah?!"

"Aoi! Kenapa kau masih membelanya? Teman mu ini bukan manusia seutuhnya, dia ini yokai yang harus di musnahkan." Seru Juana.

"Dia juga manusia! Kau tidak berhak berkata seperti itu!"

"Heh Aoi, sadar sama kedudukan mu! Kau juga lemah, semua keluarga mu tidak ada yang kuat, mereka lemah dan berada di bawah kami semua. Lebih baik kau dengarkan apa yang ku katakan biar keluarga mu tetap aman."

"Bruaaak!" Zora memukul meja dengan sangat kuat dan ia pun berdiri dari duduknya.

"Jangan pernah menghina teman ku! Tarik kembali ucapan mu sebelum aku memukul mu!" Tegas Zora.

"Kau pikir, aku takut dengan ancaman mu! Mana sudi aku tarik lagi ucapan ku, dengan kekuasaan ku, Aoi... Bahkan kau, Zora... Aku bisa menghancurkan kalian dalam sekejab, termasuk dengan keluarga kalian."

Zora bersmirk. "Memangnya kau tau siapa keluarga ku? Keluarga bangsawan mana yang merawat ku? Tidak kan? Jadi bagaimana cara mu bisa menghancurkan ku? Lucu sekali."

"Itu hal mudah! Aku bisa mencari tau dengan siapa kau tinggal, dan setelah kau hancur, aku tidak akan perduli lagi dengan mu meski pun kau sujud di hadapan ku!"

"Benar kah? Tapi sayang sekali, kata kata itu, aku lah yang akan menggunakannya di akhir cerita nanti."

"Kita lihat saja nanti! Dan aku tidak akan membuat mimpi mu itu menjadi nyata."

"Baiklah, kalau begitu ini menjadi urusan kita berdua. Jangan libatkan Aoi dengan masalah ini, jika tidak, aku benar benar akan membuat kau dan keluarga mu hancur dalam jentikan jari."

"Dasar yokai, sikap mu sangat sombong sekali. Memang lebih baik kau di musnahkan saja dari pada di biarkan hidup. Ku tebak, sekali pun kau sengsara kau akan tetap sombong layaknya yokai."

"Bruuuaaak...!" Seseorang memukul mejanya, semua mata menuju pada orang tersebut.

"Bisa hentikan Juana? Aku muak dengan omong kosong mu itu!" Seru Vero dengan pandangan mata yang sangat tajam.

"Tapi Vero..."

"CUKUP JUANA!!!" Vero meninggikan suaranya. "Jika Zora benar benar keturunan yokai, lalu apa salahnya? Bila kita bisa hidup berdampingan dengan yokai, bukan kah itu hal yang indah? Ini bahkan mimpi dari pangeran terdahulu, pangeran Eru."

Zora membulatkan matanya dan menatap Vero, pikirannya bercabang namun memunuhi tentang Vero dan pangeran Eru. Juana akhirnya diam, dia tidak bisa melawan Vero, karena posisinya berada di bawah keluarga Vero. Selain itu, sebenarnya Juana juga berharap agar bisa berjodoh dengannya. Tapi harapan itu tadi sempat hilang ketika ia mendengar bahwa pangeran dari kerajaan Snow akan datang untuk berkunjung, jika ia bisa mendapatkan pangeran itu, maka Vero akan di hapus dari daftar calon suaminya. Vero hanyalah nomer dua di daftar itu, dan posisi nomer satunya adalah seorang pangeran dari kerajaan mana pun.

Waktu berlalu, dan kini jam pulang telah tiba. Kabar bahwa Zora merupakan setengah yokai sudah tersebar luas, bahkan Suichi juga sudah mendengarnya. Para guru yang sejak awal tak menyukainya, kini semakin tak menyukainya. Para murid dari kelas dan tahun yang berbeda, tak segan segan menjahili Zora. Dari yang di lempari sampah, sengaja memukulnya, menyelengkat kakinya hingga Zora jatuh, bahkan ada yang sengaja menyirami Zora dengan air apa pun itu. Saat istirahat tadi, sudah berapa banyak orang yang menyirami Zora air. Aoi kesal dan ingin menghajar orang tersebut, namun tindakan itu di tahan oleh Zora. Si pria cantik itu hanya tersenyum manis ke pada Aoi dan menenangkan Aoi yang di selimuti amarah.

"Byuuur..." "Haaaah...." Zora membuang nafas dengan kasar setelah di sirami air selokan oleh Juana.

"Ugh bau nya... Hahaha...."

"Hahahaha....."

Juana dan kedua temannya tertawa puas dan pergi meninggalkan Zora serta Aoi.
"Kau tak apa Zora? Ini sudah yang ke berapa kalinya kau di siram seperti ini, lebih baik kau adukan saja pada raja, agar tidak ada seorang pun yang menjahili mu." Ucap Aoi penuh perhatian.

"Tak apa, biarkan saja. Sekalian aku mau lihat, setelah rahasia ku terbongkar, siapa siapa saja yang mau menerima ku seperti mu. Bangsawan mana yang menginginkan hidup berdampingan dengan yokai, dan sepertinya aku sudah menemukan satu orang meski pun dia suka jahil. Tapi entahlah, aku masih belum yakin juga."

"Apa itu Vero? Dia tadi nampak membela mu, dan juga dia menyinggung pangeran Eru."

"Apa pangeran Eru masih terkenal hingga saat ini? Bagaimana Vero bisa mengetahui itu?"

"Pangeran Eru sangat terkenal hingga saat ini, apa kau tidak tau?" Zora hanya menggelengkan kepalanya. "Yah wajar sih, kau kan baru pindah. Terus sekarang kamu mau gimana Zora? Seragam mu kotor, sekarang baju olahraga yang kau kenakan juga kotor, bahkan sangat bau. Raja dan pangeran pasti akan bertanya tanya." Lanjutnya.

"Tanpa bertanya mereka pasti akan tau dari kak Suichi. Udah lah, ayo pulang. Nanti aku akan mampir ke sungai untuk bersihin kotoran yang menempel ini."

Setelahnya mereka berjalan menuju sungai, setibanya Zora langsung menjatuhkan diri ke dalam sungai, tentu tanpa ada satu pun yang ia lepaskan, baik itu tas mau pun sepatu sekolahnya. Karena semua itu sudah basah dan kotor. Aoi yang sedang duduk di pinggir sungai untuk menemani Zora, ia lakukan waktu senggangnya untuk belajar pelajaran yang tadi di bahas, kebetulan ada yang masih belum di mengerti oleh dirinya. Sesekali Aoi bertanya pada Zora untuk mencari tau jawabannya. "Memang menyenangkan punya teman yang pintar itu, terlebih lagi cara mengajar Zora mudah untuk di pahami. Pintar dan tidak sombong, sangat jarang di temui, aku benar benar beruntung sekali. Terlebih lagi Zora mau berteman dengan ku." Gumam Aoi.

"Zora... Apa setelah ini kau mau membeli buku tulis? Semua buku mu basahkan, mau aku temani sekalian?" Tanya Aoi.

"Tidak usah Aoi, setelah ini kita pulang saja. Aku lelah dan ingin cepat istirahat, nanti aku bisa minta tolong siapa saja yang ada di istana."

"Ya ya ya... Pangeran jelas beda, gak usah capek capek untuk membeli keperluannya sendiri."

"Oh apa ini? Apa kau merasa iri pada ku? Ingin bertukar dengan ku?" Ledek Zora yang keluar dari sungai menghampiri Aoi.

"Tidak sama sekali, aku sudah merasa sangat senang dengan kehidupan ku. Lagi pula aku tidak mau bertukar dengan mu, bagaimana bisa wajah tampan ku di tukar dengan wajah cantik seperti mu."

"Apa kau bilang?!" Zora kesal di bilang cantik, ia berlari agar cepat menggapai Aoi, namun Aoi sadar, ia segera beranjak dan berlari menghindari Zora dengan tawa yang sangat keras.

The Blood (Ended)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang