Chap 79

80 18 3
                                    

Puas dengan makan di kedai ramen, dua sahabat itu segera pulang ke rumahnya masing masing. Kali ini Zora tidak tersesat, karena ia memanggil Shiro untuk mengantarnya pulang ke istana.

"Ingat pesan ku, jangan ceritakan ke kakek tentang luka di pipi ku ini." Ucap Zora mengingatkan. Saat Shiro datang, Shiro bertanya dengan luka itu, dan Zora hanya menjawab itu akibat pertengkaran kecil seorang gadis. Zora tidak ingin kakeknya tau soal ini, pasti akan heboh malam nanti dan bisa bisa Zora tidak tidur lagi.

"Iya aku ingat, sudah sana masuk ke dalam istana, aku ingin menikmati sake sisa tadi malam." Ucap Shiro yang kemudian pergi menghilang.

Zora yang masuk ke istana segera berlari menuju kamarnya. Ia ingin segera berendam dengan air hangat karena merasa hari ini begitu melelahkan, meski yang di lakukan hanyalah tidur saja di dalam kelas.

"Pangeran Zora anda sudah pulang, pas sekali... Air hangat untuk mandi sudah di siapkan. Pangeran Zora, apa yang terjadi dengan wajah anda?" Ucap seorang pelayan wanita yang sudah dewasa.

"Hanya luka kecil, jangan di pikirkan. Aku akan segera mandi, tolong buatkan aku jus lemon." Titah Zora.

"Baik pangeran akan saya siapkan. Tapi sebelum itu, siapa yang berani melukai anda pangeran Zora? Apakah luka itu parah? Sudahkah luka itu benar benar di obati? Apa lebih baik saya panggilkan dokter kerajaan untuk mengobati ulang luka anda pangeran?"

"Ayolaaaah... Ini hanya luka kecil, jangan menyerang ku dengan banyak pertanyaan." Keluh Zora.

"Tapi anda itu seorang pangeran, siapa pun yang berani melukai keluarga kerajaan, maka akan di beri hukuman yang sangat berat."

"Lupakan soal luka ini, mengerti? Dan tolong bawakan jus ku ke kamar mandi, aku ingin minum sambil berendam."

"Baik pangeran Zora."

Setelah meletakkan tas sekolahnya ia pun menuju kamar mandi untuk berendam, tentu jus lemon pesanannya sudah tersedia disana.

"Enak sih hidup seperti ini, apa yang ku inginkan tinggal bilang saja ke pelayan, nanti segera di siapkan. Dulu, Shiro harus bekerja untuk memenuhi kehidupan ku sehari hari. Aku juga tidak bisa meminta yang mahal mahal, kecuali jika kami memiliki uang lebihan. Rasanya, aku merindukan Shiro dan Kou. Biar bagaimana pun juga, mereka yang sudah merawat ku selama ini. Jika kita tidak pernah bertemu, entah bagaimana nasib ku setelah memutuskan untuk hidup sendiri. Dan sekarang mereka lebih sering bersama dengan kakek setelah kakek kembali, mereka jelas sangat menyayangi kakek dari pada aku. Atau, karena sekarang kakek Farel dan keluarganya merawat ku, jadi mereka tidak lagi merasa harus merawat ku?"

Setelah Zora usai berkutat dengan pemikirannya, dan juga merasa sudah cukup untuk berendamnya, bahkan jus lemonnya saja sudah kandas... Zora pun mengakhiri kegiatan mandinya dan mengenakan pakaian santai, lalu ia memutuskan untuk mengerjakan tugas sekolahnya di taman belakang istana.

Disana Zora duduk pada sebuah bangku, hari sudah mulai gelap, namun Zora tidak memperdulikan hal itu. Keinginannya untuk mengerjakan tugas lebih kuat dari pada hari yang akan berganti malam dan slalu menjadi kebiasaan yokai jahat untuk berkeliaraan sesaat.
Tepat Zora tengah asik mengerjakan tugas yang mudah baginya itu, benar saja ada yang datang menghampirinya, yaitu ayakashi jahat yang haus akan darahnya Zora. Ayakashi tersebut mencium darah pada luka Zora yang sebenarnya sedikit terbuka lagi tadi karena kecerobohannya.

"Berikan aku darah mu!" Seru ayakashi itu dan terbang untuk menerjang Zora.

Zora sudah tidak seperti dulu, yang slalu berlari untuk menghindarinya. Karena Zora sudah mengetahui akan kekuatannya yang mewarisi dari sang kakek, kini Zora tidak perlu pergi berlari lagi, dia hanya perlu menghadapinya. Suara itu berasal dari belakang Zora, ia pun segera membalikkan badannya dengan mengulurkan tangan kanannya. Lalu keluarlah darahnya yang membentuk sebuah pedang, setelah itu Zora hunuskan untuk menebas ayakashi tersebut. Dan dalam sekali serangan, ayakashi tersebut musnah karena tidak dapat menghindar serangan Zora yang cukup cepat itu.

Merasa sumber gangguannya tak ada lagi, Zora kini melanjutkan tugasnya. Tanpa ia sadari bahwa ada seseorang yang sedang melihatnya sedari tadi. Dan orang itu tidak menghampiri Zora, setelah melihat hal tersebut, orang itu pun pergi begitu saja.
Zora tersentak mengingat sesuatu, "Kenapa tadi saat di sekolah dan cewek itu membuat luka ini, tidak ada yokai yang menghampiri ya? Kan darah ku lebih banyak keluar dari pada sekarang, aneh."

Malam menjelang dan tiba waktunya makan malam. Semua tugas sekolah Zora sudah ia selesaikan tadi dengan sangat cepat, tanpa berpikir. Karena semua itu sangat mudah bagi dirinya.
Ketika semuanya berkumpul di meja makan, belum ada satu pun yang memulai makan mereka karena mereka semua sedang menatap Zora, kecuali Kano. Atau lebih tepatnya lagi pipi Zora yang terdapat sebuah perban disana.

"Suichi tadi sempat mengatakan pada ku jika di kelas tadi ada yang menyerang Zora, tapi Zora tidak ingin permasalahan itu di usut." Ucap Giovani.

"Membuat sedikit goresan pada keluarga kerajaan sama seperti berkhianat pada kerajaan. Katakan Zora, siapa yang berani melukai mu seperti ini?" Tanya Farel dengan tegasnya.

"Ayolah kek... Ini hanya sebuah pertengkaran kecil seorang anak, jadi lebih baik orang tua tidak ikut campur dalam masalah ini. Biarkan anak anak itu sendiri yang menyelesaikan masalah mereka." Seru Zora sambil bermain dengan sendok makannya.

"Tidak bisa seperti itu Zora, dia sudah melukai mu. Itu berarti....."

"Kakek cukup!" Zora memotong pembicaraan Farel dengan nada yang di tinggikan. "Di sekolah tidak ada yang tau kalau aku seorang pangeran, jadi biarkan saja, toh ini hanya luka goresan. Dan tadi saat aku mandi, aku membuatnya berdarah kembali jadi aku harus memperbankannya lagi. Jadi tolong kek, jangan memperbesarkan masalah kecil ini. Jika mereka tau kalau aku anggota keluarga kerajaan, mereka pasti akan mencari muka pada ku dan terus menempeli ku. Aku tidak suka itu."

"Dengarkan anak itu bilang Farel, kau terlalu berlebihan menanggapi hal sepele seperti ini. Biarkan saja apa yang ingin dia lakukan, kau hanya perlu mengawasi dan menasehati mana yang benar dan mana yang salah. Tidak perlu overprotektif melindunginya, biarkan anak itu tumbuh tanpa perlindungan yang berlebihan, agar dia tidak manja dan bisa menjaga dirinya sendiri. Kelak, dia akan belajar dari pengalaman hidupnya dan bisa memilih mana yang baik untuk dirinya sendiri tanpa bantuan orang lain. Itu hal yang sangat membanggakan bagi orang tua." Tutur Kano menasehati Farel.

Dan nasehat itu, membuat semua yang berada di meja makan memandangnya heran. Zora sendiri nyaris tersenyum senang mendengar perkataan sang kakek buyutnya, yang menurut Zora, perkataan itu seakan membela dan mendukungnya.
"Benar kata kakek buyut, terima kasih kek karena sudah mendukung apa yang ku inginkan." Ucap Zora dengan senyuman manisnya, ia tidak menunjukkan senyuman bahagianya, karena Zora takut itu akan membuat Kano tak nyaman. Namun, melihat hal itu membuat Kano sempat terdiam.

'Kau benar benar mewarisi wajah dan sikapnya.'

The Blood (Ended)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang