Hari sudah malam, Tsukasa di dalam rumah nampak gelisah karena Zora tak juga pulang. Kemana ia harus mencoba untuk mencarinya? Ia tidak tau, Tsukasa baru pertama kali menginjakkan kakinya di kerajaan Quart dimana Zora tinggal selama ini.
Sempat ia berpikir kalau Zora mungkin di kejar yokai lagi seperti kemarin malam. Tapi Shiro berkata kalau itu memang benar terjadi, Zora pasti akan memanggilnya untuk datang menyelamatkan dirinya. Karena Zora tidak memanggil jadi Shiro merasa kalau Zora sedang pergi entah kemana.
Tapi hari semakin larut, Shiro yang merasa ini tidak seperti biasanya segera pergi untuk mencarinya, bahkan Tsukasa ikut serta dalam mencari.
Dalam perjalanan Shiro bertemu dengan yokai gadis kecil yang imut, Nana. Shiro bertanya padanya apakah ia melihat Zora? Setelah Nana bilang ia tidak melihatnya, Shiro meminta Nana untuk pergi bersama Tsukasa mencari Zora dan berpencar untuk mencarinya.
Dalam pencariannya, Shiro nampak kesal karena tidak dapat mencium bau Zora selaku tuannya. Shiro berubah ke wujud besarnya dan ia terbang untuk mencari keberadaan Zora.
Hal tersebut segera tersebar di kalangan para yokai, mereka yang merasa Zora adalah tuannya, ikut serta dalam mencarinya.
Yana yang juga mendengar kabar itu segera memberitaukan kepada tuannya, Suichi. Betapa terkejutnya ia mengetahui Zora menghilang dan para yokai kini tengah mencarinya. Terlebih lagi Shiro atau pun Kou, serta yokai lainnya tidak dapat mencium bau Zora. Membuat mereka kalang kabut karena tuannya tidak ada.
Jika Zora tidak ada, maka para yokai bisa membabi buta untuk saling bertarung memperebutkan posisi nomer satu yang akan menjadi tuan dari para yokai.
Gelap... Hanya itu yang bisa di rasakan oleh Zora saat ini, ia lelah dan merasakan sakit dari tangan dan juga kakinya karena ikatannya begitu kuat. Entah sudah berapa lama Zora berada di dalam kereta kuda itu, ia benar benar tak tahan lagi.
"Apa anak itu tidur?"
"Entahlah, tapi mungkin saja dia tidur. Dari tadi posisinya tidak berubah dan juga dia tidak memberontak lagi untuk terlepas dari ikatan."
"Perjalanan kita masih lumayan jauh, kita akan sampai besok pagi ke desa terbuang itu. Kalau dia sudah sadar, suapi dia makan dan kasih dia minum."
"Kenapa tidak menyuruhnya makan sendiri saja? Merepotkan sekali."
"Kalau ikatan tangannya di lepas, lalu dia berusaha kabur, memukuli kita semua, apa yang akan kau lakukan?"
"Bukannya dia tidak punya tenaga lagi, minuman yang kau berikan itu, melumpuhkan syarafnya kan?"
"Memang benar tapi itu hanya sesaat berbeda dengan tenggorokannya yang tidak dapat bicara."
"Ngomong ngomong, apa tidak masalah jika kau membuatnya tidak dapat bicara beberapa hari? Kau tau sendirikan betapa menyeramkan pak tua itu kalau kita tidak menjalankan tugas sesuai yang di perintahkannya."
"Tapi dia masih bocah, aku tidak tega melakukannya."
"Peduli amat! Yang membayar kita kan pak tua itu, kita tidak kenal dan tidak ada urusan dengan bocah ini. Lakukan saja sesuai perintahnya."
Sesaat keadaan hening, lawan bicaranya seakan menimang keputusannya. Mana yang harus dia lakukan, menuruti kata hatinya atau menuruti keinginan bos nya yang membayar mahal mereka untuk melakukan pekerjaan mudah ini.
"Baiklah, sesampainya disana akan ku buat pita suaranya tak lagi bisa di gunakan. Tapi itu juga tidak permanen, suaranya akan kembali jika dia mendapatkan obat yang cocok untuk menyembuhkannya."
"Tapi tidak semudah itu untuk mendapatkan obatnya bukan?!"
"Ya itu memang sulit, dan butuh nyali untuk mendapatkan tanaman itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Blood (Ended)
FantasiCerita ini terinspirasi dari anime "Natsume Yuujinchou" dan juga "Mushishi.". Sebuah kerajaan yang sudah modern, dimana bagi kalangan rakyat biasa yokai merupakan dongeng belaka. Namun, bagi para bangsawan dan kerajaan yokai merupakan hal nyata. Tug...