Chap 36

126 22 0
                                        

Satu jam kemudian para pengikut yokai yang seperti wanita cantik itu tengah berkumpul dengan membawa tanaman yang di pinta Zora sebagai imbalannya.

Tuan dari yokai tersebut memberikan tali pada Zora agar dapat mengikat tanaman tersebut.

Setelahnya Zora di antarkan kappa yang membawanya itu untuk kembali ke tempat semula. Zora menggerakkan tangannya kepada si kappa yang bermaksudkan untuk menyuruhnya kembali dan tidak perlu lagi mengantar Zora.

Karena tak jauh dari hadapannya, Zora telah melihat Yuki dan Yuko yang sedang berlari terengah engah menghampiri dirinya.

"Astaga Zora, kau membuat ku takut. Tiba tiba kau menghilang begitu saja ku kira kau tersesat atau di kejar makhluk buas." Ujar Yuko dan Zora hanya tersenyum.

Yuki melihat betapa banyaknya tanaman yang di bawa oleh Zora, sedangkan yang di bawa olehnya dan di gabungkan dengan milik kakaknya, tidak sampai setengahnya.

Kini mereka bertiga tiba di rumah Yuko, Zora menulis pada kertas yang di sediakan oleh Yuki. Zora menuliskan bagaimana cara mengolah tanaman tersebut.

Setelah menulis, Zora meminta Yuko untuk memperhatikannya dalam mengolah.

Begitu tanaman itu selesai di olah dan menjadi sebuah minuman, Yuko segera meminumnya sesuai perintah Zora. Terasa sedikit pahit dan itu terlihat jelas pada wajah Yuko, namun karena keinginannya untuk menghilangkan mata di tangannya begitu kuat, ia memaksakan diri untuk menghabiskan segelas air tersebut.

Zora mengatakan setiap harinya harus di minum rutin sebanyak dua kali dalam satu hari, selama satu bulan. Jika tidak, mushi tersebut akan semakin lama berada di tangannya dan ia harus meminum air dari tanaman tersebut sebanyak empat kali dalam satu hari selama dua bulan.

Pagi menjelang, setelah Zora menyuruh Yuki membelikan sarapan untuk mereka bertiga, kini Zora menuju tempat dimana transportasi (kereta kuda) berada di antar oleh kakak beradik itu.

Zora meninggalkan beberapa logam emas kecil dan dua logam emas besar untuk Yuko. Ia mengatakan bahwa uang itu cukup untuk memenuhi makanan mereka selama satu bulan ke depan.

Karena akan percuma jika Yuko melakukan pemburuan, hasil daging yang ia dapat tidak akan ada yang mau membelinya. Jika seperti itu, mereka tidak bisa memenuhi kebutuhan pokoknya yaitu makan.

Sepulang nanti, pastikan Zora harus mendapatkan pujian dari Shiro, Kou, Suichi dan Tsukasa karena sudah berbaik hati kepada Yuko dan Yuki.

Kereta kuda itu berjalan, empat jam lamanya transportasi itu berhenti mencampai tempat terakhir tujuannya di kerajaan sebelah yang Zora sendiri tidak tau namanya.

Karena yang Zora tau hanyalah kerajaan Quart tempatnya tinggal dan kerajaan Glavador tempat neneknya lahir.

Di kerajaan ini terasa dingin karena salju turun dengan lebatnya, padahal sebelum masuk ke dalam kerajaan ini, tidak ada tanda tanda akan turun salju meski cuacanya juga dingin.

Zora memeluk tubuhnya karena dingin, ia tidak ingat jika saat ia di culik kemarin ia merasa kedinginan seperti ini. Batinnya bertanya tanya, apakah mungkin dia salah jalan?

Pemikiran itu segera di tepis, Yuko tidak mungkin menyesatkannya bukan? Karena dirinya sudah sangat baik untuk membantunya. Hal baik harus di balas dengan hal baik bukan?

Zora terus melangkahkan kakinya dengan lambat, ia tidak tahan akan rasa dingin yang semakin menggerogoti tubuh kecilnya itu. Salju yang turun di kerajaan Quart tidak pernah sedingin ini.

Dalam langkah kakinya, ada seorang pria yang sedang berlari dengan kepalanya yang terus memandangi belakang. Hingga... "Bruuk..."

"Argh sakitnya..." Gumam pria itu mengelus kasar kepalanya akibat bertabrakan dengan Zora hingga tersungkur jatuh begitu juga dengan Zora.

"Hai bocah, kau tidak apa apa? Hoii.." Serunya yang sedang berusaha membangunkan Zora, yang rupanya ia jatuh pingsan.

"Pangeran!!!!!" Teriak seseorang yang datang dari belakang pria itu.
"Sudah ku katakan berulang kali, berhenti kabur kaburan seperti ini! Kau itu seorang pangeran!" Lanjutnya lagi.

"Marfin, bagaimana ini? Aku sudah membunuh orang secara tidak sengaja." Panik pria itu yang di panggil dengan gelar pangeran.

"Hah, apa? Biar aku periksa dulu." Ujar seseorang yang di panggil Marfin oleh sang pangeran.

Setelah memeriksanya, Marfin mengehela nafasnya dengan lega. "Anak ini tidak mati pangeran, hanya pingsan. Mungkin tubuhnya kaget merasakan cuaca dingin di kerajaan kita ini."

"Haah syukurlah, aku takut jika aku sudah membunuhnya. Berarti bocah ini bukan penduduk disini. Marfin, bawa dia ke istana dan obati dia." Titahnya.

"Tapi pangeran, kita tidak mengenalnya. Bagaimana jika dia mata mata dari kerajaan lain? Lebih baik kita bawa saja ke tempat pengobatan terdekat."

"Ayo Marfin kita pulang."

"Pangeran, kau tidak mendengarkan perkataan ku lagi? Heiii pangeran Afdi, tunggu...! Astaga bocah itu benar benar..."

Beberapa menit berlalu, mungkin sudah satu jam atau mungkin lebih. Yang jelas Zora tidak tau berapa lama ia tak sadarkan diri.

Yang ia tau ketika membuka matanya, ada awan di atas sana. Zora semakin menegaskan pandangannya, awan itu hanyalah lukisan pada suatu atap di rungan yang ia tempati.

Selimut yang menutupi tubuhnya ia buka, ia mendapati tubuhnya terbungkus jaket yang tebal. Pantas saja Zora merasa kepanasan begitu bangun, bukan hanya jaket tapi selimut itu juga sama tebalnya.

Zora duduk dan menyandarkan tubuhnya pada kepala kasur, ia melihat kesana kemari tidak ada siapa pun di ruangan sebesar ini. Mungkin luas ruangan ini sama luasnya dengan rumah kecil miliknya.

Haah... Zora rindu rumah, sudah dua hari ini dia jauh dari rumahnya.

"Oh kau sudah bangun?" Seorang pria masuk ke dalam ruangan dimana Zora berada, di ikuti seorang pelayan wanita yang membawa satu teko dan juga satu gelas.

Setelah menaruh apa yang di bawanya, pelayan itu segera keluar dari rungan tersebut.

"Bagaimana keadaan mu? Apa sudah merasa membaik? Kau tau, aku sangat kaget ketika menabrak mu tadi dan kau tiba tiba tidak sadarkan diri.

Ku kira kau mati gara gara aku, untung saja ada Marfin. Dia bilang kau hanya pingsan dan suhu tubuhmu sangat dingin. Jadi aku meminta Marfin membawa mu kesini, dan ini kamar ku.

Belum lama aku kesini untuk mengecek suhu tubuh mu, dan untunglah suhu mu sudah normal. Aku menjadi lega...

Oh ya, ngomong ngomong... Baru ini aku melihat mu, ya bukan berarti aku hafal dengan semua wajah rakyat di kerajaan ini, tapi aku merasa demikian terlebih kau tidak menggunakan mantel saat di luar tadi. Bla... Bla... Bla...." Pria itu terus saja bicara banyak hal.

Pria itu tak lain adalah pangeran Afdi.

Zora mulai jengah, pria di hadapannya mengajukan pertanyaan padanya, namun tidak memberi celah untuk Zora menjawab karena ia terus saja bicara ini dan itu yang menurut Zora itu gak berguna. Sumpah Zora gak mau tau tentang rakyat disini, atau hal apa yang sudah dia lakuin ke Zora.

Yang Zora ingin tau adalah, saat ini dia dimana? Dan juga Zora harus mengatakan terima kasih atas bantuannya.

Andai Zora bisa bicara, sudah sejak awal Zora memotong ucapan pria tersebut yang membuat Zora tengah jengah, dan ingin membungkam mulut itu yang tidak ada hentinya bicara.

The Blood (Ended)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang