Chap 96

80 14 0
                                        

Setelah berkeliling kesana kemari dan memasuki kelas yang sedang melakukan kegiatan belajar mengajar, walau tidak ada niatan mengganggu, tetap saja para murid tidak bisa fokus dengan pelajarannya. Bahkan Afdi sempat duduk di bangku kosong dan mendengarkan penjelasan sang guru yang sedang mengajar. Kini Afdi berjalan dengan tersenyum menuju kelasnya Zora, ia sungguh tak sabar ingin tau seperti apa reaksi Zora nanti jika Afdi mengganggunya.

"Kalian semua bisa tenang? Pak guru Suichi saat ini sedang menemani kepala sekolah mengawal pangeran Afdi berkeliling sekolah, jadi saat ini, saya lah yang akan bertanggung jawab dengan kelas ini. Jadi ibu mohon kalian untuk tenang, dan jangan membuat masalah ketika pangeran Afdi datang memasuki kelas. Penilaiannya nanti bisa membuat kita melakukan pertukaran pelajar atau latih tanding dengan sekolah di sana, maka dari itu tolong jaga sikap kalian, mengerti?!" Tanya guru tersebut.

"Mengerti buuuu...." Jawab serentak para murid.

"Ibu tinggal ke toilet sebentar, tolong jangan berisik dan bacalah buku kalian." Guru itu keluar dari kelas, Juana menjadi geram melihat Zora yang sedang tertidur di mejanya.

Jika pangeran Afdi melihat tingkah Zora saat ini, itu bisa menjadi nilai minus bagi sekolahan, hal ini tentu saja tidak bisa di biarkan. Juana berjalan menghampiri Zora, di hadapannya Zora, Juana berdecak kesal. "Apa yang kau lakukan di sini Juana? Bukan kah tadi kita disuruh untuk membaca buku?" Ujar Aoi yang duduk di pojokkan sebelah Zora. Juana hanya memberikan Aoi tatapan dinginnya. Lalu Juana menjambak rambut Zora dengan sangat kuat, hingga membuat Zora meringkih kesakitan.

"Sakit bodoh! Kalau ingin membangunkan seseorang jangan seperti ini caranya." Keluh Zora.

Juana melepaskan tangannya dari rambut Zora, dan si empu segera mengusap lembut kepalanya. "Jika kedatangan mu ke sekolah hari ini hanya untuk tidur, lebih baik tadi kau tidak usah pergi ke sekolah! Kau tau kan, hari ini pangeran Afdi datang kesini, jangan membuat nilai minus untuk sekolahan! Dari kemarin sudah ku peringati kau! Tapi sepertinya memang susah untuk menjelaskan kepada manusia yang setengah yokai!" Juana berseru dengan kerasnya, membuat beberapa orang yang masih berjalan di lorong sana dapat mendengarnya.

"Urusi saja urusan mu, kau ingin mencoba meraih hati pangeran itu kan? Jadi jangan perdulikan aku. Hush hush... Pergi kau dari tempat ku dan duduk cantik saja di bangku mu. Hush.... Hush...." Zora mengusir Juana, tak lupa dengan tangannya yang ia gerakkan seperti sedang mengusir binatang. Walau sebenarnya Zora tak ada maksud ke arah sana, hanya saja Juana merasa tersinggung dan sangat marah.

"Plaaaak...." Suara tamparan yang cukup keras, bahkan sangat keras hingga membuat pipi Zora merah seketika. Aoi yang berada di samping Zora berdiri secara tiba tiba karena terkejut, dan menanyakan keadaan Zora saat ini.
"JUANA! Kau keterlaluan!" Teriak Vero kesal, dan hendak menghampiri mereka, namun langkahnya terhenti ketika mendengar, "Plok... Plok... Plok..." suara tepuk tangan yang berasal dari pintu kelas. Semua orang terkejut dan terpaku melihat dalang yang menepuk tangan tersebut.

"Waaah saya tidak pernah menyangka, kalau saya akan di suguhi sebuah drama yang sangat hebat. Bahkan suara wanita yang nampak cantik itu terdengar keras hingga di lorong. Suichi, kelas ini merupakan kelas mu kan? Apa kau sengaja meminta murid murid mu melakukan drama pertunjukkan untuk menyambut kedatangan saya?" Tanya Afdi yang merupakan pelaku tepuk tangan itu.

"Maafkan saya pangeran Afdi, sepertinya saya masih belum baik dalam mendidik murid murid saya." Ucap sesal Suichi dengan menundukkan kepalanya.

Juana berdiri mematung, ia terkejut dan bingung harus bagaimana. Rencananya untuk merayu pangeran Afdi telah gagal. Melihat kejadian ini, pangeran Afdi pasti berpikir kalau dia bukan gadis yang baik. Juana harus segera mengurusi ini, pangeran Afdi harus tau, kalau Juana merupakan gadis yang lembut dan baik.
"Ma-maafkan saya atas kejadian yang tidak mengenakan ini pangeran Afdi. Saya hanya bermaksud untuk mendisiplinkan Zora, karena ia tadi sedang tidur di kelas. Tapi sikap Zora sangat menyakiti saya, dia memperlakukan saya seperti binatang, jadi saya sangat kesal dan... dan... tanpa sadar, saya menamparnya."

Afdi yang sudah berada di hadapan Juana dan Zora hanya tersenyum kepada Juana. Sedangkan Zora hanya membuang mukanya acuh. "Pasti itu menyakitkan..." Ucap Afdi.

Juana yang tadinya menunduk, kini ia berani menatap mata Afdi dengan berbinar. "Itu memang menyakitkan, tapi saya rasa itu tidak apa apa sekarang. Dan saya juga memaklumi jika Zora kurang memiliki sopan santun karena ia tidak memiliki orang tua sejak kecil. Apa lagi dia juga memiliki darah yokai, jadi pasti sedikit susah untuk mengaturnya. Di tambah lagi, tidak banyak saudaranya yang mau menampungnya. Jadi wajar jika Zora bertindak kurang ajar dan seperti preman jalanan." Tutur Juana menjelaskan, tanpa ia sadari ada tiga orang dewasa yang merasa sakit hati akan penghinaan gadis kecil ini kepada Zora yang merupakan kesayangannya mereka.

"Seperti itu kah? Kau nampak perhatian sekali dengan teman sekelas mu, sampai kau tau detail kehidupannya. Gadis yang baik." Ujar Afdi yang masih menampilkan senyumnya, namun di balik senyum itu, terdapat amarah yang luar biasa kepada gadis kecil di hadapannya.

"Pangeran tidak perlu memuji saya, sebagai teman, kita harus tau masalah apa yang di hadapi teman kita kan, agar kita bisa menolongnya."

"Siapa nama mu?"

"Juana, pangeran. Catrine Juana."

"Juana? Nama yang indah seperti wajahnya." Juana tersipu malu, ia merasa sangat senang sekali mendapati pujian dari seorang pangeran. "Tapi, yang saya maksud dengan menyakitkan tadi itu bukan buat anda nona Juana, melainkan untuk teman sekelas anda yang anda tampar tadi."

Juana membelalakkan matanya tak percaya, Afdi mengusap lembut pipi Zora yang menampakkan warna merah.
"Ini, pasti menyakitkan bukan? Lihat, sampai membekas merah seperti ini. Wajah cantik mu jadi memiliki luka, ku harap ini akan cepat hilang."

Zora menepis tangan Afdi dan menatapnya dengan sinis, membuat seisi kelas terkejut tak percaya, sedangkan Afdi hanya terkekeh geli dengan tindakan Zora yang menurut Afdi sangatlah lucu dan menggemaskan.

"Juana, kau memang perhatian dengan teman sekelas mu. Namun sayang, kau sepertinya tidak tau detail tentang Zora. Kalau kau tau, tidak mungkin kau akan menyakitinya sepertinya ini, karena Zora itu...." Zora yang merasa yakin kalau Afdi akan membocorkan identitasnya sebagai seorang pangeran, segera saja ia membungkam mulut Afdi dengan kedua tangannya.

Zora masih menatap sinis Afdi yang menampilkan wajah bodohnya itu.
"Apa yang baru saja anda ingin katakan, pa-nge-ran Af-di? Tidak bisakah anda jangan berkata hal hal yang tak perlu?" Ucap Zora dan di bagian pangeran Afdi, Zora menyebutnya dengan mengeja.

Afdi melepaskan kedua tangan Zora dan kemudian terkekeh. "Ugh... Menggemaskan sekali sikap pa.... Hmpp..." Zora kembali membungkam mulut Afdi.
"Yak! Kau sengaja kan? Jangan pernah katakan apa yang ingin kau katakan itu, mengerti?!" Bentak Zora kesal dan Afdi hanya menganggukan kepalanya patuh, setelah itu Zora melepaskan tangannya. Semua orang di kelas benar benar terkejut, bagaimana bisa Zora bersikap tidak sopan kepada pangeran Afdi? Bahkan Juana semakin kesal dan marah, gara gara Zora semuanya berantakan. Bahkan sikap kurang ajarnya ini bisa membuat nilai minus sekolahannya di mata pangeran Afdi. Sedangkan kepala sekolah dan Vero, mereka menduga kalau mereka berdua sudah saling kenal. Bagi Vero, ada sebuah rahasia yang di sembunyikan oleh Zora.

The Blood (Ended)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang