Chap 70

93 18 18
                                    

Sedikit lagi... Sedikit lagi Zora benar benar akan kehabisan nafas. Dan di saat bersamaan dengan tangan Zora yang mulai terkulai, pintu kamar Zora terbuka. Seseorang yang membuka pintu tersebut membelalakkan mata, ia sangat terkejut dengan apa yang ia lihat. Dengan sergapnya orang tersebut berlari dan menarik pundak Kano dengan sangat kuat, sehingga kedua tangannya yang sedang mencekik Zora terlepas. Kedua matanya memerah, ia kesal, ia emosi, ia kecewa, melihat usaha pembunuhan Kano terhadap cicitnya sendiri.

"APA YANG AYAH LAKUKAN? APA AYAH SUDAH GILA? BAGAIMANA BISA AYAH BERUSAHA MEMBUNUH CICIT AYAH SENDIRI?!" Bentak Farel selaku seseorang yang datang ke kamar Zora dan mempergoki kejahatan ayahnya.

Tanpa mengatakan apa pun dan masih dengan emosinya yang sangat ingin membunuh Zora, Kano pun memutuskan untuk segera meninggalkan kamar Zora. Farel yang menatapnya memilih untuk mengalihkan atensinya ke arah Zora, karena rasa cemas mendadak menyelimuti hatinya. Farel terkejut dan berteriak "Prajurit! Prajurit!". Dua orang prajurit datang mengikuti suara Farel berada.

"Cepat bawa dokter atau tabib kesini! CEPAT!!!" Titah Farel yang langsung di lakukan oleh prajurit tersebut.

"Zora, sadarlah... Zora!" Farel kembali memerintah, namun sayangnya, Zora tak dapat mendengarnya dan memilih untuk memejamkan kedua matanya.

Tak lama kemudian datanglah seorang dokter kerajaan dan memeriksa keadaan Zora. Clara dan Giovani yang mendengar keributan Farel segera datang menghampiri untuk mengetahui apa yang sedang terjadi. Keduanya menjadi cemas setelah mengetahuinya, di tambah lagi mereka melihat Farel yang sedang gelisah memikirkan keadaan Zora. Atmosfer di istana mendadak menjadi suram.

"Sebenarnya apa yang ayah pikirkan?! Kenapa ayah setega itu kepada Zora?" Tanya Farel dengan emosi yang masih meluap, namun ia pelankan nada suaranya selembut mungkin, menghargai bahwa lawan bicaranya adalah ayah kandungnya sendiri.

"Hanya berusaha menghilangkan noda yang ada di istana ini agar kembali bersih." Jawab Kano tanpa merasa salah sedikit pun.

"Ku pikir, dengan membawa Zora kesini akan membuatnya jauh lebih aman. Tapi dugaan ku salah, baru saja dia tiba siang tadi, dan malamnya ia harus mengalami hal buruk seperti ini. Aku sungguh tidak menyangka dengan apa yang ayah lakukan tadi. Zora merupakan cucu dari Rachel anak ayah, cucu kandungnya, darah dagingnya, yang berarti Zora juga darah daging ayah. Seharusnya ayah bisa menerimanya tidak perduli dengan darah yokai yang juga berada di tubuhnya. Aku sungguh kecewa dengan ayah." Pilu Farel yang menyesali dirinya sendiri karena tidak bisa menjaga cucunya dengan baik.

"Huh... Aku tidak perduli sama sekali." Ucap Kano dengan angkuh.

"Kakek... Aku juga sama seperti ayah, aku juga merasa sangat kecewa dengan kakek. Tindakan kakek ini sangatlah buruk, kakek pasti tau itu. Aku kecewa kek, sungguh." Saut Giovani dengan muka kecewanya yang terlihat jelas dan ia unjukkan kepada Kano.

"Tidak Giovani... Kau jangan kecewa dengan kakek, maafkan kakek ya..." Seru Kano memohon ampun pada Giovani. Sejak kedatangan Clara dan Giovani, dan Kano mengetahui kenyataannya itu bahwa Giovani merupakan cucunya, ia pun jadi tau tentang kehebatan Giovani hingga membuatnya bangga. Jadilah Kano begitu menyayanginya dan akan melakukan apa pun demi Giovani. Bila ia mendengar Giovani merasa kecewa seperti ini, ia akan melakukan apa pun agar cucu kesayangannya kembali sayang padanya.

"Minta maaflah sama Zora kek bukan sama aku. Sekarang lebih baik kita berdo'a untuk Zora, agar dia baik baik saja."

Setelahnya dokter kerajaan keluar, ia menjelaskan tentang keadaan Zora yang sudah membaik dan sudah dapat bernafas dengan lancar lagi. Hanya tinggal menunggunya sadar. Semuanya bernafas lega mendengar keadaan Zora saat ini kecuali Kano. 'Kenapa masih bertahan? Kenapa tidak mati saja!?' Batin Kano mendumal kesal.

Pada malam itu, Farel dan juga Giovani berjaga menjaga Zora. Sedangkan Clara, ia di perintahkan oleh Farel untuk istirahat di kamarnya. Biarkan tugas menjaga ini menjadi urusan para lelaki, itulah yang di katakan oleh Farel. Pada awalnya Clara menolak, namun Giovani ikut serta membujuk ibunya hingga Clara pun menyerah dan mengikuti apa yang di katakan oleh dua lelaki tercintanya tersebut.

Lama menjaga tanpa melakukan apa pun, ke dua mata mereka sesekali terpejam. Namun mereka segera memaksakan dirinya agar tidak tertidur, mereka harus menjaga Zora. Meskipun di depan kamar Zora ini sudah ada beberapa prajurit yang di tugaskan untuk berjaga, namun Farel masih merasa takut jika ada yang berkhianat di antara mereka, atau orang suruhan Kano yang akan menyelinap dan di perintahkan untuk kembali membunuh Zora.

Pagi menjelang, kicauan burung terdengar begitu berisik sehingga membangunkan Zora dan dua pria yang lebih tua darinya. "Kau sudah bangun, bagaimana keadaan mu? Apa ada yang sakit? Apa kau butuh sesuatu?" Tanya Farel beruntun ketika ia menyadari bahwa Zora telah terbangun, dan Farel mendapatkan gelengan kepala dari Zora sebagai jawabannya.

"Syukurlah kau baik baik saja Zora, aku tidak bisa membayangkan jika ayah tidak datang ke kamar mu semalam, bagaimana nasib mu saat ini. Dan yang lebih tidak terduganya lagi adalah, kakek yang berusaha untuk membunuh mu." Ujar Giovani.

Kilasan memori yang terjadi semalam kembali teringat jelas di benak Zora, dengan spontan tangannya terulur dan meraba lehernya. Semalam, benar benar menakutkan baginya. Ada emosi yang tersulut pada saat itu juga.

Zora merubah posisinya menjadi duduk, mengabaikan tatapan cemas dari kakek dan pamannya. Tangannya terkepal, meremas kuat selimut yang masih menutupi setengah tubuhnya tersebut.

"Aaargh kakek buyut sialan, dia benar benar ingin menyingkirkan ku!!! Dua kali sudah dia lakukan itu, benar benar tua bangka itu!!! Lihat saja, aku tak akan menyerah dengan mudah, aku tak akan membuatnya semudah itu menyingkirkan ku!!!" Seru Zora membuat Farel dan Giovani terkejut melihat apa yang sedang terjadi.

"Zora..."

"Kau... Sudah sembuh?"

Keduanya saling menatap Zora penuh tanda tanya namun juga tersirat rasa bahagia disana. Mereka sempat prustasi karena Zora kehilangan suaranya dan hanya dapat sembuh dengan tanaman yang berada di hutan terlarang tersebut. Dan tidak ada satu orang pun yang berani kesana, kecuali satu orang yang Farel kenal namun ia enggan meminta bantuannya karena perselisihan di antara keduanya beberapa puluh tahun silam. Hanya sebuah kesalah pahaman saja, dan tidak ada seorang pun di antara keduanya yang mau memperbaiki hubungan mereka.

Zora menggaruk pipinya yang tak gatal. "Eum... Sebenarnya aku sudah dapat bicara sejak beberapa bulan yang lalu. Maaf karena aku tidak mengatakannya pada kakek dan paman." Ujar Zora tanpa ada rasanya sesal.

"Kakek senang kau dapat bicara lagi, dan mengetahui kau sudah sembuh sejak beberapa bulan yang lalu dan kau masih menyembunyikannya dari kami, jujur itu membuat kakek sedih. Tapi, kau pasti memiliki alasannya kan kenapa kau harus melakukan itu, Zora?" Seru Farel.

"Oh dan juga, kau harus menjelaskan ucapan mu tadi Zora, tentang dua kali yang sudah kakek lakukan pada mu? Tadi kau mengatakannya dengan sangat jelas lho." Kali ini Giovani yang berujar.




































Selamat menjalankan ibadah puasa ya
Bagi kalian yang menjalankannya
^^

The Blood (Ended)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang