Chap 24

147 23 3
                                    

"Aku tau yang menyebabkan bibi mudah lupa akan banyak hal. Tapi aku tidak bisa mengatakan penyebabnya, karena akan percuma bagi ku menjelaskannya. Maaf, tapi aku orangnya tidak mau ribet.

Selain itu, sebelumnya aku minta maaf kalau aku tidak bisa menyembuhkannya. Ah bukan, aku bisa melakukan itu, tetapi... jika aku melakukannya, seluruh ingatan bibi akan menghilang.

Jadi bagaimana? Apa kalian tetap ingin aku menyembuhkannya atau tidak? Keputusan ada di tangan kalian, dan aku hanya akan memberikan sedikit waktu untuk berpikir.

Hari ini juga jawabannya harus aku dapatkan, jika ku berikan kelonggaran hingga esok hari, bibi pasti akan melupakan tentang ku dan pembicaraan ini." Tutur Zora menjelaskan.

Tentu saja penjelasan Zora mengejutkan seisi rumah itu termasuk Suichi.
Seijiro, ayah dan ibunya nampak berdiskusi jawaban apa yang akan mereka berikan.

"Maaf Zora, jika kami tidak menginginkan seluruh ingatan istri ku hilang. Apa tidak bisa atau tidak adakah cara lain untuk menyembuhkannya?" Tanya ayah Seijiro.

"Aku tidak bisa menjamin. Ingatan bibi yang sudah hilang, tidak akan bisa kembali. Tapi aku tau caranya agar ingatan bibi tidak akan menghilang sepenuhnya.

Eto... Jadi begini, jika kita biarkan saja, maka ingatan bibi lambat laun akan menghilang sepenuhnya dan mungkin bibi akan tetap bertahan hidup namun tidak hidup. Bibi akan seperti sebuah raga yang tidak memiliki jiwa.

Lalu, jika aku menyembuhkannya. Bibi akan kehilangan semua ingatan bibi, tapi setelah itu, bibi masih dapat menjalankan aktifitas seperti biasa dengan ingatan yang baru di mulai pada saat aku menyembuhkan bibi, dan bibi tidak akan pernah lagi kehilangan ingatannya.

Dan yang terakhir... Aku bisa membuat bibi tidak mengalami hal pertama yang ku jelaskan tadi. Ingatan bibi yang hilang akan tetap hilang.

Dan untuk ke depannya, ingatan bibi tidak akan terus menerus menghilang seperti sekarang ini. Yaa mungkin sesekali ingatan itu tetap akan ada yang hilang, tapi setidaknya bibi masih bisa beraktifitas seperti biasa hingga bibi sudah menjadi nenek nenek nanti. Jadi bagaimana?"

"Apa kau benar benar bisa melakukan itu Zora?" Tanya Suichi yang berbisik bisik.

"Aku juga tidak tau, aku tidak pernah mencobanya. Aku hanya memikirkannya saja dengan logika ku, dari cerita yang pernah ku dengar dari Shiro.

Setidaknya lebih baik aku coba, jika berhasil maka itu sebuah ilmu baru untukku." Jawab Zora dengan seuntas senyuman manis di wajahnya.

"Kami sudah merundingkannya, kalau begitu kami memilih pilihan yang ke tiga." Ujar ayah Seiji.

"Baiklah, hanya dua hal saja yang perlu bibi lakukan. Pertama, bibi harus terus menerus mengingat hal hal yang tidak ingin bibi lupakan. Setiap harinya, bibi harus mengingat.

Kedua, bibi harus mencoba hal hal baru. Dan hal itulah yang akan membuat bibi memiliki ingatan baru.
Entah dengan setiap harinya pergi ke suatu tempat, atau bibi mencoba bekerja atau apa pun itu." Jelas Zora.

"Hanya itu saja?" Tanya ibu Seiji.

"Ya hanya itu saja, dan ini merupakan perumpamaan ku akan penyakit bibi ini. Mau di coba silahkan, tidak juga tak apa."

"Tentu aku akan mencobanya, aku juga tidak mau membuat keluarga ku terus bersedih karena ku."

"Zora, kira kira berapa biaya yang harus kami bayarkan?" Tanya ayah Seijiro.

"Tidak perlu membayar ku, aku tidak melakukan hal apa pun. Aku hanya memberikan saran, kalau begitu kami pamit pulang." Seru Zora.

Zora serta Suichi pun pulang, tentu saja dengan Shiro yang membawa mereka berdua. Zora mengantarkan Suichi pulang ke rumahnya, dan Zora berterima kasih karena sudah merawat serta menemaninya pergi.

Meski pun sebenarnya Suichi merasa enggan untuk berpisah dengan Zora. Suichi masih ingin menginap di rumahnya dan menjaga Zora karena ia masih sedikit demam.

Namun Zora menolaknya dengan sopan, ia merasa tak enak hati karena membuat seorang bangsawan merawatnya yang merupakan seorang rakyat biasa.

Suichi tidak bisa memaksakan kehendaknya, ia terus menatap langit hingga Zora dan Suichi tidak lagi terlihat.
"Ada satu hal yang kau tidak ketahui Zora, aku akan mengatakannya setelah kau dapat mengatakan padaku rahasia lain yang kau sembunyikan itu." Gumam Suichi.

Saat malam hari dimana Zora sedang tidur pulas, ia mulai membuka matanya dengan perlahan, hawa dingin yang semakin menusuk sekujur tubuhnya itulah penyebab Zora berusaha untuk bangun.

Mata Zora terbelalak mendapati tubuhnya sedang di gotong oleh yokai yang pendek namun gemuk dengan kepalanya yang serupa dengan kudanil. Tentu saja itu membuat Zora berusaha untuk berontak agar dapat melepaskan diri.

Ia sempat kesal, bagaimana mungkin dirinya dapat di culik semudah ini sementara ada Shiro di rumahnya yang sedang menjaganya.

"Anjing itu... Dia pasti pergi minum minum, sialan Shiro!" Umpat Zora kesal. Sekeras apa pun usaha Zora melepaskan diri tidak membuahkan hasil.
Tubuh Zora masih sangat lemah dan ia juga lelah, membuat Zora hanya bisa pasrah untuk saat ini.

Zora segera di turunkan oleh yokai tersebut sesampainya di tempat tujuan. Zora melihat sekitar yang begitu ramai dan terang karena cahaya lampion.
"Ada apa ini? Festival?" Tanya Zora pelan, ia masih amat kebingungan dengan keadaannya.

Yokai itu tidak bicara sepatah kata pun, ia segera menarik tangan Zora untuk masuk dan berkeliling festival.
Zora yang pada mulanya sedikit takut dan kesal, kini ia tersenyum senang bersama yokai tersebut menikmati festival yang sedang berangsur. Zora tengah melupakan perasaan takutnya.

Ketika hendak sampai pada ujung jalan festival, Zora melihat seorang anak laki laki dan perempuan yang sedang menangis tanpa ada yang perduli kepada mereka. Membuat hati Zora bergerak untuk menghampiri mereka berdua.

"Kenapa kalian berdua menangis? Apa kalian berpisah dengan orang tua kalian?" Tanya Zora dengan mengusap usap kepala mereka berdua secara bergantian.

"Kita mau pulang ke rumah, pengen ketemu ibu dan ayah... Huaaa...." Tangis dari anak perempuan semakin menjadi.

"Nina jangan menangis, kalau Nina menangis kakak... Kakak juga ikut menangis... Huaaaa...." Anak laki laki itu ikut menangis dengan kejarnya. Zora di buat kewalahan untuk mendiamkan mereka berdua.

Anak laki laki itu mulai menghentikan tangisnya dan menatap Zora dengan seksama. "Kakak manusia? Kakak bukan hantu seperti mereka dan dia?" Tanya nya yang menunjuk yokai di samping Zora.

"Aku ini manusia. Dan kau dapat melihat mereka?" Tanya balik Zora yang di balas dengan anggukan kepala mereka berdua.

"Apa kalian bangsawan?" Tanya Zora kembali namun di balas dengan gelengan kepala mereka berdua. "Bagaimana bisa?" Gumam Zora terheran.

"Kakak, bawa kami pulang. Kami mau pulang!" Seru si anak laki laki yang merupakan sang kakak. Ke dua tangan Zora menggenggam erat ke dua tangan anak kecil itu dan berjalan untuk meninggalkan festival tersebut dengan di ikuti oleh yokai yang membawa Zora.

Terlihat sinar api dari obor dan suara suara orang dewasa yang memanggil nama kedua anak itu. Sang anak membalas berteriak mengatakan bahwa diri mereka berada disini.
Mendengar itu para orang dewasa berlari menghampiri sumber suara.

Setelah mereka berdua bertemu dengan ayahnya, mereka segera memeluk erat dan menangis dalam pelukan hangat sang ayah. Tidak luput sang ayah juga menangis bahagia karena ke dua anaknya dapat di temukan dengan keadaan yang hidup dan selamat tanpa luka.

Ayah anak itu segera pergi bersama beberapa orang lainnya setelah mengucapkan terima kasih banyak kepada Zora.

The Blood (Ended)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang