Chap 51

111 22 3
                                    

Kini Zora tengah di sidang, ia duduk seorang diri di hadapan empat orang yang tak lain adalah Clara, Farel, Giovani dan juga Suichi.

"Kau tau kalau kau sudah membuat kami semua cemas? Kita semua mengira kalau kau di culik lagi." Ujar Farel.

"Maaf kakek, aku sengaja pergi secara diam diam. Soalnya kalau aku bilang pasti gak akan di kasih izin."

"Tentu saja! Kau itu sedang sakit! Bagaimana mungkin aku memberi mu izin untuk pergi."

"Zora pergi bukan karena kehendaknya kok, dia di rasuki yokai." Saut Shiro yang tiba tiba datang bersama dengan Kou. Dan Kou hanya mengangguki karena sependapat dengan Shiro.

"Di rasuki? Jadi sakitnya karena di rasuki juga?" Tanya Suichi.

Zora, Shiro dan Kou menganggukan kepala mereka dengan serempak.

"Lalu kenapa kalian berdua hanya diam saja? Kalian pelayannya kan, seharusnya kalian katakan pada kami agar kami bisa melepaskan yokai itu dari Zora!" Kini Giovani ambil suara.

"Yokainya lemah, kemarin aku mengetahui kalau yokai itu akan mati tak lama lagi, jadi aku dan juga Shiro membiarkannya. Apa lagi Zora-sama diam saja padahal Zora-sama bisa saja melepaskannya seorang diri." Jelas Kou.

"Jadi Zora..." Farel menatap Zora seakan ingin mendengar alasannya.

"Yang di katakan Kou memang benar, aku sengaja membiarkannya karena yokai itu meminta tolong sesuatu pada ku. Jadi tadi aku pergi buat penuhin keinginan terakhirnya."

"Jangan bertindak seorang diri Zora, di luar sana penculik mu tempo hari masih berkeliaran, kita masih belum menemukan pelakunya. Bagaimana jika saat kau pergi tadi tanpa adanya siapa pun yang mendampingi mu, lalu penculik itu melihat mu dan berakhir menculik mu lagi?

Kemungkinan kau akan di buang ke tempat yang lebih jauh lagi, lantas bagaimana cara mu menyelamatkan diri mu itu? Saat ini saja kau masih belum bisa bicara, kau tidak bisa memanggil Shiro dan Kou. Jadi apa yang akan kau lakukan?

Lain kali, kakek minta untuk tidak bertindak apa pun seorang diri. Disini kamu tidak sendirian, ada kakek, nenek, paman mu dan juga Suichi, bahkan masih ada yang lainnya. Kamu itu memiliki keluarga yang akan slalu memikirkan mu, mencemaskan mu, kamu tidak lagi hidup seorang diri seperti sebelumnya. Kau mengerti kan Zora!?"

Perkataan Farel sangatlah tegas dan sorotan matanya pun terlihat sangat serius dan begitu tajam memandangi Zora tanpa adanya keraguan atau pun kebohongan. Membuat Zora bungkam serta menundukkan kepalanya.

"Maafkan aku, aku janji tidak akan mengulanginya lagi. Maafkan aku."

Zora menunjukkan kertas itu dengan menutupi wajahnya yang masih saja menunduk.

"Kami semua memaafkan mu Zora. Jadi jangan di ulangin lagi ya nak, kami semua sayang sama kamu dan juga perduli terhadap mu." Ujar Clara dengan tersenyum namun Zora tidak mengetahuinya karena masih saja menundukkan wajahnya serta di tutupi oleh kertas tadi.

"Hei Zora, kita semua sudah memaafkan mu. Sudah turunkan kertasnya dan angkat kepala mu." Seru Suichi dan Zora hanya menggelengkan kepala.

Merasa ada yang berbeda dari Zora, Suichi dengan sergapnya mengangkat wajah Zora tanpa permisi.

"Huwaa apa ini? Zora menangis? Seriusan? Apa Zora masih di rasuki yokai?" Ledek Suichi yang menahan tawa. Sedangkan Farel, Clara serta Giovani nampak kebingungan.

"Zora kau kenapa? Apa ada yang sakit? Atau apa ada ucapan kakek yang menyakiti mu?" Tanya Farel kebingungan, Zora lagi lagi menggelengkan kepalanya.

"Lalu kenapa sayang? Cerita pada kami." Bujuk Clara.

"Aku hanya merasa senang karena ada yang perduli pada ku, aku juga senang karena aku bisa merasakan bagaimana di marahi oleh keluarga yang benar benar perduli pada ku. Aku sangat senang sekali."

Clara dan juga Farel merasa terharu, bahkan Clara sampai menitikkan air mata. Setelahnya, Zora kembali ke kamarnya. Ia merasa lelah dan ingin istirahat, karena besok pagi ia dan juga Suichi harus kembali ke kerajaan Quart.

Keesokan harinya, Zora dan Suichi pun kembali. Suichi mengantar Zora ke rumahnya yang segera di sambut oleh Tsukasa, lalu Suichi kembali pulang ke rumahnya tanpa mampir sejenak saja.

Tsukasa sedang memasak untuk makan siang, Zora dengan sabarnya menanti masakan Tsukasa yang lezat itu. Begitu sudah siap tersaji di meja makan, dengan lahapnya Zora memakan makanan tersebut sekali pun makanan itu masih panas.

"Apa paman sudah mendapatkan pekerjaan?"

"Ya aku sudah mendapatkannya kemarin, aku akan bekerja di sebuah kedai sebagai koki di sana. Dan pemiliknya bilang, aku bisa bekerja mulai awal minggu depan."

"Itu bagus, semua orang di sini harus tau betapa lezatnya masakan mu itu."

"Kau terlalu berlebihan. Terima kasih Zora, karena kau mengizinkan ku untuk tinggal di rumah mu ini. Sebenarnya aku merasa tidak enak hati untuk tetap tinggal di rumah peninggalan orang tua mu ketika kau memilih untuk tinggal bersama dengan kakek mu. Ku rasa, lebih baik aku akan berkelana lagi saja."

"Tetap tinggalah di sini paman, kalau kau juga pergi, lalu siapa yang akan merawat rumah ini? Aku tidak ingin rumah orang tua ku hancur karena aku tidak merawatnya. Kalau paman tinggal di sini, setidaknya rumah ku ini akan terawat. Dan kalau aku sedang berlibur kesini, aku bisa tidur di rumah ini jadi aku tidak perlu menyewa kamar di penginapan."

"Aku sungguh merasa tidak enak. Bagaimana jika ke depannya nanti aku bertemu dengan wanita dan kita memutuskan untuk menikah? Bagaimana jika kelak aku memiliki anak anak? Tidak mungkin jika aku tetap di sini, di rumah mu ini."

"Tidak masalah, aku tidak mempermasalahkannya. Jika kelak paman memiliki anak, aku hanya perlu membangun rumah ini agar anak paman bisa memiliki kamarnya sendiri. Yang terpenting adalah, jangan mengusik kamar ku. Aku sangat berterima kasih jika kamar ku di bersihkan, tapi aku tidak mau barang barang ku yang berada di kamar di gunakan, dan aku juga tidak mau jika ada yang menempati kamar ku. Itu saja. Jadi paman, aku tidak mau mendengar penolakan mu lagi!"

Usai menulis itu, Zora memberikan kertasnya kepada Tsukasa dan ia pergi keluar rumah begitu saja mengabaikan Tsukasa yang memanggilnya dan bertanya hendak kemana.

Zora pergi menuju ke suatu hutan yang letaknya berada di desa sebelah. Zora pikir untuk pulangnya nanti, ia bisa meminta tolong pada yokai yang ia temui yang sekiranya menganggap dirinya tuan mereka.

Baru saja ia masuk ke tengah hutan, ia sudah melihat beberapa yokai yang menyerupai monyet tengah bebaring di atas tanah dengan penuh luka.

Zora ingin tau kenapa, tapi ia tidak bisa bicara dan sialnya lagi dia baru ingat bahwa kertas dan pena ia tinggalkan di rumah. Ide untuk pulang dengan mengandalkan yokai pun lenyap seketika. Tetapi Zora masih penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi, sehingga ia memutuskan untuk mencari tau penyebabnya. Zora berjalan dengan berhati hati, agar kehadirannya tidak di ketahui oleh pelaku penyiksaan yokai tersebut.

The Blood (Ended)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang