Chap 72

77 15 10
                                    

Sore tiba... Zora, Kano, Farel, Clara, dan juga Giovani tengah berkumpul untuk membahas masalah tadi malam. Suasanya cukup menegangkan, namun Kano seakan acuh akan masalah ini.
Sedikit ada perdebatan antara Farel dengan Kano, dan Kano tentu saja tidak mau menerima kehadiran Zora di istana ini.

"Asal kakek tau, tadi saat aku mengantarkan Zora menemui kepala sekolah, aku dan bahkan kepala sekolah itu cukup terkejut melihat hasil nilai Zora. Nilainya sangatlah tinggi, kakek tidak akan merasa malu akan Zora." Tutur Giovani menjelaskan.

"Huh, anak itu merupakan keturunan yokai. Mau sebagus apa pun dia, tetaplah yokai yang akan memalukan keluarga Glavador." Sinis Kano.

"Yang memalukan itu adalah ayah! Zora tidak bersalah dalam hal apa pun, memangnya Zora bisa memilih agar tidak terlahir dengan darah yokai di badannya? Tidak! Dia berusaha sebaik mungkin untuk menjalani kehidupannya yang sangat sulit selama ini, Zora juga anak yang pintar yang bisa ayah banggakan. Zora bahkan mau menerima kita dan tinggal bersama dengan kita disini, meski ia tau bahwa Rachel telah ayah buang, tapi Zora memaafkan itu dan tidak membenci kita semua terlebih ayah.

Bahkan ayah telah berusaha membuang Zora, menyuruh orang untuk membuangnya, merusak pita suaranya agar tidak dapat bicara. Tapi Zora masih tidak membenci ayah! Dia bahkan menyembunyikan tindakan ayah itu, bila orang lain tau, maka apa yang akan terjadi pada ayah kelak? Dan semalam, ayah berusaha untuk membunuhnya. Dimana hati nurani ayah?! Zora adalah cicit ayah, keturunan ayah, darah daging ayah sendiri! Aku benar benar tak habis pikir dengan apa yang ayah lakukan."

Farel nampak frustasi akan sikap Kano terhadap Zora, sedangkan Kano masih kekeh akan keacuhannya terhadap Zora.

"Coba kakek belajar menerima kehadiran Zora, lambat laun kakek pasti akan senang dan bangga memiliki Zora. Asal kakek tau, Zora yang baru saja akan memasuki kelas sebelas, tapi dia sudah bisa mengerjakan buku level A, sedangkan level S dan SS Zora mulai memahaminya. Kalau di bandingkan dengan ku, tentu saja aku yang kalah. Aku tidak sepintar itu di usianya pada saat itu." Tutur Giovani menjelaskan.

"Bagi kakek, kau tetaplah kebanggaan kakek. Karena kau manusia seutuhnya." Ujar Kano masih dengan sikap angkuhnya.

"Kakek, lebih baik kita akhiri ini. Percuma juga karena kakek buyut tidak akan pernah mengakui ku." Cetus Zora.

"Baiklah, kakek juga merasa lelah bicara dengan buyut mu itu." Ucap Farel yang berdiri dan hendak meninggalkan ruangan.

"Jika kakek masih tidak mau mencoba menerima Zora, dan jika kakek mencelakai Zora lagi, aku akan benar benar membenci kakek dan tidak akan pernah mau bicara lagi dengan kakek!" Ancam Giovani yang berjalan keluar ruangan mengikuti yang lainnya dan meninggalkan Kano yang sedang merasa syok akan ancaman cucu kesayangannya itu.

"Apa tidak apa paman berkata seperti itu?" Bisik Zora bertanya pada Giovani.

"Tak apa, percayalah pada paman, setelah ini kakek akan berusaha menerima mu. Kakek sangat takut jika aku membencinya." Jawab Giovani sedikit berbisik.

"Pastinya seperti itu, paman kan cucu kesayangannya."

"Hahaha... Tidak ada kata kesayangan yang seperti itu, kakek menyayangi semua cucunya kok tanpa pilih kasih. Kau hanya perlu sedikit lebih banyak waktu untuk mendapatkan itu, bersabarlah." Zora hanya menganggukan kepalanya sembari tersenyum. Jauh di dalam lubuk hatinya, ia sangat menantikan dimana Kano akan menerimanya dan merasa bangga akan dirinya, seperti halnya Giovani dan cucu lainnya yang berada di kerajaan Quart. Namun sayangnya hal itu tidak sepenuhnya Zora sadari.

Keesokan harinya, di pagi yang cerah Zora tengah berkeliling istana. Ia menjelajahi istana yang merupakan tempat tinggal barunya, dan Zora berjalan seorang diri. Itulah yang di rencanakannya sejak bangun tadi, namun siapa yang sangka bahwa di depan kamarnya telah ada dua prajurit yang berjaga. Sehingga kemana pun Zora pergi, ia akan di kawal, seperti halnya saat ini. Zora sangat tidak menyukainya, ia biasa hidup bebas tanpa kawalan.

"Kakeeeek...." Seru Zora yang berjalan memasuki ruang kerja Farel.

"Ada apa?" Tanya Farel menghentikan pekerjaannya dan menatap Zora dengan tersenyum.

"Kenapa aku di kawal? Aku hanya pergi berjalan jalan di sekitar istana, tapi ada dua prajurit yang mengawal ku. Aku tidak mau kek, rasanya tidak bebas."

"Belum lama ini saja kau hampir di bunuh di dalam istana, jadi ini demi kebaikan mu sendiri Zora. Sudah terima saja dan jangan mengeluh."

"Tapi aku kan bisa memanggil Shiro dan Kou, jadi aku tidak perlu kek."

"Kalau begitu, kenapa malam itu kamu tidak memanggil mereka, hmm?" Farel mengeluarkan smirknya.

"I-itu karena aku kan di cekik, sulit bagi ku untuk berbicara." Cicit Zora yang membuat Farel terkekeh.

"Kalau tidak ada pembahasan yang lainnya, pergilah. Kakek mu ini sangat sibuk, banyak pekerjaan yang harus di kerjakan."

Zora tidak beranjak pergi dari ruang kerja Farel, justru ia mendekati kakeknya yang tengah sibuk. Ia mengambil selembar kertas yang bertumpuk di meja kerja kakeknya itu, dan secara refleks, Zora mengambil pena milik kakeknya yang juga berada di atas meja, lalu Zora mengerjakannya dengan sangat cepat. Lembaran berikutnya Zora ambil lagi dan ia kerjakan, hingga setengah tumpukan sudah di kerjakan Zora semua.

Farel yang baru saja menyadari kalau Zora sebenarnya tidaklah membaca kertas kertas itu melainkan mengerjakannya, ia pun segera menghentikan pekerjaannya dan membaca hasil kerja Zora.
Betapa tak percayanya Farel melihat hasil kerja Zora, semuanya telah terisi benar dan ia dapat mengerjakannya dengan sangat cepat.

"Apa kau pikir setelah membantu kakek mu ini, kau akan bisa pergi kemana pun tanpa seorang pun pengawal?" Ledek Farel.
Zora menatap Farel dengan penuh harap agar keinginannya itu dapat di kabulkan.
"Baiklah, kau menang. Kakek akan menyuruh mereka untuk tidak mengawal mu lagi."

Zora tersenyum senang, ia memeluk Farel dan berterima kasih lalu ia pergi meninggalkan ruang kerja Farel.

"Yuzu!" Panggil Farel dan Yuzu yang berada di luar ruangan kerja segera masuk setelah namanya di panggil.

"Ikuti Zora dan awasi dia kemana pun dia pergi secara diam diam." Titahnya.

"Baik yang mulia." Yuzu pun pergi dengan segera untuk mengikuti Zora yang saat ini sedang berjalan keluar istana dengan bersiul siul senang.

Tidak ada pengawalan, tidak ada acara bersama dengan para bangsawan untuk memperkenalkan dirinya sebagai pangeran. Karena Zora telah di ketahui oleh bangsawan di saat pertama kali ia menginjakkan kakinya di istana.

Meski Farel meminta untuk di adakan acara yang resmi, tapi Zora menolak. Itu sungguh merepotkan dan Zora tidak suka. Toh pada intinya mereka semua udah kenal akan Zora, itu saja sudah cukup.

"Saatnya pergi ke rumah Aoi dan pergi berjalan jalan tanpa ada gangguan!" Seru Zora yang kemudian berlari.

The Blood (Ended)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang