"Ohh anti anak baru yaa??"
Tanya seorang cewe berpakaian seragam sekolah yang baru saja masuk kamar dengan satu temannya.
Jika tidak tahu, anti adalah Bahasa Arabnya kamu (perempuan). Di wilayah pondok Ar-raudha memang diharuskan, bahkan sampai diwajibkan untuk menggunakan Bahasa Arab. Tidak sepenuhnya menggunakan Bahasa Arab, hanya saja kata-kata yang sudah dikuasai maka harus dipakai dalam kehidupan sehari-hari.
Syila yang sedari tadi menata baju dilemarinya sedikit terkejut dengan suara yang tiba-tiba datang dari arah pintu. Ia pun menoleh dan mendapati dua gadis yang saat ini tersenyum ramah seraya berjalan mendekatinya.
"Ahh yaa, ana anak baru."
Ana adalah Bahasa Arabnya aku. Beruntung Syila sedikit mengerti Bahasa Arab, jadi ia tidak terlihat kebingungan jika orang lain berbicara dengannya menggunakan Bahasa Arab. Karena selama dia sekolah, dia tidak pernah tidak sekolah di sekolahan yang tingkat keagamaan tinggi. Maka dari itu dia sedikit bisa menggunakan beberapa kata dalam Bahasa Arab.
"Wahh ternyata anti bisa berbahasa arab. Kenalin ana Amiah Ghaniah, panggil aja Mia."
Ucap Mia seraya mengulurkan tangannya, kemudian disambut Syila dengan senang hati.
"Ismi Ghea Hana, panggil Hana."
Sahut Hana seraya menjabat tangan Syila, tak lupa senyum lebarnya yang selalu tercetak di wajah imutnya.
"Ana Syila."
"Syila? Hmm namamu bagus. Oh yaa anti dari kelas berapa?"
Tanya Mia dengan memasang wajah penasaran.
"Ana dari kelas sebelas IPA dua."
"Heeeyyyy kita satu kelas!!!"
Teriak Mia dengan semangat. Mengetahui bahwa orang yang baru Syila kenal satu kelas dengan dirinya, dia ikut senang. Karena dia tidak perlu susah-susah untuk mencari teman nantinya. Dan sepertinya Mia dan Hana adalah teman yang asik.
"Kita bertiga juga satu kamar, jadi nanti kalau sekolah kita bisa barengan."
Sahut Hana yang langsung mendapat anggukan kepala dari Syila.
___
"Trus lo jadi daftar disekolah kita?"
Tanya Ben setelah dia menyeruput segelas es kopinya. Setelah mereka dari rumah Ezal tadi, Ezal memutuskan untuk ke warkop yang biasanya miereka berempat kunjungi. Tempatnya tidak jauh dari pondok Ar-raudha berada. Dan warkop itulah yang menjadikan Ezal berteman dengan tiga manusia dengan sifat tidak jelas dan arukan.
"Hmm..."
"Lo yakin abi lo ngizinin?"
Tanya Chandra dengan wajah ragu jika Ezal beneran akan daftar disekolah SMA Negri Cakrawala, yang dimana sekolah itu adalah sekolah yang tidak terlalu maju, dan terkenal akan muridnya yang nakal.
"Yaa jelas nggak lahh, tapi gue mah bodoamat."
Jawab Ezal santai, kemudian kembali menyeruput minuman didepannya.
"Waahhh gila nih anak."
Ucap Chandra terkejut dengan jawaban santai dari Ezal. Memang terkadang ayah dan anak itu tidak selalu memiliki kesamaan.
"Trus lo mau daftar kapan?"
Sekarang giliran Alwin yang bertanya setelah dari tadi hanya diam menyimak perbincangan ketiga temannya.
"Besok mungkin?"
"Kalau jadi besok, kita berangkat bareng aja, pake mobil gue."
"Widiiihhhh si anak tunggal kaya raya nih boss..."
Sahut Chandra seraya melingkarkan lengannya dileher Alwin.
Dari mereka berempat hanya Alwin yang berasal dari keluarga beruang. Sebenarnya Ezal juga bisa dibilang dari kalangan atas, tetapi keluarga Alwin lebih diatasnya lagi. Bagaimana tidak, ayah Alwin adalah seorang pemilik apartemen terbesar kedua dikota itu.
"Oke oke aja gue, jam berapa?"
Tanya Ezal kepada Alwin.
"Halahhh santai aja kali Zal, Cakrwala mah masuk sekolahnya santai."
Saat Alwin hendak membuka suara untuk menjawab pertanyaan Ezal, disana Ben lebih dulu membuka suara, sehingga membuatnya kembali menutup mulut. Cakrawala adalah nama SMA Negri yang dimana tempat Ben, Chandra, dan Alwin bersekolah.
"Terserah kalian ajalah gue."
Ucap Ezal seraya mengambil dua buah stik kentang didepannya.
"Jam tujuhan aja gimana? Ntar gue jemput Ezal dulu baru kalian."
Tanya Alwin seraya melihat ketiga temannya secara bergantian. Kemudian mendapat anggukan kepala dari mereka bertiga, yang menandakan setuju dengan usul Alwin tadi.
___
"Waaahhhhh ngeselin banget nggak sii shorof??"
Tanya Mia yang saat ini tengah berjalan beriringan dengan Syila dan juga Hana menuju ke pondok putri. Mereka bertiga baru saja keluar dari kelas ngaji sore untuk izin ke kamar mandi. Padahal semua itu hanya alasan belaka, agar Mia menghindari pelajaran shorof yang menurutnya sangat membosankan.
"Lebih ngeselin nahwu nggak sii daripada shorof??"
Tanya Hana merasa tidak setuju dengan ungkapan Mia mengenai pelajaran shorof.
"Aaaahhh ngeselin dua-duanya kalau ana mah."
Tidak lama kemudian dari arah belakang mereka muncul Ezal yang berjalan santai, padahal disamping kanannya tengah ada santri putri.
Disana mereka bertiga melihat Ezal dengan pakaian santai berwarna serba hitam. Sangat jarang sekali Ezal berpakaian seperti itu. Karena biasanya jika Ezal pergi keluar bersama temannya cukup menggunakan seragam sekolah, jika tidak bawahannya memggunakan sarung dan memakai atasan kaos polos. Maka dari itu tidak heran jika Mia cukup terperangah melihat Ezal lewat tepat disampingnya dengan outfit yang sangat menggoda mata kaum Hawa.
"Omegat omegat, itu kak Ezal nggak sii???"
Tanya Mia seraya memegang lengan Hana disamping kanannya, tak lupa dengan wajah yang terkejut melongo.
"Waahhhh beruntung banget nggak sii kita izin keluar, bisa liat dia!!!"
Lanjut Mia kegirangan, dengan pandangan yang tidak lepas dari punggung Ezal. Hana yang merasa risih pun seketika menjauhkan tangan Mia dari lengannya.
"Emang dia siapa??"
Tanya Syila dengan sangat polos. Tetapi dalam otaknya seperti pernah melihat cowo itu entah dimana.
"Kasih paham dia Mi."
Ucap Hana kepada Mia seraya menunjuk Syila menggunakan ibu jarinya.
"Waahhhhh parah sii parahhh, anti nggak tahu kak Ezal???"
"Yaa kan dia anak baru Mi."
"Ahh iya sii, dia itu anaknya pemilik pondok Syil, kalau gatau Yai Anwar namanya, nahh itu tadi anaknya."
Jelas Mia yang langsung mendapat anggukan dari Syila.
"Tapi baru aja kemarin dia dikeluarkan dari sekolah dan pondok."
Sambung Mia dengan wajah yang tiba-tiba berubah menjadi cemberut.
"Dikeluarkan??"
Tanya Syila, dia cukup kaget dengan ucapan Mia barusan. Bukannya tadi bilang anaknya Yai Anwar, tetapi kenapa bisa dikeluarkan dari sekolah dan pondok ayahnya sendiri.
"Karena dia sering membuat pelanggaran."
Jawab Hana yang membuat Syila semakin terheran-heran.
"Meskipun dia nakal, tapi ana tetep suka kok!!!"
Ucap Mia kepada dirinya sendiri, yang langsung mendapat tatapan jijik dari Hana.
"Berarti cowo kemarin itu Ezal, anaknya Yai Anwar."
Gumam Syila dalam hatinya setelah ingat bahwa yang cowo kemarin dia temui adalah anaknya pemilik pondok.
___
KAMU SEDANG MEMBACA
EZAL [TAMAT]
Roman pour AdolescentsKetika anak pondok, apalagi anak dari pemilik pondok yang biasanya memiliki karakter alim dan mengerti agama, hal tersebut sangat berbeda jauh dengan Ezal. Karena didikan sang ayah yang terlalu keras dan ketat membuat Ezal menjadi anak yang keras k...