- 29 -

510 21 1
                                    

"Zal."

Seru Alwin yang saat ini sudah berada di warung biasanya. Di lihatnya di sana ternyata Ezal masih sendirian, Ben dan Chandra belum datang.

"Oi Win, lo sendirian? Gue kira kalian barengan."

Ucap Ezal seraya menerima salam pertemanan dari Alwin.

"Nggak, malah gue kira mereka udah nyampe duluan."

"Yaudah pesen aja, ntar bayarnya biar akhiran aja, sekalian."

"Aman, ntaran aja. Btw lo serius udah jadian sama tuh cewe?"

Tanya Alwin membuka topik pembicaraan.

"Belum anjir, cuma barang yang gue kasih tiga hari yang lalu, udah diterima."

"Oalahh, gue kira udah jadian, cepet banget kalau udah."

"Jadi gimana lo sama temen gue, mau ketemuan nggak??"

Tanya Ezal memastikan mengenai Alwin yang berencana mendekati Lidya.

"Bisa sii, surem banget hidup gue, tiap hari sama cowo mulu."

"Lo atur sendiri waktunya, ntar langsung kabari aja."

Tidak lama kemudian, suara khas dari motor bebek Chandra terdengar mendekat. Dan benar saja, Ben dan Chandra nongol di pintu masuk warung yang terbuat dari susunan bambu. Dengan seenaknya, mereka berdua langsung menuju tempat pesanan untuk memesan minuman dan beberapa makanan ringan tanpa menyapa Ezal dan Alwin terlebih dahulu.

"Gimana-gimana yang udah jadian nih."

Ledek Ben kepada Ezal, tak lupa dengan wajah tengilnya.

"Bangsat, belum jadian anjing!"

"Ohh belum, lahh trus traktiran ini dalam rangka merayakan apa?"

Tanya Ben seraya duduk di samping Ezal, sementara Chandra duduk bersebalahan dengan Alwin.

"Barang dia udah diterima sama cewenya."

Sahut Alwin atas pertanyaan Ben kepada Ezal.

"Oaalahhh gitu ..."

"Wajah lo kek gitu terus gue pukul lama-lama."

Ucap Ezal tidak tahan melihat wajah tengil Ben yang dibuat-buat. Sungguh merubah moodnya yang sedang pada level tertinggi.

"Ntar kalau dah jadian traktirnya pindah ke all you can't eat yaa Zal."

Setelah Ben menyusullah Chandra yang sekarang menggoda Ezal.

"Tot."

Hardik Ezal kepada Chandra tanpa suara, hanya gerakan bibir saja.

---

"Yaudah, bunda sama ayah pulang dulu yaa, udah mau malam."

Pamit bundanya kepada Syila.

"Iyaa bun, hati-hati yaa."

"Assalmu'alaikum."

Ucap bundanya seraya mengulurkan tangannya, memberi salam sebelum kembali ke kota asalnya dan kembali meninggalkan anak tunggalnya.

Setelah melihat mobil ayahnya sudah keluar dari wilayah pondok, Syila pun juga harus bergegas kembali ke dalam pondok karena adzan maghrib akan segera berkumandang.

Perasaan senang yang sedari tadi menyelimutinya masih setia menempel didirinya. Bukan karena orang tuanya yang tiba-tiba mengunjunginya, tetapi karena suara Ezal yang menyanyi itu masih terdengar dengan jelas di telinganya.

EZAL [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang