- 12 -

638 29 0
                                    

"Ayok Din cepetan, ntar Ezal keburu berangkat sekolah."

Teriak Lista kepada Dini yang saat ini masih sibuk memasukkan buku-bukunya ke dalam tas. Sementara Lista dan Lidya sudah siap untuk berangkat sekolah.

Hari ini mereka bertiga memang merencanakan untuk berangkat lebih awal. Tujuannya bukanlah semata-mata ingin berubah menjadi anak teladan dan rajin, tetapi hanya agar bisa ketemu Ezal. Anak seperti mereka bertiga sangat tidak mungkin jika berubah menjadi anak yang baik.

"Dah, ayok."

Ucap Dini seraya memakai tas ransel di punggungnya.

"Ah! Lama banget!"

Gerutu Lista dengan wajah penuh dengan kejengkelan karena menunggu Dini yang terlalu lama.

Mereka bertiga pun berjalan setengah berlari menuruni anak tangga. Memakain sepatu dengan sangat cepat kemudian berlarian keluar gerbang pondok putri. Dini yang kuwalahan pun hanya bisa pasrah saat melihat Lista dan Lidya berlari meninggalkannya.

"Eehh, Ezal udah keluar rumah apa belum?"

Tanya Lista kepada siswa dengan bat kelas 10 yang saat ini tengah duduk sendirian di gazebo.

"Keknya belum kak, cuma abinya aja tadi yang udah keluar."

"Gimana, dia udah keluar yaa??"

Tanya Dini yang baru saja datang menghampiri kedua temannya.

"Belum."

Jawab Lidya singkat.

"Hmm, gitu suruh ana cepet-cepet."

"Eamng anti tahu dia berangkat sekolah jam berapa?"

Tukas Lista dengan cepat. Lama-lama dia marah kepada Dini yang sudah pagi-pagi sudah membuat kepalanya mendidih.

"Nggak sii."

"Fuck you."

Ucap Lista tanpa suara dengan mata yang melotot menatap Dini.

"Itu bukannya kak Lista dan teman-temannya yaa??"

Tanya Mia saat melihat bahwa di gazebo ada gengnya Lista yang selalu melihat kea rah rumah Yai Anwar.

"Iyaa, ngapain mereka di situ? Nungguin kak Ezal??"

Jawab Hana seraya mengikuti arah pandang Mia.

"Anti nggak ikut nimbrung bareng mereka Mi??"

Tanya Syila dengan niat bercanda.

"Nggak deh, ntar ketauhan pengurus, kena pelanggaran."

---

"Nak."

Ujar uminya yang sedari tadi duduk di sofa menunggu anaknya keluar dari kamarnya. Alma pun bangkit dari sofa dan berjalan mendekati anaknya yang baru saja turun dari anak tangga.

"Kamu mau sampai kapan nggak ikut gabung makan lagi sama keluarga?"

Tanya Alma dengan nada yang sangat lembut. Kedua bola matanya memandang penuh kasih anak pertamanya yang saat ini sudah menginjak dewasa.

Disana Ezal hanya diam tidak bisa menjawa pertanyaan mudah dan simple dari uminya itu. Karena jujur saja, meskipun dia sudah bisa sekolah di tempat yang dia inginkan, tetapi rasa marah dan kesal terhadap abinya masih belum bisa lepas dari lubuk hatinya.

"Umi harap kamu bisa berdamai dengan abimu yaa, ini umi bawakan sarapan. Harus dimakan."

Akhirnya Ezal pun hanya bisa menghela nafas dan menerima kotak bekal berisi makanan yang diberikan uminya.

EZAL [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang