- 92 -

82 3 0
                                    

Keesokan harinya, tepat setelah aktivitas mengaji subuh dilaksanakan. Shakira sambil membawa buku pelanggaran berat serta catatan sewaktu debat kemarin malam, hendak membicarakan soal kasus Ezal dan Syila dengan pemilik pondok. Kini ia duduk sendirian di gazebo menunggu kedatangan Anwar.

Sekitar 10 menit kemudian, Anwar datang dari arah sekolahan menuju rumahnya. Shakira dengan gugup dan takut mendekati sang pemilik pondok sembari tersenyum dan menundukkan kepala sebagai hormat.

"Assalamu'alaikum Kyai."

"Waalaikumsalam, iya Shakira gimana?"

Tanya Kyai Anwar yang sepertinya sudah tahu maksud dan tujuan Shakira mendatanginya.

"Mmm, ini—"

"Kita ke dalam saja langsung ya."

Ucap Anwar kemudian, karena melihat Shakira yang ragu-ragu untuk menjawabnya. Mungkin memang masih berada di luar, dan terlalu terbuka untuk membicarakan kasus yang sangat berat itu.

Masuklah mereka ke dalam rumah sang pemilik pondok, Anwar lalu mempersilahkan Shakira duduk di sofa dan memanggil Alma untuk bergabung. Karena memang ini juga bersangkutan dengan pondok putri jadi Alma juga wajib mengetahuinya, selaku pemegang pondok putri.

"Assalamu'alaikum ibu Alma."

Ucap Shakira, lalu menjabat dan mencium punggung tangan Alma dengan sopan.

"Ya, bisa langsung saja nak."

Pinta Anwar yang ingin segera membahas kasus anaknya agar bisa cepat diselesaikan.

"Mungkin Kyai Anwar dan Ibu Alma sudah tahu mengenai apa yang akhir-akhir dibahas sama anak-anak. Dan mungkin juga tersebar ke guru-guru atau bahkan ke ustadz dan ustadzah. Nah, jadi—aduh saya bingung mau menjelaskan dari yang mana dulu."

"Iya dek Shakira, ibu dan pak Kyai juga sudah tahu kok. Anak kita sendiri kan yang kena kasus? Sama siapa ya bi kemarin namanya?"

Ujar Alma yang sedari awal kedatangan Shakira sudah tahu arah pembahasannya kemana.

"Eee, Syila ibu. Dia anak baru yang mungkin ibu Alma sudah tahu anaknya yang mana."

"Ohh iya Syila, jadi gimana dek? Gapapa ceritakan saja. Sudah disidang kan anaknya?"

"Sudah ibu, mungkin ibu bisa dibaca langsung ini hasil catatan sidang kami kemarin."

Jawab Shakira seraya menyodorkan buku catatan kepada Anwar dan juga Alma.

"Yaa jadi kami kemarin itu melakukan dua kali sesi persidangan. Yang pertama Syila sama saya sendiri, kemudian sidang yang kedua itu ada saya dan wakil saya, Syila dan beberapa anak yang melaporkan dan juga sebagai saksi ibu."

"Hmm begitu, yang beberapa anak itu siapa aja dek?"

Tanya Alma sembari membuka buku catatan tersebut. Disana Anwar pun juga melihat apa isi di dalam buku catatan itu.

"Jadi yang melaporkan itu ada Lista, Lidya dan Mia. Kemudian yang sebagai saksi itu Tia teman sekelasnya Syila. Dan ada juga temannya Syila itu ada Mia dan Hana, nah mereka berdua saya sengaja hadirkan juga karena mereka teman dekatnya Syila."

"Ooohh iya iya. Ini ibu baca dulu ya dek."

Ucap Alma kemudian fokus membaca buku catatan itu bersama dengan Anwar. Sepasang suami istri itu sangat teliti membaca hasil sidangnya Syila. Wajah terkejut dan tidak percaya terlihat jelas di mata Shakira. Ia sangat merasakan apa yang dirasakan orang tua Ezal, jelas pasti sedih, marah dan kecewa bercampur aduk menjadi satu.

"Eee, sebentar nak. Ini beneran Ezal berpelukan di depan gerbang?"

Tanya Anwar dengan wajah tidak menyangka jika anaknya melakukan hal itu.

"Iya Kyai, itu yang dikatakan oleh Tia selaku saksi yang melihat kejadian saat itu. Sebenarnya Mia dan Hana juga ada disana waktu itu, tetapi mereka berdua hanya diam dan tidak menegurnya."

"Astaghfirullah Ezal."

Rintih Alma seraya melihat wajah suaminya dengan tatapan penuh kecewa. Air mata sudah berlinang di pelupuk mata umi Ezal. Anwar mencoba menenangkan istrinya dengan menggenggam kedua tangan Alma erat. Disisi lain, Shakira yang melihat kekecewaan mendalam dari seorang ibu dan bapak terhadap anaknya sendiri, membuatnya menjadi tidak tega.

"Lalu Syila kamu kasih hukuman apa?"

Tanya Anwar kepada Shakira.

"Mmm, itu belum saya tetapkan Kyai, karena ini berhubungan dengan gus Ezal jadi saya belum berani menentukan. Mungkin ibu Alma bisa menentukan hukuman apa yang pantas buat Syila."

Mendengar itu membuat Alma kembali melihat Anwar, dengan tatapan bertanya.

"Kalau soal itu nak, mungkin—jangan ditetapkan dulu. Jadi kemungkinan saya dan ibu Alma rundingkan dulu. Dan tolong dikasih tahu Syilanya, bahwa sepertinya besok saya undang orang tuanya kesini."

Ucap Anwar kemudian dengan ekspresi wajah yang terlihat kebingungan tetapi mencoba untuk tenang.

"Baik, Kyai. Eee kalau begitu saya bisa kembali ke pondok?"

"Iya, besok datang juga ya nak, karena kamu selaku ketua di pondok putri."

"Iya baik, kalau begitu saya pamit Kyai dan ibu Alma. Assalamu'alaikum."

---

Disaat Ezal hendak berangkat sekolah, secara tiba-tiba Anwar mencegahnya di ujung tangga dengan tatapan tajam dan serius.

"Nggak usah sekolah dulu hari ini, mana kunci mobilnya?"

Ujar Anwar seraya menengadahkan tangannya untuk meminta kunci mobil.

"Kenapa lagi ini?"

Tanpa memberikan jawaban dan kunci mobil, Ezal malah bertanya seraya melihat umi dan abinya secara bergantian.

"Shakira tadi kesini, umi sama abi sudah baca semua catatan sidangnya Syila kemarin. Jadi abi memutuskan besok pagi untuk mengundang orang tua Syila ke sini."

Jawab Alma berjalan mendekati suaminya, ia berusaha terlihat tenang dan tidak menunjukkan rasa kecewanya terhadap anaknya.

"Sidang? Bagaimana umi hasil sidangnya?"

"Itu yang kamu khawatirkan sekarang? Hanya pasangan mu aja? Reputasi abi, reputasi sekolah pondok semuanya jadi jelek gara-gara kamu, dan kamu cuma mengkhawatirkan pasangan mu?"

Tanya Anwar yang sudah tidak bisa menahan lagi emosinya.

"Abi sabar abi."

"Apa salahnya Ezal mengkhawatirkan cewe Ezal? Secara disini Ezal yang salah. Ezal cuma takut hukuman yang didapatkan Syila tidak tepat."

"Lalu hukuman apa yang pantas buat pacar mu?"

Tanya Anwar langsung karena ingin mendengar jawaban apa yang akan diberikan anaknya.

Seketika Ezal dibuat bungkam oleh pertanyaan itu. Iya, lebih tepatnya ia tidak ingin Syila dihukum. Ia ingin hukuman Syila hanya dilimpahkan untuknya saja, ia ingin bertanggung jawab atas kesalahannya sendiri.

"Kenapa diam? Nggak bisa jawab kan?"

"Penentuan hukuman buat Syila belum ada, kita akan rundingkan besok bersama dengan keluarganya Syila."

Sahut Alma masih dengan nada bicara yang lembut, meskipun jauh di lubuk hatinya ia ingin menangis kecewa di depan anaknya.

"Oke baik, Ezal akan menuruti kata abi untuk nggak masuk sekolah hari ini."

Ucap Ezal kemudian, seraya memberikan kunci mobil kepada Anwar.

"Pikirkan baik-baik hari ini untuk besok, dan jangan sampai berani-beraninya keluar rumah hari ini."

---

EZAL [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang