- 18 -

540 28 0
                                    

"Adiva Arsyila Savina, anak kelas sebelas."

Sahut sang istri dengan nada bicara yang sangat lembut.

Mendengar itu membuat Ezal sedikit terkejut. Apakah Syila yang saat ini dia incar itu anak mereka?

"Syila anak baru itu yaa bu??"

"Iyaa."

Sang istri kembali menjawab pertanyaan Ezal. Kemudian di sana, di lubuk hati Ezal yang paling dalam, dia menjerit bahagia karena sudah tahu orang tua Syila.

"Sebentar ibu bapak, saya panggilkan dulu anaknya."

Setelah itu Ezal berlalu pergi masuk ke dalam pondok putri. Di sana, tepat di balik gerbang ada dua santri yang menjaga meja untuk melapor tamu siapa saja yang berkunjung di pondok putri, dan untuk santri siapa yang izin keluar untuk melakukan kunjungan dengan keluarganya.

"Kak Ezal, ehmm bisa saya bantu kak??"

Tanya salah satu santri sambil reflek berdiri karena terlalu terkejut dengan kedatangan Ezal.

"Syila anak baru kelas sebelas dicari orang tuanya."

Jawab Ezal dengan memasang wajah datar.

"Ohh iyaa kak saya panggilkan dulu."

Ucap santri itu kemudian berlalu pergi dengan mengajak temannya untuk memanggil Syila.

Disini, kedua santri itu tidak tahu mengenai persidangan yang sedang dijalankan Syila dan Lista. Karena sidang itu yang bersifat tertutup jadi tidak heran jika dua santri tadi tidak mengetauhi hal itu.

Setelah kedua santri itu pergi, Ezal memilih untuk tetap berdiri disana, menunggu kedatangan Syila. Tetapi tidak lama kemudian ponsel persegi panjang yang berada di saku celananya bergetar memanggil sang pemiliknya untuk segera mengambilnya. Kemudian dengan cepat dia merogoh saku celananya dan menerima panggilan telfon dari Ben.

"Lo dimana Zal?? Nggak jadi ke sini??"

Tanya Ben di ujung sana dengan suara-suara musik yang mengelilinginya.

"Bentar, gua ada urusan bentar. Ntar gue langsung ke sana."

"Okeh."

Kemudian sambungan terputus bersamaan dengan munculnya Syila yang diantar oleh dua santri tadi.

Sementara di sana Syila terkejut dengan Ezal yang berdiri tepat di depannya. Jantungnya yang sedari tadi belum berhenti berdebar sepanjang sidang tadi, kini ditambah dengan kehadiran Ezal yang tidak tahu kenapa bisa berada di dalam pondok putri.

"Kenapa diem?? Orang tua mu udah nunggu dari tadi."

Ucap Ezal seraya membukakan gerbang untuk Syila lewat.

Setelah mendengar ucapan Ezal, Syila pun langusng berjalan keluar gerbang. Tetapi sungguh diluar dugaannya, Ezal juga ikutan berjalan tepat di sampingnya. Kali ini jarak diantara mereka bener-bener dekat, jika dia menggerakkan tubuhnya ke kanan sedikit saja, lengannya pasti sudah bersentuhan dengan lengan Ezal.

"Gimana, kamu nggak diapa-apain sama Lista kan??"

Deg!!!

Jantung Syila serasa berhenti mendadak mendengar pertanyaan Ezal. Memang tidak ada yang aneh dengan pertanyaannya, tetapi entah kenapa dia merasa heran saja. Dia merasa bahwa Ezal sedang mengkhawatirkannya. Dan tanpa kalian sadari Ezal yang awalnya menggunakan lo-gue, berubah menjadi aku-kamu, saat berbicara dengan Syila.

"Nggak."

Jawab Syila singkat. Mendengar itu membuat Ezal tersenyum legah.

"Bagus deh."

---

Setelah Ezal mengantar Syila sampai ke kedua orang tuanya, dia pun langsung pamit dengan membungkukkan badan, memberi penghormatan sebelum dia pergi meninggalkan. Se nakal apapun Ezal, dia akan tetap menerapkan attitude yang baik terhadap orang lain. Karena menurutnya attitude itu yang paling utama diatas segalanya. Meskipun orang yang paham agama sekalipun, jika perilakunya jelek, maka semua akan sia-sia.

Ketika Ezal berjalan menuju keluar gerbang utama, di sana orang tua Syila menatap punggung Ezal dengan beberapa pertanyaan di kepala mereka.

"Itu tadi siapa nak??"

Tanya ayah Syila merasa penasaran sejak pertama dia ketemu dengan Ezal yang keluar dari rumah Kyai Anwar.

"Itu bukannya anaknya Kyai Anwar??"

Sambung bunda Syila yang masih ragu akan jawabannya sendiri.

"Iyaa bun, itu anaknya Kyai Anwar."

Lalu kemudian Syila pun membenarkan tebakan bundanya tadi.

"Bunda denger-dengar kalau anaknya Kyai Anwar itu nakal, tapi kok tadi kelihatannya tidak seburuk apa yang dibicarakan."

Mendengar itu membuat Syila sedikit terkejut. Dia kaget karena ternyata se famous itu Ezal dikalangan penduduk pondok. Sampai bundanya saja sudah tahu, mengingat dia murid baru di Ar-raudha, tetapi sudah mendapatkan informasi se cepat itu.

"Ahaha, tidak tahu bun, Syila saja baru tahu kalau itu anaknya Kyai Anwar."

Jawab Syila se adanya seraya duduk di samping bundanya.

---

"Gue ada kabar baik."

Ujar Ezal yang baru saja datang di warung tempat bisa mereka kumpul. Ketiga temannya sudah datang lebih awal, karena sejak pulang sekolah tadi merek bertiga langsung menuju ke warung.

"Kabar baik apa??"

Tanya Ben mulai penasaran dengan cerita yang akan Ezal bawakan.

"Tadi gue ketemu sama calon mertua."

Jawab Ezal dengan tingkat ke percaya diri melebihi batas maksimal.

"Calon mertua??"

Tanya Ben, Chandra, dan Alwin secara bersamaan, yang langsung membuat Ezal melihat ketiga temannya itu satu persatu.

"Iyaa, gue ketemu sama orang tua Syila."

"Yaelah Zal, baru aja mau pdkt belum jadian, udah bilang calon mertua."

Tukas Chandra menjadi tidak semangat setelah mendengar jawaban Ezal tadi.

"Menghayal lo terlalu tinggi broo."

Sambung Alwin disertai dengan cengiran di wajahnya.

"Bentar gaess, kalian jangan langsung hujat dia dong, berarti nih Ezal serius mau deketin tuh cewe."

Ucap Ben menengahi, dan mencoba menyimpulkan kemauan Ezal saat ini.

"Sip, lo emang temen gue."

Ucap Ezal seraya memberi salaman pertemanan dengan Ben. Kemudian di sana, Chandra dan Alwin terlihat menganggukkan kepalanya, mengisyaratkan bahwa mereka sudah paham setelah ucapan Ben tadi.

"Terus, lo mau deketin dia kek gimana?"

Tanya Chandra mulai kembali serius membahas topik yang Ezal bawa.

"Gue akan menggunakan Varel sebagai penghubung antara gue dengan Syila."

"Gilaaaa, cerdas juga temen gue nih."

Ujar Ben dengan wajah raut wajah berbinar.

"Jadi, dalam waktu dekat ini gue harus bisa dapetin tuh cewe, minimal udah deket lahh."

---

EZAL [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang