- 85 -

82 4 0
                                    

Setelah kejadian itu, sejak semuanya terbongkar di seluruh penjuru pondok putri. Syila mendapatkan banyak tatapan sinis dari semua santri, mendapatkan beribu-ribu hujatan. Sepanjang jalan kembali menuju kamarnya, ia terus menundukkan kepalanya. Hanya diam, tidak menangis. Air mata serasa tidak bisa keluar. Yang dirasakan hanyalah, ia benci dengan dirinya, menyesali semua yang telah ia lakukan, termasuk memberi tahu hubungannya kepada kedua temannya.

Tanpa sepengetahuan Syila, kedua temannya tersebut berjalan di belakangnya. Mereka berdua sama halnya dengan Syila, masih terkejut dengan apa yang telah terjadi. Sehingga mereka menjadi sedikit menjaga jarak dari Syila. Selain itu mereka merasa Syila menaruh curiga atas terbongkarnya hubungan itu.

Baru saja Syila masuk ke kamar nya, terdengar suara bunyi toa pondok sedang dinyalakan. Semua santri bahkan Syila juga tidak menyangka dengan pengumuman yang terdengar di seluruh penjuru pondok putri.

"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, pengumuman-pengumuman."

*dalam bahasa arab

Mendengar itu membuat semua santri langsung sunyi memasang telinga. Bahkan Syila pun seketika menjadi tegang.

"Atas nama Adiva Arsyila Savina kelas sebelas IPA dua dari kamar Al-Aziz, dimohon untuk ke kamar pengurus pondok setelah sholat ashar. Sekali lagi, atas nama Adiva Arsyila Savina kelas sebelas IPA dua dari kamar Al-Aziz, dimohon untuk ke kamar pengurus pondok setelah sholat ashar, terimakasih. Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh."

*dalam bahasa arab

Suasana pondok yang tadinya hening karena fokus mendengarkan, seketika menjadi ramai saling memperbincangkan mengenai pengumuman tersebut. Begitu juga di kamarnya Syila. Semua pasang mata langsung menoleh ke Syila dengan tatapan terkejut dan tidak percaya. Bahkan mereka juga langsung menghujani pertanyaan yang berhubungan dengan fakta yang beredar.

"Ternyata rumor itu beneran Syil?"

"Ehh kenapa kok di panggil Syil?"

"Syil, ana kira anti cewe yang polos."

Dan masih banyak lagi, tetapi Syila hanya mampu diam dengan posisi kepala menunduk. Dirinya hancur, benar-benar hancur. Batinnya meronta-ronta untuk berteriak dan menangis, tetapi air mata serasa tidak mau keluar. Pikirannya sangat ramai, sangat berantakan. Tetapi mulutnya hanya bisa bungkam, tidak bisa mengeluarkan sepatah kata pun.

Mia dan Hana di buat terkejut untuk kesekian kalinya. Hari ini adalah hari kehancuran Syila. Mereka berdua melihat posisi Syila sekarang dalam sorot mata kesedihan. Kritik dan hujatan itu tiada hentinya di lemarpakan ke temannya yang kini cuma bisa diam terduduk lemas di depan lemarinya.

"SEMUANYA STOP!!! Kita tahu kalau disini Syila memang salah, tapi stop. Jangan lempari dia dengan hujatan."

Teriak Mia yang sudah tidak tahan dengan keramaian yang ada. Sementara Hana langsung menghampiri Syila, memeluknya untuk melindungi, menenangkan, dan membela Syila.

"Nggak usah sok suci deh disini, nggak sedikit disini dari kalian yang pacaran sama santri cowo. Giliran Syila yang pacaran aja dihujat habis-habisan. Kenapa? Pada nggak terima kalau hanya Syila yang dapat menarik perhatian kak Ezal?"

Lanjut Mia dengan suara bergetar, bersuara demi membela Syila. Seisi kamar pun akhirnya menjadi sunyi.

---

Sepulang sekolah Varel dan Renda langsung mengisi buku izin keluar pondok yang dipegang oleh satpam gerbang utama. Setelah mengisi dengan alasan hendak pergi ke pasar, mereka berdua berdiri di depan gang untuk menunggu angkot datang.

Tidak menunggu waktu lama, akhirnya angkota berwarna biru itu datang dan mereka berdua segera naik ke angkot tersebut.

"Pak ke SMA Cakrawala."

Ucap Varel pada supir angkot tersebut. Varel dan Renda memang memutuskan untuk menjemput Ezal. Karena jika menunggu cowo itu pulang sekolah akan sangat membutuhkan waktu yang lama, dan jelas Syila tengah membutuhkan sosok Ezal sekarang.

"Bang, kira-kira kabar Syila sekarang gimana ya?"

Tanya Renda dengan raut wajah khawatir.

"Semoga dia baik-baik aja."

"Gue takut dia dipanggil sama pengurus pondok, karena keknya semua santri juga udah pada tahu berita ini."

Mendengar itu membuat Varel menepuk pelan pundak supir angkot.

"Pak, agak cepat ya pak."

Setelah menempuh perjalanan sekitar 20 menit, akhirnya mereka pun sampai di depan gerbang SMA Negeri Cakrawala. Terlihat disana gerbang sekolah tertutup rapat karena memang jam sekolah masih berjalan.

"Waduh bang, gerbang ditutup."

Tanpa banyak bicara, beruntung sekali otak Varel berjalan dengan cepat, sehingga ia langsung terpikirkan alasan apa yang akan ia gunakan kepada satpam sekolah Cakrawala.

"Permisi pak, boleh dipanggilkan murid kelas dua belas atas nama Ezal?"

Tanya Varel sopan dengan satpam yang kini duduk di pinggiran pos.

"Kamu siapa?"

"Ohh kami temannya pak, baru dapat kabar kalau ibunya melahirkan, jadi kami kesini buat jemput dia."

Mendengar jawaban Varel yang sungguh diluar kepala itu membuat Renda terkejut.

"Ohh, kelasnya dua belas apa?"

"Eee dua belas IPS, tapi kurang tahu si pak IPS berapa."

Jawab Varel seraya menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Yaudah, tunggu situ dulu."

"Iya pak, terimakasih banyak."

Tidak menunggu waktu lama, akhirnya satpam tadi berjalan keluar bersama dengan Ezal.

"Kalian kesini di suruh sama bokap gue?"

Tanya Ezal masih penasaran dengan tujuan Varel dan Renda yang secara tiba-tiba datang ke sekolah untuk menjemputnya. Pasalnya kandungan umi nya masih baru menginjak usia 8 bulan. Dan kalau memang sudah waktunya keluar, ia tidak mendapatkan pesan sekalipun dari abinya, ataupun dari pihak sekolah.

"Iya, abi lo belum kirim pesan ya?"

Varel dan Renda kebingungan saat Ezal bertanya seperti itu. Sepertinya cowo itu mempercayai kebohongan yang ia buat tadi.

"Trus, kalian ke sini naik apa?"

"Kita naik angkot bang."

"Ohh, yaudah tunggu sini dulu, gue ambil mobil dulu."

Kemudian Ezal berjalan menuju parkiran untuk mengambil mobilnya, sementara Varel dan Renda tetap menunggu di depan pagar sekolah.

"Itu yang anaknya kyai Anwar ya?"

Tanya satpam tersebut kepada Varel dan Renda.

"Iya pak."

Jawab Varel dengan tersenyum kaku.

"Oalah."

"Ayo naik—pak makasih ya."

Seru Ezal kepada kedua temannya saat mobilnya sudah berada depan mera. Tidak lupa ia juga berterimakasih kepada satpam karena sudah membukakan gerbang. Setelah Varel dan Renda sudah masuk ke dalam mobil, mobil pun berjalan pelan meninggalkan wilayah sekolah.

"Jadi kita ke rumah sakit mana nih?"

Tanya Ezal dengan pandangan tidak lepas dari jalan. Sementara Varel dan Renda menoleh satu sama lain karena Ezal benar-benar percaya akan alasan itu.

"Zal, lo emang percaya atau pura-pura percaya sih?"

Tanya Varel.

"Lah, apa sih maksudnya? Beneran nggak paham gue."

"Itu tadi cuma alasan Zal, kita kesini bukan karena itu."

Mendengar itu membuat Ezal seketika menoleh ke Varel dengan tanda tanya besar yang terlihat di raut wajahnya.

"Semuanya udah tahu Zal, hubungan lo udah kebongkar."

---

EZAL [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang