- 90 -

117 6 1
                                    

"Abi!!!"

Teriak Alma dari arah belakang Anwar setelah melihat kejadian tak terduga yang telah dilakukan suaminya terhadap anaknya.

Secara tiba-tiba tamparan keras dan cepat itu mendarat di pipi kiri Ezal. Kepalanya sampai menoleh ke kanan saking kerasnya tamparan itu. Panas dan perih langsung menjalar di pipinya. Tangan kirinya seketika menyentuh pipinya yang terasa panas itu, ia benar-benar terkejut dengan abinya yang secara tiba-tiba menampar pipinya tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

"KAMU SUDAH DI BEBASIN MAKIN BERKELIARAN TERNYATA."

Ucap Anwar dengan wajah penuh amarah, tetapi Ezal masih tidak paham apa yang abinya maksud.

"Umi, ada apa ini? Ezal nggak paham."

"Ezal, apa benar kamu menjalin hubungan dengan santri sini?"

Tanya Alma dengan mata berlinang menahan tangis.

Mendengar itu sontak membuat tubuh Ezal menegang. Ternyata berita itu sudah sampai di telinga orang tuanya. Tidak menyangka bakalan secepat ini.

"Sejak kapan kalian pacaran? Jawab!!"

Kini giliran Anwar yang bertanya, masih dengan emosinya yang meluap-luap.

"Belum ada satu bulan."

"Benar-benar tidak tahu diri. Minimal punya malu, asal kamu dari pondok, besar dari pondok. Tapi kelakuan biadab!!"

Ezal hanya bisa diam mendengar omelan abinya.

"Siapa nama pacar kamu?"

"Abi mau ngapain?"

Tanya Ezal takut bila Anwar melakukan suatu hal terhadap Syila.

"Abi mau panggil orang tuanya."

Mendengar itu membuat kedua bola mata Ezal membulat karena terkejut.

"Abi, disini Ezal yang salah bukan dia, abi bisa tampar Ezal sepuasnya asal jangan hukum Syila bi."

Baru kali ini Ezal memohon kepada Anwar. Ia sangat takut jika Syila mendapatkan hukuman yang memang tidak sepantasnya diterima olehnya.

"Abi mau biar kamu minta maaf langsung ke orang tuanya karena melakukan hal bodoh sama anak orang."

"Iya Ezal akan lakukan itu, tapi mohon jangan hukum Syila abi umi."

Ucap Ezal memohon kepada abi dan uminya untuk membebaskan Syila dari hukuman.

"Itu sudah peraturan pondok Zal."

Jawab Alma yang membuat Ezal tambah frustasi.

"Hukumannya Syila harus keluar dari pondok kan? Biar Ezal saja yang pindah sekolah. Abi mau Ezal sekolah di Turki kan? Oke Ezal mau. Asal Syila tetap disini."

"Hidup punya aturan, kamu selalu ingin sesuai dengan kemauan mu."

Sahut Anwar tidak setuju dengan pemikiran anaknya.

"Sesuai kemauan Ezal?? Dari dulu, dari kecil bahkan sampai sekarang Ezal gabisa menentukan keinginan Ezal sendiri karena abi selalu egois!"

Bantah Ezal yang langsung emosi setelah abinya berbicara demikian.

"Pokoknya kalau Syila sampai dikeluarkan dari pondok, Ezal juga keluar dari sekolah dan nggak bakalan balik lagi di rumah ini."

Lanjut Ezal, lalu berjalan menaiki anak tangga menuju kamarnya meninggalkan Anwar dan Alma di bawah dengan perasaan yang campur aduk.

---

Marah, frustasi, kesal, jengkel, sedih, sakit semuanya bercampur aduk menjadi satu. Hukuman dikeluarkan dari pondok menurut Ezal bukanlah hukuman yang pantas untuk diterima Syila. Karena ini memang kesalahannya yang jatuh cinta pada situasi dan kondisi yang salah. Andai jika dirinya ditakdirkan untuk jatuh cinta pada wanita yang bukan dari santri, pasti tidak akan seperti ini. Padahal Syila baru saja menjadi bagian dari santri Ar-raudhah harus keluar hanya gara-gara dirinya. Mungkin yang pantas Syila terima adalah, memutuskan hubungan. Itu juga sebagai hukuman untuk dirinya.

EZAL [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang