"Alhamdulillah, jadi begini dek Syila. Ini Izan anak Kyai hendak berniat baik untuk melamar Syila. Saya yakin Syila juga sudah diberi tahu soal ini. Saya sekeluarga sangat berharap Syila bisa menerima niat baik ini."
Tepat sekali, sesuai dugaan Syila ini adalah adalah pertemuan dengan tujuan melamar. Disana ia hanya bisa diam. Semua mata melihat ke arahnya menunggu jawaban yang akan ia berikan. Sebenarnya ia sudah ada jawaban untuk itu, tetapi ia cukup takut dan tidak mempunyai keberanian untuk membuka suara. Apalagi ayahnya yang melihatnya dengan tatapan tajam dan mengancam semakin membuatnya tidak bisa berkutik.
"Mmm, insya Allah kami menerima dengan senang hati Luthfi."
Pada akhirnya Rasyid Lah yang menjawab. Padahal dalam hati Syila meronta-ronta untuk menjawab tidak.
"Alhamdulillah kalau begitu."
Ucap Luthfi lega mendengarnya. Tetapi Izan ragu dengan ekspresi yang sedari tadi terlihat dari wajah Syila. Ia melihat ada sesuatu yang ingin dikatakan oleh wanita itu tapi dia tahan.
"Mmm, maaf ustadz sepertinya dek Syila ingin mengatakan sesuatu."
Syila mendongak seketika saat Izan menyebut namanya.
"Ada yang ingin kamu katakan?"
Tanya Rasyid kepada Syila. Otak Syila terasa terbakar, badannya menegang dan detak jantungnya berdebar sangat keras. Ia tidak bisa menjawab sesuai dengan yang ia inginkan.
"Mmm, gaada. Semuanya sudah diwakilkan sama ayah."
Jawab Syila bohong. Ia sangat merasa tertekan sehingga tidak bisa mengutarakan yang sebenarnya.
"Jadi kita bisa tentukan saja langsung tanggal nikahnya Syid."
Ucap Lutfhti yang jelas saja membuat Syila membelalak kaget. Ia tidak percaya jika harus penentuan tanggal hari ini juga.
Disana, Izan menyadari ekspresi kaget dari Syila. Meskipun wanita itu tidak mengatakan apapun, tapi ia merasa ada sesuatu yang janggal.
"Ohh, boleh-boleh."
Jawab Rasyid dengan senang hati, seraya membuka kalender dari ponselnya.
"Ayah, ini harus banget sekarang?"
Tanya Syila yang belum siap untuk penentuan tanggal.
"Ya kapan lagi, mumpung Izannya masih disini jadi kalian bisa halal dulu."
"Ya tapi kan aku sama dia belum kenal satu sama lain."
Ucap Syila masih berusaha untuk mencegah ayahnya.
"Gapapa dek, kita bisa saling mengenal setelah halal."
Ujar Izan seraya tersenyum. Disana Syila tidak percaya dengan apa yang dikatakan Izan. Kenapa cowo itu terlihat sangat tenang dan santai. Padahal ini termasuk lamaran yang terpaksa.
"Tuhh, Izannya udah bilang begitu. Udah kamu santai aja."
Sahut Rasyid dengan santainya. Dan pada detik inilah Syila mulai pasrah dengan semuanya. Ia hanya diam melihat semuanya sibuk untuk memilih tanggal. Saat ditanya, ia hanya bisa menjawab dengan kata terserah.
10 menit telah berlalu. Tanggal pernikahan pun sudah ditentukan, tepatnya H-7 hari dimulai dari besok. Terlalu cepat, bahkan bisa dibilang sangatlah cepat. Semuda itu bagi mereka menentukan, tanpa mendengarkan kata hati Syila. Sampai sekarang ia masih bingung dengan niat baik yang mereka katakan. Baik untuk siapa? Bahkan sampai sekarang pun ia tidak merasa baik-baik saja.
---
Malam hari ini begitu menyesakkan bagi Syila. Air matanya terus saja mengalir deras membasahi pipinya. Ia duduk di lantai bersandar pada kasurnya, dengan sangat erat ia memeluk kedua kakinya yang di tekuk. Menenggalamkan wajahnya dan menangis sekencang-kencangnya meluapkan semua emosinya.
Ia tidak pernah sekecewa ini dengan ayahnya. Ia tidak tahu kenapa ayahnya bisa menolak Ezal dan lebih memilih cowo yang tidak ia kenal. Apakah karena Ezal masih SMA dan Izan sudah kuliah? Lalu mengapa tidak bisa menunggu Ezal lulus SMA, kenapa harus menerima orang lain.
"Syila, sudah dong nangisnya. Kamu dari tadi nggak berhenti nangis."
Ujar Hanna datang seraya membawa segelas susu coklat untuk anaknya.
"Bun, alasan ayah menolak kak Ezal apa?"
Tanya Syila mendongakkan kepalanya melihat Hanna. Disana Hanna menghembuskan nafas sebelum menjawab pertanyaan anaknya.
"Syila pasti sudah tahu perbedaan Ezal dan Izan disini."
Jawaban Hanna malah membuat Syila semakin tidak mengerti.
"Izan lebih dewasa sayang, dia lebih mengerti adab dan berakhlak yang baik itu seperti apa, wawasan dia lebih matang daripada Ezal."
Mendengar itu membuat air mata Syila kembali turun. Benar, memang benar yang dikatakan oleh Hanna. Tapi apakah Ezal tidak bisa berubah seperti Izan?
"Tapi Ezal tulus bun sama aku."
"Iya, bunda tahu itu. Tapi tulus saja tidak bisa merubah segalanya Syila. Karakter dan kepribadian itu susah buat dibenerin kalau udah rusak."
Alis Syila mengerut saat merasa bahwa Hanna menilai Ezal sejelek itu kepribadiannya.
"Bun, kok bunda jadi jelek-jelekin Ezal sih."
"Bukan jelek-jelekin sayang, bunda cuma kasih gambaran saja ke kamu perbedaan Izan dan Ezal bagaimana."
Syila diam, ternyata mau seberapa banyak dia menolak, hasilnya tetap sama saja, tidak bisa merubah keadaan.
"Bunda tahu kalau Ezal kecilnya dari pondok, sama Izan juga begitu. Tapi kita bisa lihat disini, apakah ke duanya sama-sama menerapkan ilmunya dengan baik atau tidak?"
Lanjut Hanna dengan suara yang lembut berharap Syila bisa mengerti maksud dan tujuan orang tuanya.
"Kalau urusan kenal, suka, cinta itu bisa dibangun saat kalian sudah halal. Bunda yakin Izan bisa kok buat kamu jatuh cinta."
---
Bukannya belajar buat besok try out, Ezal malah pergi nongkrong bersama teman-temannya. Pikirannya sungguh kacau. Pikiran-pikiran negatif itu terus menghantuinya sampai ia tidak ada keinginan untuk belajar.
"Gue takut Syila tiba-tiba disuruh bokapnya pindah sekolah."
Ucap Ezal yang membuat Ben dan Chandra saling menoleh satu sama lain. Sementara Alwin mendengarkan sembari bermain mobile legend di ponselnya.
"Yaa jangan mikir gitu lahh Zal, palingan bener ada acara keluarga."
Jawab Ben mencoba untuk tetap berpikir positif.
"Lo nggak tahu acara keluarga apa?"
Tanya Chandra.
"Ya nggak lahh, gila apa gue nanya gitu."
Jawab Ezal cepa tatas pertanyaan bodoh dari Chandra.
"Dia pulang sampai kapan sii Zal?"
Tanya Alwin dengan pandangan yang tidak lepas dari ponselnya.
"Gatau gue."
---
Keesokan harinya, tepat di jam 10 pagi, Syila sudah sampai di pondok diantar oleh kedua orang tuanya. Ia menarik nafasnya saat kakinya memasuki gerbang pondok putri. Pikirannya seketika berkecamuk memikirkan bagaimana reaksi Ezal jika tahu bahwa wanita yang dia cintai sudah dilamar oleh lelaki lain. 7 hari dimulai dari sekarang waktu pernikahannya.
Ia kembali membuang nafasnya saat melihat jendela cowo itu. Pandangannya sendu dan diselimuti rasa bersalah.
"Maafkan aku kak."
---
KAMU SEDANG MEMBACA
EZAL [TAMAT]
Ficção AdolescenteKetika anak pondok, apalagi anak dari pemilik pondok yang biasanya memiliki karakter alim dan mengerti agama, hal tersebut sangat berbeda jauh dengan Ezal. Karena didikan sang ayah yang terlalu keras dan ketat membuat Ezal menjadi anak yang keras k...