Setelah membersihkan diri, Ezal turun ke lantai bawah untuk melihat kondisi uminya pasca melahirkan. Disana terlihat Alma yang tengah menggendong anak keduanya dengan didampingi oleh suaminya.
"Umi."
Ujar Ezal seraya berjalan masuk ke dalam kamar.
"Ehh anak umi yang pertama, ini kakak kamu datang ini."
Jawab Alma dengan wajah bersemi setelah melihat kedatangan Ezal.
"Umi, Ezal minta maaf yaa karena nggak bisa dampingi umi lahiran."
Ucap Ezal seraya duduk bertumpu pada lutut di depan Alma.
"Gapapa, umi paham kok kondisi Ezal gimana."
Jawab Alma dengan suara lembut yang khas dengan tangan kanan yang terulur mengelus lembut puncak kepala Ezal.
"Namanya siapa umi?"
"Omaira nailul husna, dipanggil Omaira."
Jawab Anwar untuk pertanyaan Ezal.
"Nama yang cantik."
Tangan Ezal terulur menyentuh lembut pipi adik perempuannya dengan sayang. Pandangannya memandangi wajah putih dan bersih Omaira.
"Ezal jadi datang ke pernikahan Syila?"
Pertanyaan Alma tersebut langsung membuat Ezal kaku. Pandangannya seketika menjadi dingin.
"Kalau gak bisa datang gapapa, cukup abi sama umi saja."
Sahut Anwar memahami kondisi anaknya.
"Belum tahu, untuk sekarang Ezal belum bisa jawab."
---
Malam harinya, Syila sudah siap dengan barang-barang yang akan dibawa ke rumah. Ia harus kembali pulang malam ini karena akad nikah akan dilakukan besok pagi. Siap tidak siap, pernikahan sudah di depan mata. Mau tidak mau, semuanya sudah terjadi.
"Syila, ana nggak nyangka besok teman ana ini udah jadi istri orang."
Ucap Mia seraya memeluk erat Syila.
"Syila, gapapa yaa dijalani aja. Kita nggak tahu takdir baik apa yang telah diciptakan Allah buat anti. Mungkin bisa jadi ini adalah awal yang baik untuk anti."
Sahut Hana memberi semangat kepada Syila.
"Iya Han. Mmm, kalau gitu ana pulang dulu ya. Assalamu'alaikum."
Jawab Syila dengan senyum terpaksa. Ia tidak mau pulang, ia tidak mau menikah sekarang, tapi mau bagaimana lagi, ia tidak bisa berkutik.
Sebelum ia benar-benar melangkah pergi, ia memandang lurus jendela kamar Ezal. Sangat berat untuk menjalani ini semua. Pandangannya sedih dan mengisyaratkan berbagai perasaan bersalah kepada cowo itu. Tidak ada kata-kata yang mampu keluar dari mulutnya, ia hanya mampu menghembuskan nafasnya berat.
KAMU SEDANG MEMBACA
EZAL [TAMAT]
Teen FictionKetika anak pondok, apalagi anak dari pemilik pondok yang biasanya memiliki karakter alim dan mengerti agama, hal tersebut sangat berbeda jauh dengan Ezal. Karena didikan sang ayah yang terlalu keras dan ketat membuat Ezal menjadi anak yang keras k...