- 37 -

458 26 0
                                    

Jantung Syila masih berdebar dengan keras sampai sekarang. Sungguh pertemuan dengan Ezal yang tiba-tiba itu membuatnya panas dingin.

Jam pelajaran sudah dimulai sejak 10 menit yang lalu, tetapi Syila masih duduk di kursinya dengan kedua tangan menyentuh dadanya, merasakan detak jantungnya sendiri, yang seperti hendak meloncat keluar begitu saja.

"Ekhem!! Kalau aku kasih surat itu dibales dong, masa cuma dibaca doang."

Mendengar suara berat dari Ezal itu pun langsung membuat Syila menoleh ke kanan dengan cepat. Dan mendapati Ezal yang sekarang sedang berjalan sejajar dengannya.

"Lain kali dibales yaa cantik."

Cantik

Cantik

Cantik

Kata itu terus terngiang di telinganya. Satu kata yang berhasil membuatnya meleleh seperti gunungan es di tengah padang pasir yang sangat panas.

"Syila!!!"

"Ehh iyaa??"

Syila terkejut bukan main dan kembali sadar setelah dibentak Mia dengan keras.

"Ck!! Anti nih ngelamun aja, kebiasaan. Itu tadi ada tugas dari bapaknya."

"Ohh iyaa iyaa, tugasnya yang mana??"

"Tuhh kan, noh di papan."

Jawab Mia dengan raut wajah kesal sambil menunjuk papan menggunakan dagunya.

"Anti kenapa sihh Syil??"

Tanya Hana penasaran kenapa Syila akhir-akhir ini sering melamun. Apa benar kata Mia kalau anak itu sedang kesurupan?

"Nggak papa kok, yuk kerjain tugasnya."

---

"Lihat tuh, mas ustadz gagal kembali datang telat."

Ujar Ben saat melihat Ezal yang baru saja masuk kelas bebarengan dengan bunyi bel masuk sekolah.

"Anjir, ustadz gagal."

Sahut Chandra disusul dengan tawanya yang menggelegar. Yaa tidak salah juga dengan julukan baru dari Ben untuk Ezal. Ustadz gagal. Cita-cita Anwar yang ingin anaknya menjadi seperti dirinya terpaksa tekubur dalam-dalam setelah menghasilkan Ezal yang sekarang tumbuh dengan perbedaan yang lebih dari 100% ketimbang masa kecilnya dulu.

"Apa lo ketawa?"

Tanya Ezal dengan nada sedikit membentak seraya menaruh tasnya di bangkunya.

"Lo dibilang ustadz gagal sama Ben."

Jawab Chandra yang masih tertawa dengan julukan yang sangat fakta itu.

"Anjir."

Ucap Ezal diiringi dengan ringisan kecil, karena menurutnya itu tidak sampai menyakiti hatinya.

"Oiya Zal, gimana kelanjutan lo deketin Syila?"

Tanya Alwin yang langsung membuat Chandra berhenti tertawa.

"Keknya sii, gue kasih dia makan-makanan ringan gitu."

"Soalnya selain itu apalagi coba yang bisa lo lakuin kan?"

Tanya Alwin mengerti kebingungan Ezal yang harus berbuat apa lagi untuk mendekati cewe yang disukai.

"Hmmm."

Deheman Ezal terdengar seperti orang lemas yang bingung harus ngapain lagi.

"Atau gini Zal, lo bisa kirim dia surat. Nggak harus tiap hari, penting lo sering lahh. Yaa tanya-tanya soal kabarnya gimana? Trus makanan di pondok gimana, enak apa nggak? Kalau nggak biar abang beliin, asekkkk."

EZAL [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang