"Uhuuk! Uhuuuk!"
Dua kaki yang melangkah dalam gelap terhenti.
Sama seperti dua senior mereka---Nakahara Chuuya dan Dazai Osamu---Akutagawa Ryuunosuke dan Nakajima Atsushi selalu punya waktu untuk berselisih tiap kali bertatap muka.
"Jinko." Panggilan yang disematkan lelaki minim alis itu pada Atsushi sejak pertama mereka bertemu, sekali lagi dapat terdengar.
Apa Akutagawa pernah memanggil nama asli Atsushi? Entahlah.
Akutagawa memicing. Dua tangan berada dalam saku, sementara fokusnya mengarah pada bocah berambut perak dengan potongan poni yang agak aneh.
"Akutagawa." Atsushi pun mendesis bahkan bicara dengan nada dingin.
"Tak kusangka kita akan kembali dipertemukan secepat ini." Akutagawa menutupi mulutnya yang mulai terbatuk lagi. Paru-parunya yang lemah memang salah satu kendala.
"Ah," bisik Atsushi. Sejujurnya, ia ingin segera meninggalkan gang gelap ini.
Apa dia bisa menang---selamat---melawan Akutagawa saat ini?
"Kali ini, aku pasti akan--"
"Maaf, tapi saat ini aku tidak bisa melayanimu." Atsushi tampak serius, ada sebuah berkas dalam map berwarna cokelat yang sejak tadi ia peluk erat.
"Kau pikir aku akan melepaskanmu begitu saja?" Akutagawa bersiap, memasang kuda-kuda sebelum memanipulasi ujung-ujung mantel hitam yang selalu dipakainya menjadi pedang tajam yang sanggup membelah apapun.
"Rashoumon!"
Atsushi menghindar. Kakinya segera bertransformasi ke bentuk harimau, sementara sebelah tangannya melindungi dokumen yang diminta oleh si senior---Dazai Osamu---tangan lain yang bebas mencoba membalas serangan Akutagawa.
Dua kekuatan berbenturan. Tidak ada yang benar-benar menang atau kalah. Mereka kembali mengambil jarak aman, saling memicing.
Sudah berapa kali keduanya saling bunuh? Pastinya serangan seperti tadi hanyalah bagian dari acara pembuka.
"Pesta yang sebenarnya baru saja dimulai!" Begitu kalau kata Chuuya.
"Cih!" Rashoumon kembali menerjang si Bocah Harimau.
Menghindar, Atsushi melompat ke tembok sebelum mulai berlari di atas sulur Rashoumon. Mendekati si pengguna kemampuan khusus berbahaya dari Mafia, lantas menebasnya dengan cakar harimau.
Akutagawa termundur, berhasil menghindar dari serangan fatal setelah menangkisnya susah payah.
Sekali lagi, mereka menjaga jarak. Mengatur napas.
"Aku harus pergi. Dazai-san menungguku!" Atsushi tak berbohong saat berkata Dazai menunggunya. Secepat mungkin, ia harus sampai ke kantor Agensi Detektif Bersenjata yang berada di lereng dekat Pelabuhan Yokohama.
Akutagawa berdecih. Nama itu lagi. Dazai Osamu ....
Tidak berguna! Ia benci pada keberuntungan yang didapatkan Nakajima Atsushi.
Rashoumon kembali bergerak di bawah kendali si Anjing Hitam dari Mafia. "Jangan harap kau bisa kabur begitu saja, Jinko!"
Atsushi menatap waspada. Pikiran itu kembali bergolak dalam benaknya.
Kenapa Akutagawa begitu membencinya? Kenapa dia begitu terobsesi dengan orang seperti Dazai-san? Apa alasannya?
"Rashoumon : Agito!"
Atsushi berguling ke samping, melompat dan menahan dirinya di tembok samping bangunan. Tidak ada waktu untuk mengalihkan pikiran. Akutagawa menarik kembali Rashoumon-nya, berdecih.
Kenapa Jinko tidak melawannya dengan serius? Ia harus membunuh Bocah Harimau itu untuk membuktikan kekuatannya pada Dazai-san!
"LAWAN AKU, JINKOO!"
Tiga bilah tajam yang terbentuk dari ujung jubah sang mafia memaksa Atsushi meninggalkan posisinya. Berlari ke depan, ia berhasil melewati pertahanan Akutagawa, hendak meninju wajah lawannya saat penghalang tak kasat mata mengingatkannya, bahwa hampir tidak ada yang bisa menembus pertahanan mutlak itu.
"Aaaaaaarrgh!" Mengerahkan seluruh kekuatan pada tinjunya, Atsushi berteriak. Memompa semangat agar kembali. Ia harus menang, lalu mengantar dokumen yang diminta Dazai-san.
Manik dwi warna milik si detektif melirik, mencari cara untuk menembus pertahanan Rashoumon, sedangkan Akutagawa mempertahankan kuda-kudanya. Sedikit lagi--
"Ya ampun, sudah kuduga ini akan terjadi!"
Mereka berdua jatuh terduduk. Terpaku, pada suara yang mengeluh seolah telah memprediksi masa depan.
Ralat. Pemilik suara itu pasti sudah memprediksi apa yang akan terjadi.
Kemampuan khusus mereka hilang begitu tangan dingin yang dibalut perban itu menyentuh ujung rambut masing-masing.
Ya, hanya satu orang di Yokohama---bahkan mungkin dunia---yang punya kemampuan seperti itu.
"Dazai-san?!" kaget keduanya. Menatap pria yang mengenakan mantel cokelat susu dan celana panjang sewarna gading dengan manik melebar.
Dazai Osamu menghela napas, dua tangannya masih memegangi kedua anak yatim yang pernah ia selamatkan. Jaga-jaga kalau mereka membandel.
"Ah, ya ampun! Kenapa kalian selalu bertengkar seperti ini? Belajarlah untuk berdamai sedikit!" Keluhnya dengan wajah masam. Seolah tidak mengingat hubungannya dengan sang mantan partner.
"Dazai-san, maaf, aku--"
"Tidak pa-pa, Atsushi-kun."
"Kenapa Anda ada di sini, Dazai-san? Kalau begitu, aku akan membuktikan kekuatanku kali ini dan--"
"Diamlah, Akutagawa-kun. Tidak ada yang perlu kau buktikan di sini." Lirikan tajam dari Dazai sanggup membungkam Akutagawa.
Dazai kembali menghela napas. "Aaaaargh! Chuuya! Lihatlah ini! Bawahanmu mengacau. Lain kali urus yang benar, dong!"
Dazai melirik tajam ke satu arah. Chuuya keluar dari balik kegelapan, memasang wajah masam. "Cih. Padahal sebentar lagi akan ada hal seru."
Manik Atsushi melebar. Nakahara Chuuya, salah satu anggota eksekutif mafia. Sejak tadi dia menyaksikan ini semua?!
"Chuuya-san?!" kaget Akutagawa.
"Chuuya," panggil Dazai, bangkit sambil melepaskan dua bocah yang kini malah terdiam. "Kau masih saja menggunakan topi bodoh itu?"
"APA KATAMU, HAH?!" Si rambut jingga segera terpancing emosinya.
Ada pekerjaan yang menunggunya, tetapi otak jahil Dazai begitu menuntut untuk membuat Chuuya geram terlebih dahulu.
"Kubilang, kenapa Chuuya mau pakai topi aneh itu? Karena dikasih oleh Mori-san, ya? Chuuya makin mirip anjingnya Mori-san, ih!"
"TUTUP MULUTMU DASAR SIALAN! APA URUSANMU DENGAN BARANG YANG KUPAKAI, HAH?!"
Dazai memasang wajah menjengkelkan begitu tahu Chuuya terpancing, sementara si mafia hampir berhasil mencekiknya.
Merasa terjebak di tengah perang mulut itu, Akutagawa dan Atsushi saling melirik, menghela napas bersamaan, dan memilih untuk duduk memperhatikan. Tidak berani menyela karena yang tengah berdebat (baca : berperilaku seperti anak kecil) adalah senior yang sama-sama mereka hormati.
... apa ini yang Dazai maksud dengan 'sedikit berdamai'?
"Oi, Akutagawa."
"Ah?"
"Lain kali aku pasti akan menang melawanmu."
Senyum muncul di wajah mereka.
"Akan kubunuh kau sebelum saat itu tiba, Jinko."
[]
KAMU SEDANG MEMBACA
BSD (Bungou Sengklek Dogs)
Fanfiction(Oneshot/drabble) BSD random ______________ Bungou Stray Dogs © Asagiri Kafka & Harukawa_35